9. يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ
yu`faku ‘an-hu man ufik
9. dipalingkan daripadanya (Rasul dan Al-Quran) orang yang dipalingkan.
Tafsir :
Maksud dari ayat ini adalah orang-orang musyrikin dipalingkan dari kebenaran. Mereka dipalingkan dari memahami Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an selalu dibacakan oleh Nabi dan para sahabat. Disamping itu, Al-Qur’an juga berbahasa arab, yang mereka mengerti dengan baik bahasa tersebut. Seandainya Al-Qur’an dibacakan, tentu mereka lebih paham dari pada banyak orang Islam yang tidak bisa berbahasa Arab, karena kaum musyrikin Arab paham betul tentang keindahan dan penunjukan kata-kata dalam bahasa arab. Akan tetapi, dengan kelebihan itu semua, mereka dipalingkan dari kebenaran. Sehingga mereka tidak mau beriman dengan Al-Qur’an.
Maka dari itu, antara mereka sering kali saling saling berwasiat agar jangan sampai mendengar al-Qurán, sebagaimana Allah sebutkan di dalam firmanNya,
وَقالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لا تَسْمَعُوا لِهذَا الْقُرْآنِ وَالْغَوْا فِيهِ لَعَلَّكُمْ تَغْلِبُونَ
“Dan orang-orang yang kafir berkata, “Janganlah kamu mendengarkan (bacaan) Al-Qur’an ini dan buatlah kegaduhan terhadapnya, agar kamu dapat mendominasinya.” (QS. Fushshilat: 26)
Artinya ada sesuatu yang benar-benar nyata berada di atas kebenaran, namun mereka tidak beriman. Karena, sejatinya mereka telah dipalingkan. Hal ini sangat benar adanya dan sudah menjadi suatu kejadian yang nyata terjadi pada seseorang. Dia telah mengetahui bahwa ada sesuatu hal yang merupakan kebenaran, akan tetapi hatinya dipalingkan dan tidak mau beriman. Begitulah sikap orang-orang kafir terhadap Rasulullah, ([1])
يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ
“Dipalingkan darinya (Al-Qur’an dan Rasul) orang yang dipalingkan.”
Sebagian ulama mengatakan kata ganti (عَنْهُ) “dari-nya” bermakna ‘dari Al-Qur’an’. Artinya mereka dipalingkan dari beriman kepada Al-Qur’an. Ada juga ulama yang menafsirkannya ‘dari Nabi Muhammad’. Artinya mereka benar-benar tahu tentang kebenaran Nabi Muhammad dan apa yang dibawanya. Bahwa beliau adalah pribadi yang jujur, bahkan mereka memberikan gelar Al-Amin. Seandainya, beliau mau mengikuti kemauan mereka, tentu beliau-lah yang akan menjadi pemimpin di negeri Mekah dan kabilah Quraisy. Mereka tahu nasab beliau yang mulia, kakek beliau yang merupakan penguasa Makkah, kejujurannya dan semuanya menunjukkan kesempurnaan pada diri Nabi Muhammad. Akan tetapi, mereka dipalingkan dari beriman kepada beliau.([2])
Kondisi mereka ini mirip dengan kondisi orang-orang munafik. Sejatinya, tidak ada yang kurang bagi mereka, seluruh sebab-sebab untuk beriman telah hadir di hadapan mereka. Mereka hidup di zaman Nabi, melihat diri dan akhlak beliau, mendengar shalat dan khutbah beliau dan melihat langsung mukjizat yang dimiliki oleh beliau. Akan tetapi, mereka sama sekali tidak beriman kepada beliau.
يُؤْفَكُ عَنْهُ مَنْ أُفِكَ
“Dipalingkan darinya (Al-Qur’an dan Rasul) orang yang dipalingkan.”
Hal ini menunjukkan bahwa hidayah hanya ada di tangan Allah. Mungkin seorang muslim akan berpikir, “Bagaimana mungkin ada seseorang yang melihat Nabi dengan mata kepalanya sendiri, namun dia tidak beriman kepada beliau?”. Namun inilah yang terjadi terhadap orang-orang munafik dan orang-orang musyrik. ([3])
____________________
Footnote :
([1]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir Li Ibnu ‘Asyur 26/343.
([2]) Lihat: Tafsir Ibnu ‘Athiyyah 5/173 dan Tafsir Al-Qurthubiy 17/33.