23. فَأَجَآءَهَا ٱلْمَخَاضُ إِلَىٰ جِذْعِ ٱلنَّخْلَةِ قَالَتْ يَٰلَيْتَنِى مِتُّ قَبْلَ هَٰذَا وَكُنتُ نَسْيًا مَّنسِيًّا
fa ajā`ahal-makhāḍu ilā jiż’in-nakhlah, qālat yā laitanī mittu qabla hāżā wa kuntu nas-yam mansiyyā
23. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata: “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”.
Tafsir:
Maryam mengalami sakit yang luar biasa ketika Isa berada dalam rahimnya. Gerakan dan dorongan Isa kecil yang bergerak-gerak ingin keluar sangat terasa oleh sang ibu([1]). Saking dahsyatnya rasa sakit tersebut, Maryam terpaksa bersandar kepada pangkal pohon kurma. Dalam keadaan tersebutlah ia berkata:
﴿يَا لَيْتَنِي مِتُّ قَبْلَ هَٰذَا وَكُنْتُ نَسْيًا مَنْسِيًّا﴾
“”Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan”.”
Maryam teringat akan skandal yang akan ia bawa ketika berhadapan dengan kaumnya. Ia berharap dirinya bukanlah siapa-siapa dan bukan orang yang dikenal([2]), karena kenyataannya dia adalah wanita yang sangat dikenal kemuliaan dan kehormatannya oleh Bani Israil. Ia berangan-angan mati sebelum mengandung, karena seandainya pun ia mati dalam kondisi mengandung, maka celaan dan berbagai tuduhan tetap saja terarah padanya.
Para ulama([3]) menjelaskan bahwa pinta Maryam ini bukanlah merupakan keraguan akan janji Allah ﷻ, atau sikap protes akan takdir Allah ﷻ, akan tetapi merupakan kekhawatiran Maryam bahwa dirinya tidak akan sanggup menanggung ujian ini, yang akan menggoyahkan iman dan akidahnya. Permintaan kematian semacam ini juga diriwayatkan dari beberapa orang saleh lainnya.
Adapun hadits Nabi ﷺ,
لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمُ المَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ مُتَمَنِّيًا لِلْمَوْتِ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Janganlah kalian berangan-angan untuk mati lantaran musibah yang menimpanya. Kalau memang harus berangan-angan, hendaknya dia mengatakan, ‘Ya Allah ﷻ, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku.’”([4])
Dalam hadits ini Nabi ﷺ melarang seseorang meminta kematian karena ada mudharat (musibah/marabahaya) yang sedang menimpanya. Contohnya seseorang yang sedang sakit kemudian meminta kematian, ini yang dilarang oleh Nabi ﷺ, karena sikap tersebut mengesankan bahwa ia tidak terima dengan takdir Allah ﷻ.
Jangan sampai ketika ada musibah menimpa sesorang, dia tidak bersabar lalu berdoa “Ya Allah ﷻ matikan aku”. Melainkan ucapkanlah seperti apa yang telah Rasulullah SAW tuntunkan dalam hadits di atas. Serahkan semuanya pada Allah ﷻ, Yang lebih mengetahui mana yang lebih baik bagi kita, apakah kematian atau kah kehidupan.
Hal ini berbeda dengan yang dialami Maryam, yang menghadapi fitnah yang akan menggoyahkan akidahnya. Kekhawatiran Maryam bukanlah terkait rasa sakit yang menerpa fisiknya, melainkan terkait dengan kekuatan akidah dan imannya.
Permintaan semacam ini pernah diucapkan oleh Imam Al-Bukhori RH ketika beliau ditahzir oleh gurunya yaitu Muhammad bin Yahya Az-Zuhli RH. Az-Zuhli yang menuduh bahwa Imam Bukhari RH mengatakan bahwa Al-Quran adalah makhluk. Sehingga majlis Imam Bukhari yang tadinya penuh sesak, menjadi kosong melompong. Seluruh murid beliau RH meninggalkan majlisnya, kecuali satu muridnya yang setia, yaitu Imam Muslim RH. Imam Bukhari tidak kuat menghadapi fitnah ini, ia khawatir keikhlasan dan akidahnya akan goyah dengan ujian yang luar biasa ini, akhirnya beliau meminta kepada Allah ﷻ agar nyawanya segera dicabut. Allah ﷻ pun mengabulkan permintaannya, dan akhirnya tidak lama kemudian Imam Bukhari RH meninggal dunia.
_______
Footnote:
([1]) Lihat: Tafsir Al-Baydhowi 4/8
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 11/92