27. فَقَرَّبَهُۥٓ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ
fa qarrabahū ilaihim, qāla alā ta`kulụn
27. Lalu dihidangkannya kepada mereka. Ibrahim lalu berkata: “Silahkan anda makan”.
Tafsir :
Pelayanan beliau dalam menjamu tamunya tidak hanya dengan menghidangkan daging anak sapi yang telah dipanggang. Namun, beliau menghadirkannya dan diletakkan tepat di hadapan tamu-tamunya. Hal itu dilakukan oleh beliau dengan tujuan untuk menghilangkan perasaan sungkan yang ada dalam diri mereka. Lain halnya jika sang tamu dipanggil menuju tampan makanan atau ke ruang makan, maka bisa jadi ada rasa malu yang muncul darinya([1]).
Karena dengan adanya jamuan yang dekat dan berada di hadapan tamu menjadikan mereka tidak bersusah payah dalam menyantap makanan yang telah dihidangkan. Sebaliknya, jika makanan yang telah dihidangkan untuk tamu berada di tempat yang jauh, kemudian dipersilahkan untuk menyantapnya oleh pemilik rumah, terkadang akan menimbulkan perasaan malu dan sungkan bagi tamu.([2])
Ini menjadi kebiasaan orang arab sejak dahulu hingga sekarang. Ketika mereka dalam suatu acara bersama. Yang mereka hidangkan adalah seekor kambing besar yang telah dipanggang. Lalu, hidangan tersebut diletakkan di hadapan orang-orang yang dijamunya, lalu dipotongkan sebagian daging tersebut dan diletakkan di hadapan masing-masing orang yang berada pada jamuan tersebut. Jadi, hal itu membuat mereka tidak merasa malu untuk menyantap makanan tersebut. Apabila daging yang berada di hadapan mereka habis, maka akan dipotongkan lagi oleh tuan rumah lalu ia meletakannya dihadapan para tamu agar disantap dan begitu seterusnya. Begitulah cara mereka dalam memuliakan tamu.
Demikian yang telah dilakukan oleh Nabi Ibrahim. Beliau menyajikan dan mendekatkan hidangan itu di dekat mereka. Tidak hanya itu, bahkan beliau mempersilahkannya di hadapan mereka agar disantap.
قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ
“Ibrahim berkata, “Mengapa tidak kamu makan.”
Begitu sempurna bentuk pemuliaan Nabi Ibrahim kepada tamu-tamunya. Dan ternyata, mereka tidak memakan jamuan beliau; karena mereka adalah para malaikat. Dan saat itulah beliau mengetahui bahwa para tamu yang datang kepada beliau adalah para malaikat([3]). Diantara sifat malaikat adalah tidak butuh makan. Disebutkan dalam firman Allah,
فَلَمَّا رَأى أَيْدِيَهُمْ لا تَصِلُ إِلَيْهِ نَكِرَهُمْ وَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قالُوا لا تَخَفْ إِنَّا أُرْسِلْنا إِلى قَوْمِ لُوطٍ
“Maka ketika dilihatnya tangan mereka tidak menjamahnya, dia (Ibrahim) mencurigai mereka, dan merasa takut kepada mereka. Mereka (malaikat) berkata, “Jangan takut, sesungguhnya kami diutus kepada kaum Luth.” (QS. Hud: 70)
_________________
Footnote :
([1]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 26/359.