42. ٱذْهَبْ أَنتَ وَأَخُوكَ بِـَٔايَٰتِى وَلَا تَنِيَا فِى ذِكْرِى
iż-hab anta wa akhụka bi`āyātī wa lā taniyā fī żikrī
42. Pergilah kamu beserta saudaramu dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku.
Tafsir:
Dalam ayat ini Allah ﷻ menegaskan bahwa perintah untuk datang kepada Fir’aun berlaku kepada keduanya, tidak hanya berlaku kepada Nabi Musa AS saja, akan tetapi juga berlaku kepada nabi Harun AS.
Para ulama berbeda pendapat tentang penentuan tanda-tanda kekuasaan yang Allah SWT sebutkan dalam ayat ini,
Pendapat pertama, bahwa yang dimaksud adalah dua mukjizat yang telah disebutkan pada ayat sebelumnya, yaitu tongkat yang berubah menjadi ular dan tangan yang bisa mengeluarkan cahaya. Dan dua adalah bentuk jamak (plural) yang paling minimal, sehingga sah saja Allah SWT menyebut keduanya dengan bentuk plural (الآيات).
Pendapat kedua, bahwa yang dimaksud adalah sembilan mukjizat-mukjizat Nabi Musa AS yang telah Allah ﷻ sebutkan pada surat-surat yang lain([1]). Allah ﷻ berfirman,
﴿وَلَقَدْ آتَيْنا مُوسى تِسْعَ آياتٍ بَيِّناتٍ﴾
“Dan sungguh, Kami telah memberikan kepada Musa sembilan mukjizat yang nyata.” (QS. Al-Isra’: 101)
Pendapat ketiga: Bahwa meskipun yang disebutkan pada ayat-ayat sebelumnya hanya dua mukjizat, akan tetapi sejatinya ia telah mewakili banyak mukjizat. Mukjizat yang berupa tongkat, selain ia mampu berubah menjadi ular yang besar, ular tersebut juga mampu bergerak-gerak dengan cepat lalu memakan ular-ular yang lain, kemudian ia dapat seketika kembali berubah menjadi tongkat seperti sedia kala, dan semuanya dengan izin Allah SWT berada di bawah kendali Nabi Musa AS. Pada momen lainnya, tongkat tersebut dipukulkan kepada batu, kemudian batu tersebut mengeluarkan air. Pada momen lainnya lagi, tongkat tersebut dipukulkan kepada air laut, maka lautan tersebut pun terbelah, dan ketika tongkat tersebut dipukulkan kembali, lautan tersebut pun tertutup kembali. Demikian juga halnya dengan mukjizat berupa tangan yang putih, bercahaya, lalu kembali normal seperti semula dalam waktu yang singkat. Ini semua adalah sekian banyak mukjizat yang bercabang dari dua mukjizat yang disebutkan([2]).
Ketiga pendapat di atas sama-sama dapat diterima, wallaahu a’lam.
Kemudian Allah SWT mengingatkan, agar jangan sampai Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS terlalaikan dari mengingatNya. Ini menunjukkan bahwa seorang manusia -termasuk pada nabi dan para da’i- bisa saja suatu saat terlalaikan dari mengingat Allah ﷻ, terutama pada situasi yang genting, seperti yang akan dihadapi oleh Nabi Musa AS dan Nabi Harun AS ketika menghadapi Fir’aun. Oleh karenanya, Allah ﷻ mengingatkan kepada mereka agar jangan sampai terlalaikan dari mengingatNya, terutama pada situasi-situasi yang genting.
Ayat ini juga menegaskan bahwa mengingat Allah ﷻ adalah kunci yang dapat membuka segala kesulitan, dan bahwa hendaklah seorang hamba mengiringi setiap amal saleh dan kegiatan baik yang ia lakukan dengan berzikir dan mengingat Allah SWT, karena itulah faktor utama yang akan membuat segala urusannya dipermudah dan diberkahi oleh Allah SWT([3]). Allah SWT berfirman,
﴿فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوا لِي وَلَا تَكْفُرُونِ﴾
“Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (QS. Al-Baqarah: 152)
Ayat ini sangat menegaskan urgensi mengiringi setiap amal saleh dengan zikir dan mengingat Allah SWT. Perhatikanlah bagaimana Allah ﷻ tetap mengingatkan hal ini kepada Nabi Musa dan Nabi Harun, padahal sebelumnya Nabi Musa AS telah menyatakan,
﴿كَيْ نُسَبِّحَكَ كَثِيراً. وَنَذْكُرَكَ كَثِيراً. إِنَّكَ كُنْتَ بِنا بَصِيراً﴾
“Agar kami banyak bertasbih kepada-Mu, dan banyak mengingat-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Melihat (keadaan) kami.” (QS. Thaha: 33-35)
_______
Footnote
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 11/198