1. سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَا فِى ٱلْأَرْضِ ۖ وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
sabbaḥa lillāhi mā fis-samāwāti wa mā fil-arḍ, wa huwal-‘azīzul-ḥakīm
1. Telah bertasbih kepada Allah apa saja yang ada di langit dan apa saja yang ada di bumi; dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
Tafsir :
Maha Suci Allah dari segala macam segala macam kesyirikan dan Maha Suci Allah dari segala bentuk kekurangan.
Sebagaimana telah diketahui bahwasanya benda yang ada di langit dan di bumi itu ada dua macam: Benda-benda hidup dan benda-benda mati. Benda hidup seperti malaikat, jin, manusia dan sebagainya. Di samping itu ada benda mati seperti batu, pohon dan lainnya yang secara zhahir mereka tidak dapat berbicara maka bagaimana mereka bertasbih. Adapun yang bisa berbicara maka mereka bertasbih dengan bahasa mereka meskipun kita tidak dapat memahaminya, sebagaimana dalam firman Allah:
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ
“Tidaklah sesuatu pun yang ada di langit dan yang ada di bumi melainkan mereka mentasbihkan Allah hanya saja kalian tidak dapat memahami tasbih mereka”. (QS Al-Isra:44)
Demikian tasbihnya makhluk hidup, mereka bertasbih sesuai dengan bahasanya masing-masing, manusia bertasbih dengan bahasanya, hewan bertasbih dengan bahasanya, malaikat bertasbih dengan bahasanya dan seterusnya.
Adapun benda mati, maka para ulama menyebutkan bahwa mereka melakukan “tasbih ad-dalalah” yakni orang-orang yang melihat benda-benda yang menakjubkan melihat gunung yang tinggi dan semacamnya dengan kokohnya gunung-gunung maka orang-orang yang melihatnya akan mensucikan Allah dan ini menunjukkan bahwa yang menciptakannya adalah Zat Yang Maha Sempurna yang jauh dari segala kekurangan dan segala aib. Ini disebut oleh para ulama sebagai “tasbih ad-dalalah” adapun yang pada benda hidup disebut sebagai “tasbih al-maqal” yakni tasbih dengan ucapan. Namun pendapat ulama yang mengatakan benda mati melakukan “tasbih ad-dalalah” ini dikritisi oleh Imam Al-Qurthubi rahimahullah, beliau berpendapat bahwa yang benar adalah semua bertasbih dengan caranya, jika benda mati tersebut melakukakan “tasbih ad-dalalah” maka ini menunjukkan bahwa tasbih mereka dapat dipahami, padahal Allah berfirman:
وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ
“…akan tetapi kalian tidak memahami tasbih mereka”
Intinya beliau lebih condong bahwasanya benda-benda mati tersebut memang dapat bertasbih, hanya saja kita tidak memahamai bagaimana caranya. ([1])
Hal ini dikuatkan dengan apa yang kita dapati dalam hadits-hadits Nabi ﷺ adanya penisbatan rasa pada benda-benda mati. Seperti hadits:
أُحُدٌ جَبَلٌ يُحِبُّنَا وَنُحِبُّهُ
“Ini adalah gunung Uhud, gunung yang kami cintai dan ia pun mencintai kami” ([2])
Ini menunjukkan adanya rasa cinta pada gunung Uhud, namun bagaimana hakikat cinta Gunung Uhud?, Wallahu a’lam.
Kisah lain adalah kisah Nabi Musa yang beliau mengejar batu yang berlari kemudian dikejar oleh Nabi Musa sembari berkata:
“ثَوْبِي، يَا حَجَرُ”
“Pakaianku, wahai Batu!”([3])
Menunjukkan bahwasanya batu tersebut diajak bicara oleh Nabi Musa namun batu tersebut terus berjalan.
Kisah lain adalah batang kurma yang ditinggalkan oleh Nabi ﷺ sehingga ia menangis terisak-isak yang tangisannya tersebut bisa didengar oleh para Sahabat. ([4])
Demikian juga ada sebuah batu di Mekah yang menyalami Nabi shallallahu álaihi wasallam sebelum Nabi diangkat menjadi Nabi ([5]).
Demikian juga para sahabat mendengar tasbih makanan([6]).
Wallahu a’lam, intinya adalah benda-benda mati tersebut jika Allah berkehendak dapat bertasbih dengan cara yang Allah kehendaki namun kita tidak memahami bagaimana tasbih mereka. ([7])
Adapun tasbih maknanya adalah mensucikan Allah dari segala kekurangan dan dari segala aib dalam Sifat-Nya, dalam segala perbuatan-Nya karena Allah Maha Sempurna dalam segalanya dalam Sifat-Nya maupun dalam perbuatan-Nya semuanya dibangun di atas hikmah yang sempurna.
