1. ٱقْتَرَبَتِ ٱلسَّاعَةُ وَٱنشَقَّ ٱلْقَمَرُ
iqtarabatis-sā’atu wansyaqqal-qamar
1. Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan.
Tafsir :
Para ulama membawakan peristiwa terbelahnya bulan merupakan salah satu dari tanda-tanda kecil hari kiamat. Sebagaimana kita ketahui bahwa tanda-tanda hari kiamat menjadi dua, yaitu tanda-tanda kecil hari kiamat dan tanda-tanda besar hari kiamat.
- Tanda-tanda besar hari kiamat
Tanda-tanda besar hari kiamat adalah tanda-tanda yang muncul menjelang tibanya hari kiamat. Di antara tanda-tanda tersebut adalah munculnya Dajjal dan turunnya Nabi Isa ‘alaihissalam, munculnya Imam Mahdi, matahari terbit dari barat, muncul hewan yang bisa berbicara dengan manusia, dukhan, dan yang lainnya. Jika salah satu dari tanda-tanda besar hari kiamat muncul, maka akan muncul pula tanda-tanda yang lain secara beriringan hingga tibalah hari kiamat.
- Tanda-tanda kecil hari kiamat
Tanda-tanda kecil hari kiamat adalah tanda-tanda yang muncul jauh sebelum hari kiamat, oleh karenanya disebut sebagai tanda-tanda kecil. Tanda-tanda kecil hari kiamat sangatlah banyak, bahkan sebuah risalah menyebutkan bahwa tanda-tanda kecil hari kiamat terdapat 57 tanda([1]). Di antara tanda-tanda tersebut adalah diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
بُعِثْتُ أَنَا وَالسَّاعَةَ كَهَاتَيْنِ
“Aku diutus dan jarak antara aku dan kiamat bagai dua (jari) ini (dekat).”([2])
Di antara tanda-tanda kecil hari kiamat juga adalah terbelahnya rembulan. Perkara terbelahnya bulan adalah perkara yang dahsyat, akan tetapi dia termasuk tanda-tanda kecil karena terjadi jauh sebelum terjadinya hari kiamat itu sendiri.
Sebagian orang menyangka bahwa seluruh tanda-tanda hari kiamat adalah buruk, padahal tidak demikian. Terbelahnya bulan bukanlah tanda yang buruk, justru hal tersebut adalah salah satu dari mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian pula diiutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bukanlah pertanda yang buruk, padahal diutusnya beliau merupakan tanda-tanda hari kiamat. Begitu pula halnya dengan mulainya bermunculan bangunan-bangunan yang tinggi bukanlah hal yang buruk selama digunakan dalam hal kebaikan, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyebutnya sebagai tanda-tanda hari kiamat. Akan tetapi tidak kita pungkiri bahwa di antara tanda-tanda kecil hari kiamat kebanyakan adalah hal-hal yang buruk, seperti tersebarnya zina, tersebarnya kejahilan, tidak memberi salam kecuali kepada orang yang dikenal, tidak shalat sunnah tahiyatul masjid ketika masuk masjid, dan yang lainnya. Intinya fungsi dari tanda-tanda tersebut adalah untuk mengingatkan kepada kita bahwa hari akhir itu ada, bumi yang kita tempati ini suatu saat akan hancur dan diubah oleh Allah Subhanahu wa ta’ala jika telah tiba waktunya.
