6. يُولِجُ ٱلَّيْلَ فِى ٱلنَّهَارِ وَيُولِجُ ٱلنَّهَارَ فِى ٱلَّيْلِ ۚ وَهُوَ عَلِيمٌۢ بِذَاتِ ٱلصُّدُورِ
yụlijul-laila fin-nahāri wa yụlijun-nahāra fil-laīl, wa huwa ‘alīmum biżātiṣ-ṣudụr
6. Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.
Tafsir :
Allah Subhanahu wa ta’ala dalam ayat ini menjelaskan di antara bentuk kekuasaan-Nya, yaitu Allah memasukkan malam ke dalam siang hingga menjadi terang, dan Allah pulalah yang memasukkan siang ke dalam malam hingga menjadi gelap gulita.
Setelah Allah Subhanahu wa ta’ala menyebutkan di antara bentuk kekuasaan-Nya, Allah Subhanahu wa ta’ala kemudian menyebutkan,
وَهُوَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
“Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.”
Jika seseorang sabar, ikhlas, atau bahkan tawadhu, semuanya Allah Subhanahu wa ta’ala tahu. Demikian pula sebaliknya jika seseorang sombong, riya’, atau bahkan ujub, Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Tahu akan hal itu. Ini menunjukkan bahwa Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Tahu dengan segala isi hati hamba-hamba-Nya. Apa pun yang kita sembunyikan dalam dada-dada kita itu semua diketahui oleh Allah Subhanahu wa ta’ala.
Jika apa yang kita sembunyikan saja Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Mengetahui, maka bagaimana lagi dengan apa yang dilihat oleh mata kita, apa yang didengar oleh telinga kita, dan apa yang diucapkan oleh lisan kita? Tentu hal-hal tersebut diketahui oleh Allah. Oleh karena itu, seseorang hendaknya berhati-hati karena apa saja yang kita lakukan akan dihisab oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. Dan ketahuilah bahwa yang dihisab oleh Allah Subhanahu wa ta’ala bukan hanya apa yang kita lihat, apa yang kita dengar dan apa yang kita ucapkan, akan tetapi bahkan apa yang terbetik di dalam hati kita berupa kesombongan, ujub, riya’, keikhlasan, tawadhu, dan kesabaran juga akan dihisab oleh Allah Subhanahu wa ta’ala karena Allah Maha Tahu. Maka dari itu, hendaknya seseorang tidak mengharapkan pujian dan pengakuan orang lain, karena jika keikhlasan seseorang itu murni maka Allah Maha Tahu, dan jika dia mengharapkan pengakuan orang pun Allah Maha Tahu apakah dia ikhlas atau tidak. Maka latihlah diri kita bahwa sejatinya amalan-amalan kita adalah muamalah kita dengan Allah Subhanahu wa ta’ala, sehingga yang terpenting bagi kita adalah Allah Subhanahu wa ta’ala Maha Tahu dengan amalan kita, dan jangan sampai kita tersibukan dengan penilaian orang lain. Dan meninggalkan penilaian orang lain juga akan membuat kita tenang, karena kita hanya mencukupkan dengan penilain Allah yang Maha Tahu tentang isi hati kita.