47. فَأْتِيَاهُ فَقُولَآ إِنَّا رَسُولَا رَبِّكَ فَأَرْسِلْ مَعَنَا بَنِىٓ إِسْرَٰٓءِيلَ وَلَا تُعَذِّبْهُمْ ۖ قَدْ جِئْنَٰكَ بِـَٔايَةٍ مِّن رَّبِّكَ ۖ وَٱلسَّلَٰمُ عَلَىٰ مَنِ ٱتَّبَعَ ٱلْهُدَىٰٓ
fa`tiyāhu fa qụlā innā rasụlā rabbika fa arsil ma’anā banī isrā`īla wa lā tu’ażżib-hum, qad ji`nāka bi`āyatim mir rabbik, was-salāmu ‘alā manittaba’al-hudā
47. Maka datanglah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dan katakanlah: “Sesungguhnya kami berdua adalah utusan Tuhanmu, maka lepaskanlah Bani Israil bersama kami dan janganlah kamu menyiksa mereka. Sesungguhnya kami telah datang kepadamu dengan membawa bukti (atas kerasulan kami) dari Tuhanmu. Dan keselamatan itu dilimpahkan kepada orang yang mengikuti petunjuk.
Tafsir:
“Sungguh, kami berdua adalah utusan Rabb-mu”, adalah isyarat pertama yang berusaha menyadarkan Fir’aun, bahwa dirinya bukanlah Tuhan.
Kemudian perhatikan ucapan wassalaamu alaa man-ittaba’al hudaa, yang artinya, keselamatan bagi siapa saja yang mengikuti petunjuk. Selain merupakan ucapan lembut dalam mendakwahi orang-orang kafir, para ulama menyebutkan bahwa ucapan salam ini boleh diucapkan kepada orang-orang kafir non muslim([1]). Ketika mengirimkan surat kepada Heraklius, Nabi ﷺ mengawali suratnya dengan ucapaan salam semacam ini kepadanya. Dan ucapan salam seperti ini tidak boleh diucapkan kepada sesama muslim, karena sejatinya orang muslim telah mendapatkan petunjuk, maka cukup ucapkan salam seperti biasa kepadanya.
_______
Footnote
([1]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir karya Thahir ibnu ‘Asyur 16/226