Terdapat beberapa hadits yang menyebutkan bahwa umur dunia ini sudah sangat dekat dengan hari kiamat. Di antara hadits tersebut adalah seperti yang disebutkan Anas bin Malik bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
مَا بَقِيَ مِنْ دُنْيَاكُمْ فِيمَا مَضَى إِلَّا مِثْلُ مَا بَقِيَ مِنْ هَذَا الْيَوْمِ فِيمَا مَضَى، وَمَا نَرَى مِنَ الشَّمْسِ إِلَّا يَسِيرًا
“Tidak tersisa dari dunia kalian yang telah lalu kecuali seperti yang tersisa dari hari ini atas apa yang telah lewat”. (Anas bin Malik berkata) ‘Dan kami melihat sebentar lagi matahari terbenam (ketika Nabi mengatakan itu)’.”([3])
Dalam hadits ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyamakan bahwasanya umur dunia ibarat satu hari, sehingga umur dunia yang telah berlalu adalah seperti subuh hingga sore hari menjelang maghrib, dan yang tersisa dari umur dunia adalah sisa waktu menjelang maghrib sebagaimana yang dijelaskan oleh Anas bin Malik. Ini menjelaskan bahwasanya umur dunia tinggal sedikit. Hadits-hadits seperti masih banyak, hanya saja Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak menyebutkan secara spesifik umur dunia angka tertentu. Semua hadits yang menyebutkan tentang umur dunia dengan angka, maka hadits-hadits itu dha’if menurut Ibnul Qayyim rahimahullah sehingga hadits tersebut tidak dapat dijadikan hujjah([4]). Oleh karenanya telah keliru sebagian ulama yang menentukan umur dunia. Di antara ulama yang menentukannya adalah Imam Ath-Thabari dalam tarikhnya yang ditulis pada tahun sekitar abad ke-4, beliau berkesimpulan bahwa umur dunia tidak akan bertahan sampai 500 tahun hijriah ke depan([5]), padahal saat ini sudah mencapai abad ke-14 hijriah. Di antara ulama yang menentukan umur dunia adalah Imam As-Suyuti rahimahullah, dalam Al-Hawi li Al-Fatawaa beliau berbicara tentang umur dunia dan mengatakan bahwasanya Imam Mahdi akan muncul sekitar abad ke-12 hijriah, akan tetapi saat ini Imam Mahdi belum muncul. Demikianlah, para ulama juga bisa salah. Para ulama yang menentukan umur dunia secara spesifik kita katakan salah karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menyebutkan berapa umur dunia. Meskipun Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyebutkan perumpamaan umur dunia, akan tetapi tidak ada yang mengetahui angkanya secara pasti. Para ilmuan boleh mengatakan bahwa dunia telah melalui masa jutaan tahu, akan tetapi kita katakan bahwa itu hanyalah sekadar hipotesis mereka, dan tidak ada dalil pasti yang menunjukkan kebenaran akan hipotesis mereka.
Intinya tanda-tanda kecil hari kiamat telah banyak terjadi. Maka tidak perlu seorang Da’i kemudian meramal kapan terjadinya hari kiamat, karena sebagian Da’i zaman sekarang berani meramal waktu terjadinya hari kiamat, sampai-sampai sebagian kita bertanya-tanya apakah orang tersebut Da’i atau dukun. Bahkan anehnya banyak orang yang percaya dengan ramalan tersebut, padahal betapa banyak ramalannya tersebut telah terbukti salah. Ini berarti dia telah berdusta kepada umat, sedangkan hal tersebut jelas diharamkan dalam agama. Namun demikianlah, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga pernah bersabda tentang para dukun,
