1. قٓ ۚ وَٱلْقُرْءَانِ ٱلْمَجِيدِ
qāf, wal-qur`ānil-majīd
1. Qaaf Demi Al Quran yang sangat mulia.
Tafsir :
Huruf ق berbeda dengan قاف. Jika ق adalah sebuah huruf, maka قاف adalah seperti sebuah nama. Jika demikian, apakah tafsiran ق? Kata ق secara umum tidak bisa ditafsirkan karena dia adalah huruf, karena huruf tidak memiliki makna. Adapun makna baru bisa diketahui dari suatu kata yang tersusun atas beberapa huruf. Maka selama huruf tersebut tidak tersusun menjadi sebuah kata maka tidak bisa ditafsirkan karena tidak ada maknanya. Oleh karenanya kalau kita membuka buku-buku tafsir, ada dua metode penafsiran di kalangan para ulama tentang penafsiran huruf ق ini.
Metode pertama, tidak menafsirkan. Pendapat yang paling benar adalah huruf ق tidaklah ditafsirkan. Huruf ق datang sebagai pembuka surah yang disebut dengan huruf Al-Muqatha’ah, yaitu huruf yang terputus-putus sebagai peringatan bagi kaum musyrikin bahwasanya Alquran ini turun dalam bahasa Arab (bahasa mereka), akan tetapi mereka tidak bisa mendatangkan yang semisal dengan Alquran. Ini menunjukkan bahwa Alquran adalah mukjizat dari Allah Subhanahu wa ta’ala. Yang lebih menakjubkan lagi, sebagian Ahli Tafsir mengatakan bahwa orang-orang Arab tahu bagaimana metode penulisan surat dari seorang bawahan kepada atasannya. Akan tetapi mereka tidak tahu bagaimana metode Tuhan kepada manusia. Oleh karenanya mereka kaget dengan metode ini, karena mereka tidak pernah menemukan metode ini sebelumnya. Mereka kaget ketika Allah Subhanahu wa ta’ala berbicara kepada mereka dengan metode yang baru dengan menurunkan ayat-ayat dengan huruf-huruf Al-Muqatha’ah yang menarik perhatian mereka. Oleh karenanya yang benar adalah huruf ق tidak ditafsirkan karena dia sebagai huruf dan bukan sebagai nama yang bermakna([1]). Hal ini sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ
“Nun. Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.” (QS. Al-Qalam : 1)
Huruf ن dalam ayat ini tidak bisa ditafsirkan karena dia sebagai huruf. Adapun agar memiliki makna maka dia harus menjadi kata seperti وَذَا النُّونِ yang artinya sebutan bagi Nabi Yunus ‘alaihissalam.
Adapun hikmah huruf-huruf seperti ini adalah dalam rangka untuk menjelaskan bahwasanya Alquran adalah firman Allah Subhanahu wa ta’ala yang turun dalam bahasa Arab yang digunakan oleh orang-orang musyrikin, akan tetapi mereka tidak mendatangkan yang seperti Alquran. Oleh karenanya kebanyakan surah yang dibuka dengan huruf-huruf Al-Muqatha’ah, setelah itu Allah Subhanahu wa ta’ala biasanya menyebutkan tentang Alquran. Di antaranya Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
يس، وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ
“Yasin, Demi Alquran yang penuh hikmah.” (QS. Yasin : 1-2)
ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ
“Qaaf. Demi Alquran yang mulia.” (QS. Qaaf : 1)
طه، مَا أَنْزَلْنَا عَلَيْكَ الْقُرْآنَ لِتَشْقَى
“Thaha. Kami tidak menurunkan Alquran ini kepadamu (Muhammad) agar engkau menjadi susah.” (QS. Thaha : 1-2)
Demikian juga firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
الم، ذَلِكَ الْكِتَابُ لَا رَيْبَ فِيهِ هُدًى لِلْمُتَّقِينَ
“Alif Lam Mim. Kitab Alquran ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah : 1-2)
Metode Kedua, mencoba menafsirkan. Terdapat banyak dalam buku tafsir seperti Al-Qurthubi, Ath-Thabari, dan yang lainnya terutama Tafsir Bilma’tsur yang mendatangkan riwayat-riwayat dari para salaf bahwa banyak para salaf menafsirkan ق sebagai nama gunung yang meliputi gunung. Disebutkan bahwa bumi ini dikelilingi oleh gunung-gunung yang disebut sebagai Qaaf. Akan tetapi tafsiran ini dibantah oleh Ibnu Katsir rahimahullah dan juga oleh Thahir Ibnu ‘Asyur dengan bantahan dari beberapa sisi.
