2. ذِكْرُ رَحْمَتِ رَبِّكَ عَبْدَهُۥ زَكَرِيَّآ
żikru raḥmati rabbika ‘abdahụ zakariyyā
2. (Yang dibacakan ini adalah) penjelasan tentang rahmat Tuhan kamu kepada hamba-Nya, Zakaria.
Tafsir:
Dalam ayat ini Allah ﷻ menyebutkan bagaimana perhatian, rahmat, dan kasih sayang Allah ﷻ kepada Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam, sebagai pengingat, motivasi, dan hiburan bagi Rasulullah ﷺ, bahwa Allah ﷻ sangat mengasihi dan memperhatikan wali-waliNya, baik dari kalangan nabi maupun hamba Allah ﷻ lainnya([1]).
Perhatikan bahwa Allah ﷻ menyebut Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam sebagai hamba-Nya. Hal ini adalah pujian kepada Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam, yakni berupa pernyataan dari Allah ﷻ bahwa Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam adalah hamba yang benar-benar sempurna dalam menjalankan ‘ubudiyyahnya kepada Allah ﷻ.
Lalu, rahmat apa yang Allah ﷻ berikan kepada Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam?
Rahmat tersebut berupa jawaban dari doa Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam. Allah ﷻ melanjutkan
Firman-Nya,
﴿إِذۡ نَادَىٰ رَبَّهُۥ نِدَآءً خَفِيّٗا ٣ قَالَ رَبِّ إِنِّي وَهَنَ ٱلۡعَظۡمُ مِنِّي وَٱشۡتَعَلَ ٱلرَّأۡسُ شَيۡبٗا وَلَمۡ أَكُنۢ بِدُعَآئِكَ رَبِّ شَقِيّٗا ٤ وَإِنِّي خِفۡتُ ٱلۡمَوَٰلِيَ مِن وَرَآءِي وَكَانَتِ ٱمۡرَأَتِي عَاقِرٗا فَهَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ وَلِيّٗا ٥ يَرِثُنِي وَيَرِثُ مِنۡ ءَالِ يَعۡقُوبَۖ وَٱجۡعَلۡهُ رَبِّ رَضِيّٗا ٦﴾
“…yaitu tatkala ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang isteriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi Engkau seorang putera yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya´qub; dan jadikanlah ia, ya Tuhanku, seorang yang diridhai.’” (QS. Maryam: 3-6)
Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam ketika itu sudah sangat tua. Beliau ‘Alaihissalam sadar bahwa ia akan wafat meninggalkan banyak orang, baik dari kalangan kerabat dekat maupun Bani Israil secara umum. Beliau ‘Alaihissalam akan membutuhkan seseorang yang bisa menggantikan tanggung jawab yang selama ini ia panggul atas mereka, baik berupa bimbingan kenabian atau pun penjagaan, sementara saat itu Beliau ‘Alaihissalam belum memiliki keturunan.
Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam sudah lama menginginkan keturunan, namun sampai usia tersebut Allah ﷻ belum memberikan keinginan tersebut kepadanya. Namun demikian, pada situasi yang menurut logika manusia tak mungkin lagi Beliau ‘Alaihissalam akan meraih keturunan, melihat kondisi istrinya yang mandul dan dirinya yang sudah sangat tua, tiba-tiba hatinya tergerak untuk meminta kepada Allah ﷻ sesuatu yang dipandang mustahil tersebut.
Hati Beliau ‘Alaihissalam tergerak setelah melihat sebuah karomah yang Allah ﷻ berikan kepada keponakannya yang berada di bawah pengasuhannya, yaitu Maryam, ibu dari Nabi Isa ‘Alaihissalam . Ibu Maryam adalah saudari kandung istri Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam([2]). Kisah karomah yang menginspirasi Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam ini Allah ﷻ sebutkan dalam firman-Nya,
﴿فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٖ وَأَنۢبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنٗا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّاۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيۡهَا زَكَرِيَّا ٱلۡمِحۡرَابَ وَجَدَ عِندَهَا رِزۡقٗاۖ قَالَ يَٰمَرۡيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَاۖ قَالَتۡ هُوَ مِنۡ عِندِ ٱللَّهِۖ إِنَّ ٱللَّهَ يَرۡزُقُ مَن يَشَآءُ بِغَيۡرِ حِسَابٍ ٣٧ هُنَالِكَ دَعَا زَكَرِيَّا رَبَّهُۥۖ قَالَ رَبِّ هَبۡ لِي مِن لَّدُنكَ ذُرِّيَّةٗ طَيِّبَةًۖ إِنَّكَ سَمِيعُ ٱلدُّعَآءِ ٣٨﴾
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariyya pemeliharanya. Setiap Zakariyya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati sudah ada makanan di sisinya. Zakariyya berkata: ‘Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?’