إِذَا قَضَى اللَّهُ الأَمْرَ فِي السَّمَاءِ، ضَرَبَتِ المَلاَئِكَةُ بِأَجْنِحَتِهَا خُضْعَانًا لِقَوْلِهِ، كَأَنَّهُ سِلْسِلَةٌ عَلَى صَفْوَانٍ، فَإِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا: مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ؟ قَالُوا لِلَّذِي قَالَ: الحَقَّ، وَهُوَ العَلِيُّ الكَبِيرُ، فَيَسْمَعُهَا مُسْتَرِقُ السَّمْعِ، وَمُسْتَرِقُ السَّمْعِ هَكَذَا بَعْضُهُ فَوْقَ بَعْضٍ – وَوَصَفَ سُفْيَانُ بِكَفِّهِ فَحَرَفَهَا، وَبَدَّدَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ – فَيَسْمَعُ الكَلِمَةَ فَيُلْقِيهَا إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، ثُمَّ يُلْقِيهَا الآخَرُ إِلَى مَنْ تَحْتَهُ، حَتَّى يُلْقِيَهَا عَلَى لِسَانِ السَّاحِرِ أَوِ الكَاهِنِ، فَرُبَّمَا أَدْرَكَ الشِّهَابُ قَبْلَ أَنْ يُلْقِيَهَا، وَرُبَّمَا أَلْقَاهَا قَبْلَ أَنْ يُدْرِكَهُ، فَيَكْذِبُ مَعَهَا مِائَةَ كَذْبَةٍ، فَيُقَالُ: أَلَيْسَ قَدْ قَالَ لَنَا يَوْمَ كَذَا وَكَذَا: كَذَا وَكَذَا، فَيُصَدَّقُ بِتِلْكَ الكَلِمَةِ الَّتِي سَمِعَ مِنَ السَّمَاءِ
“Ketika Allah menetapkan suatu urusan di langit, malaikat lantas meletakkan sayapnya dalam rangka tunduk pada perintah Allah. Firman Allah yang mereka dengarkan itu seolah-olah seperti suara gemerincing rantai di atas batu. Hal ini memekakkan mereka. Apabila rasa takut telah dihilangkan dari hati mereka, mereka mengucapkan, ‘Apa yang telah difirmankan oleh Rabb kalian?’ Mereka menjawab, ‘Perkataan yang benar. Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar’. Jin-jin pencuri berita itu pun mendengarkan berita itu. Para pencuri berita itu posisinya saling bersusun-susun. Sufyan menggambarkannya dengan memiringkan telapak tangannya dan merenggangkan jari-jemarinya. Jika Jin yang di atas mendengar berita itu, maka segera disampaikan kepada Jin yang berada di bawahnya. Kemudian yang lain juga menyampaikan kepada Jin yang berada di bawahnya hingga sampai kepada tukang sihir dan dukun. Terkadang Jin penyadap berita itu terkena api sebelum sempat menyampaikan berita itu. Terkadang pula Jin itu bisa menyampaikan berita itu sebelum terkena api. Lalu dengan berita yang didengarnya itulah tukang sihir atau dukun menambah dengan seratus kedustaan. Orang-orang yang mendatangi tukang sihir atau dukun pun mengatakan, ‘Bukankah pada hari ini dan itu, dia telah mengabarkan kepada kita bahwa akan terjadi demikian dan demikian?’ Akibatnya, tukang sihir dan dukun itu pun dipercaya karena satu kalimat yang telah didengarnya dari langit.”([6])
Para ulama mengambil faedah dari hadits ini bahwa meskipun para dukun salah meramal hingga seratus kali, namun jika dukun tersebut pernah meramal satu kali dan benar, maka yang benar itulah yang akan diingat oleh orang-orang, sedangkan yang salah dilupakan. Dan sebagian Da’i yang meramal tentang hari kiamat tersebut membuat orang-orang yang mendengarnya jadi mundur dari apa yang dia inginkan. Padahal yang benar adalah meskipun hari kiamat itu benar terjadi, namun bukan berarti membuat orang akhirnya tidak beraktivitas. Bahkan jika kita tahu bahwa hari kiamat sebentar lagi, maka kita harus melakukan sesuatu yang terbaik yang bisa kita lakukan. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
إِنْ قَامَتِ السَّاعَةُ وَفِي يَدِ أَحَدِكُمْ فَسِيلَةٌ، فَإِنِ اسْتَطَاعَ أَنْ لَا تَقُومَ حَتَّى يَغْرِسَهَا فَلْيَغْرِسْهَا
“Jika terjadi hari kiamat sementara di tangan salah seorang dari kalian ada sebuah benih, maka jika ia mampu (menanamnya) sebelum terjadi hari kiamat untuk menanamnya maka tanamlah.”([7])
Artinya, kapan pun hari kiamat itu terjadi, selama kita masih punya waktu dan bisa melakukan sesuatu yang baik untuk kemaslahatan dunia atau akhirat kita maka lakukanlah. Bukan malah sebaliknya, dimana seseorang membatalkan segala rencana dan keinginannya ketika mengetahui tanda-tanda besar hari kiamat muncul. Maka berhati-hatilah dengan kemunculan para Da’i yang suka mencocokkan antara dalil dengan cerita-cerita sehingga menyimpulkan bahwa kiamat akan terjadi pada tahun tertentu, karena orang-orang seperti itu telah banyak bermunculan di tanah air kita.
