12. وَلَقَدْ ءَاتَيْنَا لُقْمَٰنَ ٱلْحِكْمَةَ أَنِ ٱشْكُرْ لِلَّهِ ۚ وَمَن يَشْكُرْ فَإِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهِۦ ۖ وَمَن كَفَرَ فَإِنَّ ٱللَّهَ غَنِىٌّ حَمِيدٌ
wa laqad ātainā luqmānal-ḥikmata anisykur lillāh, wa may yasykur fa innamā yasykuru linafsih, wa mang kafara fa innallāha ganiyyun ḥamīd
12. Dan sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa yang tidak bersyukur, maka sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji”.
Tafsir :
Mengenai Luqman, beliau adalah sosok yang diperselisihkan oleh para ulama dalam beberapa hal :
- Apakah beliau seorang nabi atau hamba Allah yang saleh? Pendapat Jumhur ulama bahwa beliau bukanlah nabi, dan ini merupakan pendapat yang sahih.([1])
- Tentang nasab beliau, apakah beliau putra saudarinya nabi Ayub u atau putra dari bibinya nabi Ayub u ada juga riwayat yang menyebutkan bahwa beliau hidup di zaman nabi Daud u namun secara umum para ulama sepakat bahwa beliau orang saleh yang hidup di zaman bani Israil.([2])
- Tentang pekerjaan beliau, ada yang berpendapat beliau adalah tukang kayu, ada pula yang berpendapat beliau adalah tukang jahit, ada juga yang berpendapat beliau adalah hakim di zaman nabi Daud, ada juga yang mengatakan bahwa beliau adalah seorang budak yang dimerdekakan oleh tuannya.([3])
Adapun fisik beliau maka kebanyakan ulama mengatakan bahwa beliau berkulit hitam, berhidung tidak mancung, memiliki bibir yang tebal([4]). Menunjukkan bahwa agama Allah ini adalah agama yang tidak rasis, tidak membedakan warna kulit. Dengan ciri fisik yang demikian beliau adalah sosok yang berhati bersih. Sebagaimana banyak orang-orang mulia yang berkulit hitam dalam agama Islam ini di antaranya Bilal bin Rabah h. Tentang hal ini Rasulullah ﷺ bersabda,
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ لاَ يَنْظُرُ إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat pada bentuk rupa dan harta kalian. Akan tetapi, Allah hanyalah melihat pada hati dan amalan kalian.”([5])
Maka hendaknya seseorang tidak terperdaya ketika selalu memperhatikan fisiknya namun lupa membersihkan kotoran-kotoran yang menodai hatinya.
Adapun الْحِكْمَةَ (hikmah) yang Allah berikan kepada Luqman adalah maka ada beberapa pendapat, diantaranya adalah “ilmu dan amal shaleh”([6]), atau “kebenaran dalam berakidah dan fikih serta akal” ([7]), atau “kata-kata bijak tentang hakikat-hakikat dengan perumpamaan-perumpamaan yang terindah” ([8]).
Disebutkan juga bahwa Luqman adalah sosok yang masyhur. Pada suatu hari Nabi ﷺ pernah bertemu seseorang yang bernama Suwaid bin Shamit, ketika itu ia datang ke Makkah untuk melaksanakan haji dan umrah, maka Rasulullah ﷺ pun menawarkan Islam kepadanya.
Ia berkata, فَلَعَلَّ الَّذِي مَعَكَ مِثْلُ الَّذِي مَعِي “Barangkali apa yang ada padamu sama seperti yang ada padaku.” Rasulullah ﷺ berkata, “Apa yang ada padamu?” Ia menjawab, مَجَلَّةُ لُقْمَانَ – يَعْنِي حِكْمَةَ لُقْمَانَ- “Hikmah Lukman.” Nabi ﷺ berkata, “Coba tunjukkan kepadaku.” Ia pun menunjukkan kepada Nabi ﷺ.
Rasulullah ﷺ berkata,
إنَّ هَذَا لَكَلَامٌ حَسَنٌ، وَاَلَّذِي مَعِي أَفَضْلُ مِنْ هَذَا، قُرْآنٌ أَنْزَلَهُ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيَّ، هُوَ هُدًى وَنُورٌ
“Sungguh ucapan ini baik dan apa yang ada padaku lebih baik dari ini. Al-Qur’an yang Allah turunkan kepadaku sebagai petunjuk dan cahaya.”
