54. وَحِيلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَا يَشْتَهُونَ كَمَا فُعِلَ بِأَشْيَاعِهِم مِّن قَبْلُ ۚ إِنَّهُمْ كَانُوا۟ فِى شَكٍّ مُّرِيبٍۭ
wa hīla bainahum wa baina mā yasytahụna kamā fu’ila bi`asy-yā’ihim ming qabl, innahum kānụ fī syakkim murīb
54. Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) dalam keraguan yang mendalam.
Tafsir :
Terdapat perbedaan penafsiran berkaitan dengan firman Allah ﷻ وَحِيلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَا يَشْتَهُونَ ‘Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka inginkan’:
Pertama: Maksudnya mereka terhalangi dari segala kenikmatan, kenyamanan, berkumpul dengan anak-anak, dan lainnya([1]). Mereka terhalangi disebabkan kekufuran yang mereka lakukan di dunia, sehingga di akhirat mereka tidak bisa merasakan kelezatan. Ini adalah penafsiran dari Syekh as-Sa’di.
Kedua: Maksudnya mereka ingin beriman namun mereka terhalangi. Ini adalah penafsiran Syekh Utsaimin. ([2])
Hubungan antara Syekh as-Sadi dan Syekh Utsaimin adalah hubungan antara guru dan murid. Akan tetapi, mereka berbeda pandangan dalam penafsiran ini. Perbedaan antara guru dan murid adalah hal yang biasa. Juga bukan berarti ketika murid menyelisihi guru menunjukkan bahwa murid merendahkan guru.
Sangat banyak ulama terdahulu yang menyelisihi gurunya, seperti Imam Syafii yang menyelisihi Imam Malik dan Muhammad bin al-Hasan asy-Syaibani, imam Ahmad yang menyelisihi Imam Syafii dan lainnya. Tidak ada konsekuensi penyelisihan mereka terhadap guru bahwa mereka tidak menghormati guru mereka. Jika dibangun di atas ilmu, saling menghormati di antara mereka, dan tidak merendahkan yang lainnya maka ini tidak mengapa.
Yang membuat mereka terhalangi dari keimanan adalah syahwat, syubhat, hasad, dengki, dan kesombongan. Di dalam ayat ini tidak disebutkan apa yang menghalangi mereka sehingga kita bisa menafsirkannya secara umum. Sebagaimana kaidah dalam tafsir bahwa objek/subjek jika tidak disebutkan memberikan faedah umum.
Sesungguhnya orang-orang sebelum mereka pun terhalang dari keimanan, bukan hanya orang-orang kafir Quraisy. Hal ini dikarenakan mereka berada di dalam keraguan yang mendalam. Ini merupakan dalil bahwasanya keraguan terhadap agama Islam merupakan kekufuran. Maka hendaknya kita berhati-hati, karena iman adalah sesuatu yang harus kokoh.
Sekarang ini banyak sekali syubhat yang tersebar yang bisa membuat orang ragu terhadap keislamannya. Iblis tidak membuat seseorang keluar dari agamanya secara langsung, namun dia hanya membuat seseorang ragu terhadap agamanya. Seperti orang-orang liberal yang melontarkan syubhat bahwa kebenaran bukan hanya pada agama Islam, namun semua agama juga sama. Sehingga dia pun ragu terhadap agamanya sendiri. Ketika dia ragu terhadap agamanya sendiri maka ini telah cukup untuk mengeluarkan dia dari agama Islam.
Dalam agama Islam memang ada toleransi dalam beragama. Masing-masing memiliki keyakinannya. Jangan sampai kita harus meyakini apa yang diyakini agama lain. Hukum asal dalam beragama adalah eksklusivisme bukan pluralisme. Agama Nasrani, Yahudi, dan lainnya sudah pasti meyakini bahwa agamanyalah yang paling benar. Lalu kemudian tiba-tiba datang Islam meyakini semua agama benar? Ini merupakan kebodohan yang biasa didengungkan oleh orang-orang liberal.
Tidak ada agama lain yang merasa sama dengan Islam, buktinya ada kristenisasi. Bahkan jika ada keluarga mereka yang masuk Islam maka akan mereka intimidasi. Semua ini menunjukkan bahwasanya agama selain mereka dianggap sesat. Akan tetapi, orang-orang liberal datang mengajari kita bahwa semua agama benar. Ini termasuk tipuan Iblis. Karena siapa saja yang ragu terhadap agama maka ini sudah cukup membuat dia keluar dari Islam.
__________________
Footnote :