Oleh karena itu, yang benar adalah hari kiamat telah dekat, hanya saja tidak ada yang mengetahui berapa waktu yang bisa menunjukkan tentang seberapa dekatnya, yang tahu hanyalah Allah Subhanahu wa ta’ala. Adapun orang-orang yang menentukan bahwa hari kiamat akan terjadi pada tahun sekian dan sekian, maka itu menunjukkan dia tahu hari kiamat, sementara Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengetahuinya. Bukankah tatkala Jibril bertanya tentang hari kiamat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,
مَا المَسْئُولُ عَنْهَا بِأَعْلَمَ مِنَ السَّائِلِ
“Yang ditanya tentang itu tidak lebih tahu dari yang bertanya.” (Muttafaqun ‘alaih)([8])
Artinya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan malaikat Jibril sama-sama tidak tahu tentang kapan hari kiamat terjadi. Bahkan Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَسْأَلُونَكَ عَنِ السَّاعَةِ أَيَّانَ مُرْسَاهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ رَبِّي لَا يُجَلِّيهَا لِوَقْتِهَا إِلَّا هُوَ ثَقُلَتْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا تَأْتِيكُمْ إِلَّا بَغْتَةً يَسْأَلُونَكَ كَأَنَّكَ حَفِيٌّ عَنْهَا قُلْ إِنَّمَا عِلْمُهَا عِنْدَ اللَّهِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Mereka menanyakan kepadamu (Muhammad) tentang Kiamat, ‘Kapan terjadi?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang Kiamat itu ada pada Tuhanku; tidak ada yang dapat menjelaskan waktu terjadinya selain Dia. (Kiamat) itu sangat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi, tidak akan datang kepadamu kecuali secara tiba-tiba’. Mereka bertanya kepadamu seakan-akan engkau mengetahuinya. Katakanlah (Muhammad), ‘Sesungguhnya pengetahuan tentang (hari Kiamat) ada pada Allah, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui’.” (QS. Al-A’raf : 187)
Maka orang-orang yang mengatakan bahwa hari kiamat terjadi kurang dari 30 tahun, atau 50 tahun, maka itu menunjukkan bahwa dia telah melanggar ayat-ayat Allah yang menyebutkan bahwa tidak ada satu makhluk pun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat tersebut.
Setelah itu, Allah Subhanahu wa ta’ala juga menyebutkan dalam ayat ini tentang peristiwa terbelahnya bulan. Banyak hadits-hadits yang menyebutkan tentang peristiwa terbelahnya bulan. Hadits-hadits tersebut adalah hadits-hadits yang mutawatir, banyak para sahabat yang meriwayatkan peristiwa tersebut di antaranya adalah Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, dari Anas bin Malik, Jubair bin Muth’im, Ibnu ‘Abbas, dan para sahabat yang lain radhiallahu ‘anhuma. Dari hadits-hadits tersebut menyebutkan bahwa orang-orang kafir Quraisy menantang Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk membelah bulan, maka kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berdoa kepada Allah sehingga akhirnya bulan terbelah menjadi dua. Dari Anas bin Malik, dia berkata,
سَأَلَ أَهْلُ مَكَّةَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آيَةً، فَانْشَقَّ القَمَرُ بِمَكَّةَ مَرَّتَيْنِ، فَنَزَلَتْ: اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ، وَإِنْ يَرَوْا آيَةً يُعْرِضُوا وَيَقُولُوا سِحْرٌ مُسْتَمِرٌّ
“Penduduk Mekkah meminta satu tanda kenabian kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian bulan terbelah di Mekkah dua kali. Kemudian turunlah ayat: Saat (hari kiamat) semakin dekat dan bulan pun terbelah dua kali. Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata, ‘(Ini adalah) sihir yang terus menerus’ (QS. Al-Qamar 1-2).”([9])
Sebagian ulama mengatakan bahwa maksud hadits ini tidak menyebutkan bulan terbelah dua kali, akan tetapi bulan terbelah menjadi dua bagian([10]). Karena dalam lafal Shahih Al-Bukhari, Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu berkata,
انْشَقَّ القَمَرُ فِرْقَتَيْنِ
“Bulan terbelah menjadi dua.”([11])
Lafal dalam Shahih Al-Bukhari ini adalah lafal yang paling kuat. Artinya orang-orang kafir Quraisy melihat terbelahnya bulan yang terjadi di malam hari.
