48. قُلْ إِنَّ رَبِّى يَقْذِفُ بِٱلْحَقِّ عَلَّٰمُ ٱلْغُيُوبِ
qul inna rabbī yaqżifu bil-ḥaqq, ‘allāmul-guyụb
48. Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku mewahyukan kebenaran. Dia Maha Mengetahui segala yang ghaib”.
Tafsir :
Firman Allah ﷻ,
﴿ قُلْ إِنَّ رَبِّي يَقْذِفُ بِالْحَقِّ ﴾
“Katakanlah: “Sesungguhnya Tuhanku mewahyukan kebenaran”.
Kata القَذف maknanya adalah melempar dengan kuat([1]). Terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama berkaitan dengan penafsiran al-haq:
Pendapat pertama: Maksudnya adalah wahyu yang Allah ﷻ berikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan juga sebelumnya kepada para nabi yang lain. Allah ﷻ berfirman,
﴿ يُلْقِي الرُّوحَ مِنْ أَمْرِهِ عَلَى مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ لِيُنْذِرَ يَوْمَ التَّلَاقِ ﴾
“Yang mengutus Jibril dengan (membawa) perintah-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya, supaya dia memperingatkan (manusia) tentang hari pertemuan (hari kiamat).” (QS. Ghafir: 15)
Pendapat Kedua: Maksudnya adalah Allah ﷻ mengilhamkan kebenaran untuk menghancurkan kebatilan secara umum kepada siapa saja yang Allah ﷻ kehendaki, tidak terbatas kepada para nabi([2]). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Syekh Utsaimin rahimahullah. Terlebih lagi setelah ayat ini Allah ﷻ berfirman,
﴿ قُلْ جَاءَ الْحَقُّ وَمَا يُبْدِئُ الْبَاطِلُ وَمَا يُعِيدُ ﴾
“Katakanlah: “Kebenaran telah datang dan yang batil itu tidak akan memulai dan tidak (pula) akan mengulangi”.”
Ini menunjukkan haq dalam ayat ini maknanya umum tidak terbatas dengan wahyu. Akan tetapi, maknanya adalah kebenaran yang Allah ﷻ ilhamkan kepada sebagian hamba-Nya untuk menghancurkan kebatilan. Oleh karenanya di akhir ayat Allah ﷻ berfirman,
﴿ عَلَّامُ الْغُيُوبِ ﴾
“Dia Maha Mengetahui segala yang gaib.”
Yaitu jika Allah ﷻ mengilhamkan kebenaran kepada sebagian hamba-Nya untuk menghancurkan kebatilan, maka kebatilan tersebut akan sirna. Hal ini dikarenakan yang mengilhamkan kebenaran tersebut adalah Allah Yang Maha Mengetahui segala yang gaib. Allah Maha Mengetahui yang tersembunyi di hati-hati para pembawa kebatilan dan mengetahui syubhat yang ada di benak mereka([3]).
Oleh karenanya, ketika Allah ﷻ memberikan ilham kepada para ulama untuk membantah kebatilan, maka bantahan tersebut kokoh dan kuat. Hal ini dikarenakan yang mengilhamkan kebenaran tersebut adalah Allah ﷻ.
Konteks ayat ini adalah dialog antara Nabi Muhammad ﷺ dengan orang-orang kafir Quraisy. Allah ﷻ memerintahkan kepada Nabi Muhammad ﷺ untuk menyampaikan kebenaran yang akan menghancurkan kebatilan.
Sebagian ulama mengatakan bahwa terkadang Allah ﷻ mengilhamkan hidayah secara tiba-tiba. Yaitu seseorang tiba-tiba berubah dari kebatilan kepada haq atau dari kekufuran kepada keimanan. Kebatilan yang ada pada dirinya hilang karena hidayah yang Allah ﷻ berikan. Terkadang kebatilan tersebut hilang dengan cara yang sederhana, kemudian tiba-tiba hidayah datang dengan begitu cepat.
Wallahu a’lam, penulis lebih condong kepada pendapat kedua, yaitu kebenaran dalam ayat ini umum. Allah ﷻ mengilhamkan kepada hamba-Nya yang dikehendaki untuk menyampaikan kebenaran dan mengalahkan kebatilan.
Kata الْغُيُوبِ jamak dari الْغَيْب, dan secara umum al-ghaib ada dua:
Pertama: الْغَيْب المُطْلَق, ini berkaitan dengan masa depan. Tidak ada yang mengetahui hal ini kecuali Allah ﷻ. Akan tetapi, sebagian rasul dan malaikat Allah ﷻ kabarkan sebagian ilmu tentang masa depan.
