5. وَٱلَّذِينَ سَعَوْ فِىٓ ءَايَٰتِنَا مُعَٰجِزِينَ أُو۟لَٰٓئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مِّن رِّجْزٍ أَلِيمٌ
wallażīna sa’au fī āyātinā mu’ājizīna ulā`ika lahum ‘ażābum mir rijzin alīm
5. Dan orang-orang yang berusaha untuk (menentang) ayat-ayat Kami dengan anggapan mereka dapat melemahkan (menggagalkan azab Kami), mereka itu memperoleh azab, yaitu (jenis) azab yang pedih.
Tafsir :
Dalam ayat ini Allah ﷻ menjelaskan tentang orang-orang yang berusaha keras untuk memadamkan cahaya ayat-ayat yang telah Allah turunkan. Di antaranya dengan cara membatalkan pendalilan Al-Qur’an. Mereka menuduh Rasulullah ﷺ dengan berbagai macam tuduhan, mereka mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah sihir, mereka berkata tentang Rasulullah ﷺ bahwa beliau adalah kahin (dukun), penyihir, dan penyair. Sampai-sampai disebutkan bahwa mereka berunding untuk memberikan gelar yang tepat untuk Rasulullah ﷺ demi menggagalkan dakwah beliau ﷺ.
Disebutkan bahwa Abu Jahl pernah datang kepada Al-Walid bin Mughirah memintanya memberikan gelar yang pas untuk Muhammad ﷺ dan setelah berdiskusi ia memutuskan bahwa gelar yang tepat bagi beliau adalah gelar penyihir([1]). Hal ini karena jika dikatakan sebagai penyair maka Al-Qur’an yang beliau bawakan bukanlah syair. Gelar sebagai kahin (dukun) juga tidak pas karena beliau tidak pernah meniup jampi-jampi layaknya seorang dukun. Disebut sebagai orang gila juga tidak tepat karena mereka tahu bahwa Muhammad ﷺ tidak gila. Pada akhirnya mereka memutuskan untuk menyematkan gelar penyihir kepada beliau karena seorang penyihir yang biasanya memisahkan antara seorang suami dengan istrinya, dengan sihir ia juga bisa memisahkan antara seorang ayah dengan anaknya, kakak dengan adiknya dan ini menurut mereka sama dengan yang dilakukan oleh Rasulullah ﷺ .
Di antara usaha mereka untuk mematahkan pendalilan Al-Qur’an adalah pengingkaran mereka terhadap hari kebangkitan dengan logika-logika mereka. Mereka mengatakan bahwa mana mungkin tubuh yang sudah menjadi tulang belulang akan kembali hidup. Mereka juga berusaha menyebarkan akidah-akidah yang menyimpang dan ini berlanjut sampai sekarang di mana mereka menyebarkannya keraguan lewat ajaran-ajaran Islam liberal. Mereka juga berusaha melemahkan ajaran-ajaran Islam melalui syahwat. Sehingga ketika seorang muslim telah disibukkan dengan syahwatnya maka ia akan lalai dengan akhiratnya, bahkan syahwat seseorang dapat menyetir seseorang kepada akidah yang salah. Sebagian ulama menjelaskan terkait hal ini, kenapa orang-orang musyrikin Arab dahulu enggan beriman dengan hari kebangkitan? Karena mereka tidak ingin dihisab mereka ingin hidup bebas di muka bumi. Jika mereka beriman dengan yang di bawa oleh Rasulullah ﷺ niscaya syahwat mereka akan terbelenggu dalam kehidupan ini. Oleh karenanya jika orang beriman telah terjebak dalam syahwat maka suatu saat dapat mempengaruhi akidah mereka karena syahwat menggiring seseorang untuk memilih pendapat yang sesuai dengan seleranya.
Syekh Utsaimin ketika menjelaskan ayat ini beliau mengatakan bawah ketika Allah ﷻ mencela orang-orang yang berusaha melemahkan ayat-ayat Allah berarti pemahaman sebaliknya (mafhum mukhalafah) Allah akan memuji orang-orang yang berusaha untuk memperjuangkan ayat-ayat Allah ﷻ.([2])
Adapun balasan bagi mereka yang berusaha melemahkan ayat-ayat Allah maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam azab-Nya yang sangat pedih.
__________________
Footnote :
([1]) Lihat kembalit Tafsir At-Taysir juz 29 pada surah al-Muddattsir ayat 18-25
([2]) Dalam hal ini beliau berkata,
“سَبَقَتْ لَنَا فِي قَوَاعِدِ التَّفسِبرِ “إِنَّهُ إِذَا نُهِيَ عَنْ شَيءٍ فَهُوَ أَمرٌ بِضِدِّهِ”
“Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam kaidah tafsir disebutkan ‘Jika disebutkan tentang larangan berbuat sesuatu maka terdapat padanya perintah untuk melakukan lawan dari larangan tersebut’ ” [Tafsir al-Utsaimin surat Saba’ hlm. 56]