Peristiwa terbelahnya bulan adalah mukjizat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, akan tetapi kemudian hal itu diingkari oleh orang-orang kafir Quraisy. Mereka mengatakan bahwa peristiwa terbelahnya bulan adalah sihirnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini menunjukan bahwa peristiwa ini benar-benar pernah terjadi. Karena kalau sekiranya peristiwa ini tidak terjadi, tentu orang-orang kafir Quraisy akan menjadikan ayat ini sebagai dalih untuk mencela Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena Alquran telah berdusta dengan mengatakan bahwa bulan pernah terbelah. Akan tetapi tidak kita dapati satu riwayat pun dimana ada seorangpun dari orang-orang kafir Quraisy protes dengan ayat ini. Ini menjadi bukti bahwa bulan pernah terbelah, dan kita orang Islam harus beriman dengan ayat ini.
Sebagian orang-orang di zaman sekarang kembali mengejek Alquran dengan mempertanyakan mana bukti bahwa bulan pernah terbelah. Maka kita katakan bahwa baik ada bukti atau tidak bahwa bulan pernah terbelah bukanlah urusan kita, karena demikianlah yang namanya mukjizat, sehingga bisa jadi Allah membelah bulan lalu dikembalikan seperti sediakala tanpa ada jejak sama sekali, atau bahkan Allah berikan sedikit tanda bekas belahan tersebut, maka itu semua terserah kehendak Allah Subhanahu wa ta’ala. Bukankah hal seperti ini sama ketika muncul lagi orang-orang yang mengatakan bahwa tidak mungkin Nabi melakukan isra’ ke langit, maka kita katakan bahwa itulah yang namanya mukjizat. Demikian pula Nabi Isa ‘alaihissalam yang lahir tanpa ayah, ketika bayi telah bisa berbicara, tentunya itulah yang namanya mukjizat. Akan tetapi belakangan penelitian mengabarkan bahwa pada bulan terdapat bekas bahwa bulan pernah terbelah. Mereka orang-orang kafir memang tidak meyakini hal itu, mereka meyakini bahwa bekas yang tampak pada bulan itu hanya bekas benturan yang telah berlangsung jutaan tahun yang lalu hingga membentuk bekas seperti yang mereka amati. Intinya mereka tidak bisa menafikan dengan dalil, semua hanya sekadar hipotesis belaka.
Kita orang Islam tidak butuh penjelasan dan penilitian mereka, kalau Alquran telah mengatakan bulan pernah terbelah maka kita beriman dengan itu. Namun demikianlah mereka orang-orang kafir berusah memberikan syubhat agar umat Islam ragu akan kebenaran mukjizat ini. Mereka mengatakan bahwa jika benar bulan pernah terbelah maka seharusnya ada dalam buku-buku sejarah yang menyebutkan peristiwa dahsyat itu. Untuk membantah syubhat mereka ini, kita bisa membantahnya dengan beberapa bantahan,
Bantahan pertama, bisa jadi ketika peristiwa bulan terbelah, Allah Subhanahu wa ta’ala menutup mata manusia yang lain dan yang melihatnya adalah orang-orang Quraisy. Hal ini sangat mungkin, karena sebagaimana kita tidak bisa melihat benteng yang menutupi Ya’juj dan Ma’juj, padahal benteng tersebut ada, hanya saja Allah menutup mata kita sehingga tidak tahu keberadaannya. Demikian pula kisah orang-orang kafir Quraisy yang hendak menangkap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan telah berada di mulut goa, akan tetapi Allah membuat mata mereka tidak bisa melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan Abu Bakar radhiallahu ‘anhu yang berada di dalam goa tersebut. Intinya, bisa jadi Allah menutup mata orang lain selain orang-orang Quraisy untuk melihat peristiwa tersebut. Dan bisa jadi peristiwa tersebut bisa dilihat semua orang, akan tetapi karena peristiwa itu terjadi di malam hari maka kebanyakan orang tidur dan akhirnya tidak melihatnya.