Kedua: الْغَيْب النِّسْبِي, ini berkaitan dengan zaman sekarang dan masa lalu. Jika kita bicara tentang masa lalu, maka hal tersebut gaib bagi kita. Akan tetapi, bagi orang-orang terdahulu hal tersebut bukanlah hal yang gaib.
Juga hal yang berkaitan dengan masa sekarang. Bagi orang-orang terdahulu merupakan hal yang gaib. Akan tetapi, bagi kita hal ini bukanlah perkara yang gaib karena kita hidup di masa sekarang.
Demikian juga yang berkaitan dengan tempat. Kejadian-kejadian yang terjadi di luar negeri kita tidak tahu karena kita tidak berada di sana. Akan tetapi, bagi orang-orang yang berada di sana maka mereka tahu apa yang terjadi.
Inilah yang dimaksud dengan gaib nisbi, yaitu sebagian makhluk mungkin untuk mengetahuinya dan sebagian lainnya tidak mengetahuinya.
Contoh lain gaib nisbi adalah tentang jin dan malaikat. Kita tidak mengetahui tentang mereka dan apa yang mereka lakukan. Akan tetapi, bagi sesama mereka perkara ini bukanlah hal yang gaib.
Berbeda dengan gaib mutlak, seperti yang berkaitan dengan yang tercatat di lauhulmahfuz maka tidak ada yang tahu baik malaikat maupun nabi. Allah ﷻ hanya memberitahukan sebagian perkara yang akan terjadi di masa depan sebagai maslahat seperti menjadi bukti kebenaran seorang nabi atau sebagai pencatatan bagi para malaikat. Intinya, pada asalnya tentang masa depan adalah rahasia Allah ﷻ. Semuanya telah Allah ﷻ catat di lauhulmahfuz dan tidak ada yang tahu tentang isinya kecuali Allah ﷻ.
Oleh karenanya, ketika Allah ﷻ mengabarkan kepada para malaikat tentang sebagian yang terjadi di atas muka bumi maka mereka bertanya,
﴿ أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ﴾
“Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?”
Maka Allah ﷻ menjawab,
﴿ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ﴾
“Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Allah ﷻ juga berfirman,
﴿ إِنِّي أَعْلَمُ غَيْبَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَأَعْلَمُ مَا تُبْدُونَ وَمَا كُنْتُمْ تَكْتُمُونَ ﴾
“sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?” (QS. Al-Baqarah: 33)
Meskipun malaikat tahu sebagian masa depan bahwa para manusia akan menumpahkan darah dan melakukan kerusakan. Akan tetapi, lebih dari itu mereka tidak tahu.
Juga di zaman Nabi Sulaiman ‘alaihissalam para jin tidak tahu bahwa Nabi Sulaiman telah meninggal dunia. Seandainya mereka tahu, tentunya mereka akan meninggalkan pekerjaan mereka.
Jika para malaikat, para nabi, dan jin tidak mengetahui tentang masa depan, maka hal yang berkaitan dengan masa depan disebut dengan gaib mutlak. Jika ada yang mengaku telah mengetahui tentang gaib masa depan maka dia kafir. Allah ﷻ berfirman,
﴿ قُلْ لَا يَعْلَمُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ الْغَيْبَ إِلَّا اللَّهُ وَمَا يَشْعُرُونَ أَيَّانَ يُبْعَثُونَ ﴾
“Katakanlah: “Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah”, dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. An-Naml: 65) ([4])
Yaitu gaib yang mutlak tentang masa depan. Seperti kapan terjadinya hari kiamat tidak ada yang tahu. Ketika malaikat Jibril bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang hari kiamat, maka beliau menjawab,
«مَا الْمَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ»
“Yang ditanya tidaklah lebih tahu daripada yang bertanya.” ([5])
Juga Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
مَنْ أَتَى كَاهِنًا، أَوْ عَرَّافًا، فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ، فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ
“Barang siapa yang mendatangi dukun atau peramal lalu membenarkan apa yang dikatakannya maka dia telah kafir terhadap Al-Qur’an” ([6])
_______________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Utsaimin surah Saba’ hlm. 291.
([2]) Lihat: Tafsir Utsaimin surah Saba’ hlm. 291.
([3]) Lihat: Tafsir As-Sa’di hal 682