- Bantahan pertama adalah Qaaf tidak ditulis sebagai nama dengan قاف, melainkan ditulis sebagai huruf dengan ق sehingga tidak memiliki makna.([2])
- Bantahan kedua adalah para salaf dikenal mengambil pendapat dari kisah Israiliyat, yaitu tafsiran dari Ahli Kitab (kisah-kisah dari Bani Israil), namun riwayatnya dhaif. Adapun sikap kita terhadap kisah Israiliyat, maka bisa kita jelaskan melalui penjabaran riwayat-riwayat Israiliyat berikut.
- Riwayat dhaif atau maudhu
Jika riwayat-riwayat yang datang dari Bani Israil adalah dhaif maka tidak perlu dibahas. Dan banyak riwayat yang datang dari para salaf yang menafsirkan dengan kisah Israiliyat namun ternyata sanadnya lemah. Dan di antara riwayat-riwayat tersebut adalah riwayat yang berkaitan dengan surah Qaaf, yaitu sebuah nama gunung yang meliputi bumi.
- Riwayatnya sahih
- Sesuai dengan syariat Islam. Kisah yang riwayatnya sahih dan sesuai dengan syariat Islam maka bisa dipakai dalam menafsirkan sebuah ayat.
- Bertentangan dengan syariat Islam. Contoh dalam hal ini adalah ungkapan orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala letih pada hari ketujuh setelah enam hari menciptakan langit dan bumi. Karena pendapat mereka ini bertentangan dengan syariat maka kisahnya ditolak meskipun riwayatnya sahih.
- Tidak dibenarkan dan tidak disalahkan oleh syariat Islam. Ada kisah-kisah dari Bani Israil (kisah Israiliyat) yang tidak dibenarkan oleh syariat Islam dan tidak pula didustakan. Ibnu Katsir rahimahullah membagi poin ini menjadi dua,
- Kisah yang masuk akal. Adapun kisah yang masuk akal, maka inilah yang dimaksud dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلاَ حَرَجَ
“Dan sampaikanlah kisah dari Bani Israil dan itu tidak mengapa.”([3])
لا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الكِتَابِ وَلا تُكَذِّبُوهُمْ
“Jangan kalian benarkan Ahli Kitab dan jangan kalian dustakan.”([4])
- Kisah yang tidak masuk akal. Adapun kisah-kisah yang tidak masuk akal maka wajib ditolak. Demikianlah tafsiran huruf ق yang dikatakan sebagai nama gunung-gunung yang meliputi bumi itu ditolak karena tafsiran tersebut tidak masuk akal karena kenyataannya kita tidak melihat bumi dikelilingi oleh gunung.
Oleh karenanya Ibnu Katsir rahimahullah menyebutkan bahwa tafsiran nama Qaaf merupakan nama gunung yang meliputi itu tidak benar, dan tidak boleh menafsirkannya demikian.
- Bantahan ketiga adalah meskipun riwayat yang menyebutkan hal tersebut sahih, akan tetapi menjadi kontradiktif dengan sebagian riwayat para salaf yang lain.([5])
Tidak benar pula ketika kita mengatakan bahwa ق termasuk dalam ayat-ayat mutasyabihat([6]). Karena di dalam Alquran tidak ada yang namanya ayat-ayat yang benar-benar tidak diketahui maknanya oleh semua orang. Dan Alquran pasti isinya bisa dipahami, karena Alquran diturunkan untuk ditadaburi. Oleh karenanya tidak ada ayat mutasyabihat yang mutlaq yang tidak ada seorang pun yang tahu maknanya. Yang ada adalah ayat mutasyabihat yang nisbi, yaitu ada sebagian orang yang mengetahui maknanya, dan sebagian orang tidak mengetahui. Tentunya yang mengetahui maknanya adalah mereka yang dalam ilmunya (الرَّاسِخُوْنَ فِي الْعِلْمِ).
Kemudian setelah itu Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ
“Demi Alquran yang mulia.”
Huruf و dalam ayat ini merupakan huruf qasam, dimana orang-orang Arab menggunakan huruf-huruf qasam untuk bersumpah. Artinya disini Allah Subhanahu wa ta’ala bersumpah atas nama Alquran.
Kata الْمَجِيدِ dalam bahasa Arab berasal dari الْمَجْدُ yang maknanya adalah وَاسِعٌ (luas). Maka para ulama mengatakan bahwa maksud وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ ini adalah Alquran itu lafal dan maknanya sangat agung dan luas, sehingga banyak sekali keberkahannya, juga mengandung berbagai macam wejangan dan nasihat, serta maknanya juga sangat dalam. Dan bagaimana mungkin Alquran tidak agung, sedangkan ia adalah firman Tuhan pencipta alam semesta Yang Maha Agung.([7])
_________________
Footnote :
([1]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 7/394
([2]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 26/276
([5]) Lihat: Tafsir Ibnu Katsir 7/394
([6]) Hal ini karena ق adalah huruf sehingga tidak perlu ditafsirkan, karena huruf tidak memiliki makna hingga terangkai dengan yang lain untuk tersusun sebagai kata yang bermakna.