Bantahan kedua, bisa jadi ada orang-orang yang melihat dan menuliskan peristiwa tersebut dalam buku-buku sejarah mereka. Akan tetapi kita ketahui bahwa banyak sekali buku-buku sejarah yang hilang. Peperangan yang terjadi membuat banyak terjadi pembakaran buku-buku dan bukti-bukti sejarah, sehingga bisa jadi sejarah tersebut ada namun hilang karena peperangan. Sejarah menyebutkan jangankan catatan peristiwa terbelahnya bulan, bahkan taurot pernah hilang karena peperangan.
Bantahan ketiga, terdapat dalam tulisan-tulisan manuskrip kuno, seperti suku Maya yang ada di Amerika([12]) dan suku Malabar di India, mereka menyebutkan dalam manuskrip tersebut bahwa pernah terjadi peristiwa terbelahnya bulan pada abad ke-7 H, dan itu pas di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Bahkan suku Malabar yang kebanyakan mereka adalah orang Islam, sejarah mereka mencatat bahwa sebab mereka masuk Islam adalah dahulu raja mereka sempat melihat bulan terbelah, dan kemudian bertanya-tanya kepada pedagang Arab tentang peristiwa itu, dari situ kemudian dia tahu tentang keberadaan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan akhirnya masuk Islam, dan Islam kemudian berkembang di India([13]).
Intinya, ada sejarah atau tidak yang menyebutkan peristiwa tentang terbelahnya bulan tidaklah menjadikan kita sebagai orang Islam ragu akan hal itu. Ketika Allah Subhanahu wa ta’ala telah menyebutkan bahwa bulan pernah terbelah maka kita beriman dengan kabar tersebut. Dan sederhananya, jika peristiwa ini tidak pernah terjadi maka orang-orang kafir Quraisy tentu akan menjadikan ayat ini sebagai bahan ejekan terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, dan mereka semakin kafir terhadapnya. Akan tetapi kenyataannya mereka semua diam dan tidak mengomentari tentang ayat ini, sehingga menunjukkan bahwa peristiwa terbelahnya bulan benar-benar pernah terjadi.
_______________________
Footnote :
([1]) Lihat kitab Asyrooth as-Saa’ah karya Yusuf bin Abdillah bin Yusuf al-Waabil
([3]) HR. Al-Bazzar no. 7242 dalam Musnadnya
([4]) Lihat: Al-Manaar Al-Muniif Fii Ash-Shohiih wa Adh-Dho’iif hal: 80-84
([5]) Lihat: Tarikh Ath-Thobary 2/237
([7]) HR. Bukhari no. 479 dalam Al-Adab Al-Mufrad, Al-Albani mengatakan hadits ini sahih
([8]) HR. Bukhari no. 50 dan HR. Muslim no. 9
([9]) HR. At-Tirmidzi no. 3286
([10]) Lihat: Tafsir Al-Alusy 14/74
([12]) Silahkan lihat http://quran-m.com/quran/article/2653/الأدلة-العلمية-والشرعية-على-انشقاق-القمر
([13]) Profesor Muhammad Hamidullah (1909-2002) dalam kitabnya, Muhammad Rasulullah memberi satu catatan tersendiri mengenai ini. Dia menjelaskan bahwa di Museum Britania, London, ada sebuah manuskrip tua dari India dengan nomor induk 2807/152-173 yang bercerita bahwa salah seorang raja Malabar -barat daya di India-, yaitu Chakrawati Farmas pernah melihat bulan terbelah pada zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dia ceritakan pada orang-orang, hingga pada suatu hari, datang segerombolan pedagang Muslim yang hendak ke Cina, tetapi singgah dulu di Malabar. Tatkala mendengar cerita itu, pedagang-pedagang itu meyakinkan bahwa itu adalah mukjizat Rasulullah. Akhirnya dia mendatangi Rasulullah, dan kemudian masuk Islam. Dia pulang, tetapi sayang, di tengah jalan, ajal menjemput. Kemudian dia dikuburkan di tempat yang bernama Thafar. Kabar itu kemudian sampai ke Malabar, dan konon setelah itu semua penduduknya masuk Islam dan menjadi daerah pertama India yang masuk Islam. (silahkan lihat : Al-Najjar, Zaghlul Raghib (2013). Buku Pintar Sains dalam Hadits: Mengerti Mukjizat Ilmiah Sabda Nabi hlm.137 – 142.) (https://id.wikipedia.org/wiki/Terbelahnya_bulan)