Adapun bagian Firman Allah
.. وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“…dan Dia Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”, Al-Hakim memiliki dua makna:
- Dzul-hukmi yakni Yang menjalankan hukum-Nya, yang disifati sebagaimana di ayat yang lain:
لَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ
“…tidak ada yang bisa protes terhadap hukum Allah”(QS Ar-Ra’d: 41)
- Dzul-hikmah yakni yang memiliki hikmah, sebagaimana ditegaskan di ayat yang lain:
فَلِلَّهِ الْحِكْمَةُ الْبَالِغَةُ
“Dan bagi Allah hikmah yang tinggi” (QS Al-An’am: 149) yang menunjukkan tidaklah ada yang Allah ciptakan dan takdirkan melainkan terdapat hikmah dibaliknya([8]).
Maka ketika “Al-‘Aziz” digabungkan dengan “Al-Hakim” maka tambahlah kesempurnaan lainnya, yaitu keperkasaan Allah senantiasa disertai dengan hikmah. Hal ini tidak sebagaimana sebagian makhluk yang kuat dan perkasa akan tetapi ia tidak hikmah sehingga akan melakukan perbuatan-perbuatan yang konyol. Di sisi sebaliknya ada sebagian manusia yang ia memiliki sifat bijak namun ia tidak memiliki kekuasaan. Sedangkan Allah Ta’ala menggabungkan kedua sifat ini “Al-‘Izzah” yakni kekuatan dan “Al-Hikmah” atau “Al-Hukmu”.
_______________________
Footnote :
([1]) Lihat Tafsir Al-Qurthubiy: 17/ 235.
([3]) HR Al-Bukhari no 278 dan Muslim no 339.
إِنِّي لَأَعْرِفُ حَجَرًا بِمَكَّةَ كَانَ يُسَلِّمُ عَلَيَّ قَبْلَ أَنْ أُبْعَثَ إِنِّي لَأَعْرِفُهُ الْآنَ
“Sungguh aku benar-benar mengetahui sebuah batu di Mekah dahulu memberi salam kepadaku sebelum aku diutus, sungguh aku mengetahui batu tersebut sekarang” (HR Muslim no 2277).
([6]) Ibnu Masúd radhiallahu ánhu berkata :
وَلَقَدْ كُنَّا نَسْمَعُ تَسْبِيحَ الطَّعَامِ وَهُوَ يُؤْكَلُ
“Dan sungguh kami mendengar tasbih-nya makanan sementara makanan tersebut sedang dimakan” (HR Al-Bukhari no 3579)
([7]) Lantas bagaimana dengan orang-orang kafir apakah mereka juga bertasbih kepada Allah?
Untuk menjawab pertanyaanya ini maka beberapa kemungkinan jawaban :
Pertama : Jika kita berpendapat bahwa seluruh makhluk (baik benda mati atau benda hidup, termasuk manusia, baik mukmin maupun kafir) bertasbih dengan tasbih ad-dalaalah maka orang kafirpun bertasbih.
Kedua : Jika kita berpendapat bahwa yang dimaksud dengan tasbih adalah tasbih al-maqool (dengan ucapan) maka tentu jelas bahwa orang kafir tidaklah bertasbih. Maka mereka keluar dari keumuman firman Allah
وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ
“Tidaklah sesuatu pun yang ada di langit dan yang ada di bumi melainkan mereka mentasbihkan Allah hanya saja kalian tidak dapat memahami tasbih mereka”. (QS Al-Isra:44)
Adapun keluarnya mereka dari ayat ini bisa jadi karena dua hal :
- Karena ayat ini sedang berbicara tentang selain mukallaf (selain jin dan manusia), sehingga Allah berdalil bahwa seluruh makhluk (selain jin dan manusia) bertasbih maka hendaknya orang-orang kafir juga bertasbih
- Karena ayat ini dijadikan dalil untuk mencela orang-orang kafir yang tidak betasbih maka Allah berdalil bahwa seluruh yang ada di alam semesta (selain orang-orang kafir) telah bertasbih kepada Allah. Hal ini seperti firman Allah
فَإِنِ اسْتَكْبَرُوا فَالَّذِينَ عِنْدَ رَبِّكَ يُسَبِّحُونَ لَهُ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَهُمْ لَا يَسْأَمُونَ
“Jika mereka menyombongkan diri, maka mereka (malaikat) yang di sisi Tuhanmu bertasbih kepada-Nya di malam dan siang hari, sedang mereka tidak jemu-jemu” (QS Fushhilat : 38)
Maka demikian pula dalam ayat tasbih, seakan-akan Allah berkata jika kalian orang-orang kafir tidak mau bertasbih maka sungguh seluruh yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada Allah.