Maryam pun menjawab: ‘Makanan itu dari sisi Allah. Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab.’
Pada momen itulah Zakariyya berdoa kepada Tuhannya seraya berkata: ‘Ya Tuhanku, berilah aku dari sisi Engkau seorang anak yang baik. Sesungguhnya Engkau Maha Pendengar doa.’” (QS. Ali Imran 37-38)
Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam mendapati buah-buahan sudah tersedia di sisi Maryam, padahal tidak ada yang mengantarkannya kepadanya, dan terlebih lagi di saat itu bukanlah musim buah-buahan tersebut. Ketika musim dingin. Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam mendapati di sisi Maryam buah-buahan yang tidak muncul kecuali di musim panas, begitu juga sebaliknya([3]).
Dikisahkan bahwa Nabi Zakariyya ‘Alaihissalam berdoa ketika sedang shalat, dan doanya dikabulkan juga ketika Beliau ‘Alaihissalam sedang shalat. Allah ﷻ berfirman,
﴿فَنَادَتْهُ الْمَلَائِكَةُ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي فِي الْمِحْرَابِ أَنَّ اللَّهَ يُبَشِّرُكَ بِيَحْيَىٰ مُصَدِّقًا بِكَلِمَةٍ مِنَ اللَّهِ وَسَيِّدًا وَحَصُورًا وَنَبِيًّا مِنَ الصَّالِحِينَ﴾
“Kemudian Malaikat (Jibril) memanggil Zakariyya, sedang ia tengah berdiri melakukan shalat di mihrab (katanya): “Sesungguhnya Allah ﷻ menggembirakan kamu dengan kelahiran (seorang puteramu) Yahya, yang membenarkan kalimat (yang datang) dari Allah ﷻ, menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu) dan seorang Nabi termasuk keturunan orang-orang saleh”.” (QS. Ali Imran: 38)
Ini merupakan dalil bahwasanya shalat adalah ibadah yang agung dan shalat memanglah merupakan momen paling tepat untuk berdoa. Karenanya Syakhul Islam Ibnu Taimiyah RH berpendapat bahwa berdoa dalam shalat lebih baik dari pada berdoa setelah shalat -walaupun keduanya diperbolehkan-, terutama jika dipanjatkan ketika sujud dan di penghujung shalat, karena pada momen shalat seorang hamba masih terhubung dengan Allah ﷻ. Oleh karenanya Nabi ﷺ menganjurkan seseorang berdoa ketika sujud dan ketika menjelang salam, dan tidak didapati adanya anjuran dari beliau ﷺ untuk berdoa setelah salam. Hendaknya setiap kita memaksimalkan momen shalat yang berharga ini untuk berdoa sebaik-baiknya([4]). Bahkan Syaikh Ibnu Baz mengatakan bahwa dalam sujud kita boleh bersalawat kepada Nabi ﷺ kemudian meminta kepada Allah ﷻ.([5])
_______
Footnote:
([1]) Lihat: Tafsir As-Sa’di hal: 489
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 4/71
([3]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 4/71
لِأَنَّ الْمُصَلِّيَ يُنَاجِي رَبَّهُ. فَدُعَاؤُهُ لَهُ وَمَسْأَلَتُهُ إيَّاهُ وَهُوَ يُنَاجِيهِ أَوْلَى بِهِ مِنْ مَسْأَلَتِهِ وَدُعَائِهِ بَعْدَ انْصِرَافِهِ عَنْهُ
“Karena seorang yang shalat sejatinya sedang bermunajat kepada Rabbnya, maka berdoa kepada Allah sementara ia sedang bermunajat kepadaNya, tentu lebih utama daripada berdoa kepadaNya seusai bermunajat.” (Majmu’ Al-Fatawa 22/494)