23. كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِٱلنُّذُرِ
każżabaṡ ṡamụdu bin-nużur
23. Kaum Tsamudpun telah mendustakan ancaman-ancaman (itu).
Tafsir :
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa kata النُّذُرُ bisa bermakna pembawa peringatan atau peringatan-peringatan secara umum. Namun dalam ayat ini, yang dimaksud النُّذُرُ adalah (jamak dari النَّذِيْرُ) yaitu para pembawa peringatan yaitu para Nabi, sehingga makna ayat ini adalah kaum Tsamud telah mendustakan Nabi mereka yaitu Nabi Shalih ‘alaihissalam.
Penggunaan kata النُّذُرُ menunjukkan bahwa kaum Tsamud telah mendustakan Rasul-Rasul Allah. Hal ini dikarenakan setiap kaum yang mendustakan satu Rasul maka sama saja mereka telah mendustakan seluruh para Rasul([1]). Oleh karena itu, sama halnya bagi orang-orang Nasrani, ketika mereka mendustakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka itu berarti mereka telah mendustakan Nabi Isa, Nabi Musa, dan Nabi yang lainnya, karena setiap Nabi mengabarkan tentang Nabi terakhir. Adapun orang Islam tidak membedakan antara satu Nabi dengan Nabi yang lain, dan beriman kepada seluruh para Nabi dan Rasul. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِهِ
“(Mereka berkata), ‘Kami tidak membeda-bedakan seorang pun dari rasul-rasul-Nya’.” (QS. Al-Baqarah : 285)
Kaum Tsamud adalah kaum yang muncul setelah kaum ‘Ad, bahkan kaum Tsamud masih merupakan keturunan dari kaum ‘Ad. Letak tempat kaum Tsamud adalah di Madain Shaleh, di sebuah kota sekarang yang bernama al-Úlaa (yang merupakan salah satu kabupaten yang ada di propinsi Madinah), posisinya kurang lebih 300 km sebelah utara kota al-Madinah al-Munawwarah.
__________________
Footnote :