36. ۞ إِنَّمَا يَسْتَجِيبُ ٱلَّذِينَ يَسْمَعُونَ ۘ وَٱلْمَوْتَىٰ يَبْعَثُهُمُ ٱللَّهُ ثُمَّ إِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
innamā yastajībullażīna yasma’ụn, wal-mautā yab’aṡuhumullāhu ṡumma ilaihi yurja’ụn
36. Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orang-orang yang mati (hatinya), akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nya-lah mereka dikembalikan.
Tafsir :
Ayat ini juga merupakan bentuk tasliyah (pelipur lara) bagi Nabi Muhammad ﷺ agar beliau tidak terlalu bersedih ketika orang-orang Quraisy yang notabene merupakan kerabat-kerabat dekat beliau ﷺ sendiri justru berpaling dan bahkan memusuhi dakwah beliau ﷺ. Kesedihan beliau ﷺ semakin bertambah, karena beliau sangat berharap agar mereka beriman kepada risalah Islam, sehingga mereka selamat dari azab yang kekal.
Yang dimaksud dengan mendengar dalam firman Allah ﷻ ini, adalah mendengarkan dengan niatan menerima, mencari kebenaran, dan mengimani, bukan sekedar mendengar.([1]) Hal ini sebagaimana firman-Nya dalam surat lain,
﴿وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ قَالُوا سَمِعْنَا وَهُمْ لَا يَسْمَعُونَ﴾
“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang (munafik) vang berkata “Kami mendengarkan, padahal mereka tidak mendengarkan. (QS. Al-Anfal:21)
Allah ﷻ menyamakan mereka yang hanya sekedar mendengar tanpa niatan yang baik, bagaikan mayat yang tidak dapat mendengar.
Status ayat ini sebagai pelipur lara bagi Nabi Muhammad ﷺ, yang seringkali merasa bersalah karena pengingkaran mereka. Beliau ﷺ merasa belum maksimal dalam mendakwahi mereka, atau tersalah dalam memilih metode dakwah. Maka Allah ﷻ hendak menghilangkan rasa itu dari hati kekasih-Nya, dengan menjelaskan bahwa kaum kafir Quraisy lah yang tidak mendengarkan dengan niatan yang baik, sehingga mereka layaknya mayat yang memang sama sekali tidak bisa mendengar dan tidak sadarkan diri, hingga Hari Kiamatlah yang menyadarkan mereka.([2])
________________
Footnote :