Kemudian beliau membacakannya dan mengajak orang itu untuk memeluk Islam. Tidak lama kemudian beliau berkata, “Sungguh ini perkataan yang baik”.
Namun setelahnya ia meninggalkan Nabi ﷺ dan kembali ke Madinah, hingga terbunuh ditangan suku Khazraj. Sebagian tokoh masyarakat kaumnya berkata, “Kami melihatnya bahwa ia terbunuh dalam statusnya sebagai seorang muslim.”([9])
Luqman telah diberikan Al-Hikmah oleh Allah ﷻ dan ini merupakan anugerah yang besar. Beliau tidak diberikan harta atau jabatan namun Allah berikan kepadanya ilmu yang menjadikan ia mulia. Tentunya yang demikian ini mewajibkan dirinya untuk senantiasa bersyukur kepada Allah ﷻ.
اَنِ اشْكُرْ لِلّٰهِ ۗوَمَنْ يَّشْكُرْ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِه
”Bersyukurlah kepada Allah! Dan barangsiapa bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri”
Allah memerintahkan untuk bersyukur atas nikmat yang Allah berikan agar Allah memberkahi nikmat tersebut dan untuk menambahkan karuniaNya([10]). Jadi jika seseorang bersyukur maka manfaatnya kembali kepada dirinya sendiri, dari sisi Allah akan berkahi dan tambahkan karuniaNya baginya, dan dari sisi pahala bersyukur yang akan dia dapatkan di akhirat kelak. Hal ini karena sesungguhnya Allah tidak butuh dengan amalan syukurnya tersebut. Allah ﷻ berfirman,
إنْ أَحْسَنْتُمْ أَحْسَنْتُمْ لِأَنْفُسِكُمْ
“Jika kalian berbuat baik, sesungguhnya kalian berbuat baik bagi diri kalian sendiri” (QS. Al-Isra:7)
Dalam hadits qudsi, Allah ﷻ juga berfirman,
يَا عِبَادِى لَوْ أَنَّ أَوَّلَكُمْ وَآخِرَكُمْ وَإِنْسَكُمْ وَجِنَّكُمْ كَانُوا عَلَى أَتْقَى قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ مِنْكُمْ مَا زَادَ ذَلِكَ فِى مُلْكِى شَيْئًا
“Wahai hamba-Ku, kalau orang-orang terdahulu dan yang terakhir di antara kalian, sekalian manusia dan jin, mereka itu bertaqwa seperti orang yang paling bertaqwa di antara kalian, tidak akan menambah kekuasaan-Ku sedikit pun”([11])
Semua bentuk ibadah termasuk di dalamnya adalah bersyukur kepada Allah ﷻ, maka akan kembali kepada orang yang mengamalkannya dan tidak akan sedikit pun menambah kekuasaan Allah ﷻ . Begitu pula ketika ia kufur nikmat, maka sesungguhnya Allah adalah Dzat yang tetap Maha kaya dan Maha terpuji dengan kemuliaan sifat-sifat-Nya. Jadi di akhir ayat ini Allah menggabungkan ke dua namanya الغَنِيُّ “Maha kaya” dan الْحَمِيْد“Maha terpuji” sehingga Allah maha kaya sekaligus maha terpujinya. Karena ada orang yang kaya namun tidak terpuji, dan ada orang yang terpuji namun tidak kaya([12]).
______________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 6/298
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 14/59
([3]) Lihat: Tafsir Tafsir As-Sam’ani 4/229
([4]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 6/298
([6]) Lihat Tafsir as-Sa’di hal 648
([7]) Lihat Tafsir al-Qurthubi 14/59 dan Tafsir Ibnu Áthiyah 4/347
([8]) Lihat at-Tahrir wa at-Tanwir 21/150
([9]) Lihat : Siroh Ibn Hisyam (1/427) dari periwayatan Ibnu Ishaq dengan shighoh tahdits, sehingga sanadnya dihasankan oleh Dr Akrom Dhiyaá al-Úmari (lihat As-Sirah an-Nabawiyah As-Shahihah 1/195)