22. مَآ أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِى ٱلْأَرْضِ وَلَا فِىٓ أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِى كِتَٰبٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَآ ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى ٱللَّهِ يَسِيرٌ
mā aṣāba mim muṣībatin fil-arḍi wa lā fī anfusikum illā fī kitābim ming qabli an nabra`ahā, inna żālika ‘alallāhi yasīr
22. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
Tafsir :
Pada ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan tentang musibah yang menimpa seseorang di dunia ini. Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia tidak akan selalu menyenangkan, suatu waktu seseorang akan merasakan sesuatu yang menyedihkan dari kehidupan ini. Siapa pun orang di dunia ini pasti pernah merasakan kesedihan dan kesenangan di dunia ini, tidak ada seorang pun yang murni merasakan kesenangan semata dalam kehidupannya, karena kesedihan dan ketakutan tidak lagi akan dirasakan oleh seseorang ketika dia telah berada di surga. Allah Subhanahu wa ta’ala berfirman,
ادْخُلُوا الْجَنَّةَ لَا خَوْفٌ عَلَيْكُمْ وَلَا أَنْتُمْ تَحْزَنُونَ
“Masuklah kamu ke dalam surga. Tidak ada rasa takut padamu dan kamu tidak pula akan bersedih hati.” (QS. Al-A’raf : 49)
Maka siapa pun dia, baik raja, presiden, menteri, da’i, bahkan para Nabi, selama mereka hidup di dunia pasti akan mengalami kesedihan, kekhawatiran, dan ketakutan.
Oleh karena itu, ayat ini menjelaskan tentang bagaimana cara kita menyikapi musibah yang menimpa diri kita.
Firman Allah Subhanahu wa ta’ala,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam Kitab (Lauhil Mahfudzh) sebelum Kami mewujudkannya. Sungguh, yang demikian itu mudah bagi Allah.”
Pada ayat ini Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan bahwa seluruh musibah yang menimpa bumi seperti gempa bumi; banjir; atau kekeringan, dan seluruh musibah yang menimpa diri kita sendiri seperti sakit; cacat; atau musibah terkait anak dan istri, semuanya telah Allah tuliskan di al-Lauhul Mahfudzh sebelum Allah Subhanahu wa ta’ala menciptakan musibah tersebut, dan hal tersebut sangat mudah bagi Allah Subhanahu wa ta’ala. Oleh karena itu, ayat ini berbicara tentang iman kepada takdir, bahwasanya semua apa yang terjadi itu telah ditakdirkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Tidak ada satu musibah pun yang menimpa diri kita, harta kita, dan keluarga kita kecuali hal tersebut telah tercatat di Lauhil Mahfudzh.