2. قَدْ فَرَضَ ٱللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَٰنِكُمْ ۚ وَٱللَّهُ مَوْلَىٰكُمْ ۖ وَهُوَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْحَكِيمُ
qad faraḍallāhu lakum taḥillata aimānikum, wallāhu maulākum, wa huwal-‘alīmul-ḥakīm
2. Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadamu sekalian membebaskan diri dari sumpahmu dan Allah adalah Pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Tafsir :
Firman Allah ﷻ,
قَدْ فَرَضَ اللَّهُ لَكُمْ تَحِلَّةَ أَيْمَانِكُمْ
“Sungguh, Allah telah mewajibkan kepadamu membebaskan diri dari sumpahmu.”
Sebagaimana telah disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersumpah untuk tidak meminum madu atau tidak menggauli budaknya lagi. Maka Allah ﷻ memerintahkan Nabi ﷺ untuk membatalkan sumpah dan membayar kafarat. Dan ini merupakan sunnah bahwa jika seseorang telah bersumpah, kemudian dia melihat sesuatu yang lebih bermaslahat, maka dia tinggalkan sumpah tersebut. Dalam sebuah hadits Nabi ﷺ bersabda,
إِنِّي وَاللَّهِ لاَ أَحْلِفُ عَلَى يَمِينٍ، فَأَرَى غَيْرَهَا خَيْرًا مِنْهَا، إِلَّا أَتَيْتُ الَّذِي هُوَ خَيْرٌ وَتَحَلَّلْتُهَا
“Sesungguhnya aku, demi Allah tidak melakukan suatu sumpah kemudian aku melihat selainnya ada yang lebih baik, melainkan akan aku lakukan yang lebih baik dan kubayar kafarat sumpahku.”([1])
Dan sebagaimana firman Allah ﷻ tentang kafarat dari sumpah,
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْمَانَ فَكَفَّارَتُهُ إِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسَاكِينَ مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ أَوْ كِسْوَتُهُمْ أَوْ تَحْرِيرُ رَقَبَةٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ ذَلِكَ كَفَّارَةُ أَيْمَانِكُمْ إِذَا حَلَفْتُمْ وَاحْفَظُوا أَيْمَانَكُمْ كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ
“Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya. Barangsiapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari. Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur (kepada-Nya).” (QS. Al-Maidah : 89)
Oleh karena itu, ketika kita telah bersumpah dan kemudian kita melihat ada hal yang lebih baik, maka jangan ragu untuk tinggalkan sumpah tersebut, lalu kemudian mengerjakan hal yang lebih baik itu, lalu membayar kafarat sumpah tersebut. Dan ini pulalah yang Allah ﷻ perintahkan kepada Nabi ﷺ dalam ayat ini.
Kemudian firman Allah ﷻ,
وَاللَّهُ مَوْلَاكُمْ وَهُوَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“Dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui, Mahabijaksana.”
Artinya Allah ﷻ lebih mengetahui tentang apa yang Allah ﷻ perintahkan, lebih tahu mana yang lebih maslahat bagi hamba-Nya, dan Allah ﷻ lebih mengetahui mana dari kesalahan hamba-Nya yang mesti diperbaiki.
Para ulama menyebutkan bahwa kisah ini menunjukkan bahwa Nabi ﷺ berijtihad untuk menyenangkan hati istri-istrinya. Dan ini dibangun di atas ilmu Nabi ﷺ, beliau memandang bahwasanya keharmonisan rumah tangga sangat penting meskipun ada yang harus dikorbankan. Di antara yang Nabi ﷺ korbankan adalah untuk tidak minum madu, padahal beliau sangat suka dengan madu. Bahkan lebih parah dari itu Nabi ﷺ berkorban untuk tidak menggauli Mariyah padahal itu adalah budaknya yang halal baginya. Ini semua menunjukkan bahwa Nabi ﷺ lakukan demi menjaga keharmonisan rumah tangga. Oleh karenanya ini menunjukkan bahwa keharmonisan rumah tangga sangat besar nilainya di sisi Nabi ﷺ. Akan tetapi ijtihad yang Nabi ﷺ lakukan ternyata keliru sehingga ditegur oleh Allah ﷻ.
Nabi beberapa kali melakukan kesalahan Nabi namun langsung ditegur oleh Allah ﷻ. Ini menunjukkan konsekuensi kemaksuman Nabi ﷺ, yaitu ketika beliau melakukan kesalahan maka langsung ditegur oleh Allah ﷻ. Tidak seperti kita yang tatkala melakukan kesalahan seringnya tidak ditegur, baik karena orang-orang segan atau yang lainnya, hanya saja terkadang belum ditegur namun tiba-tiba sudah terkena musibah.
Kisah ini menunjukan bahwa hendaknya kita menjauhi sebisa mungkin segala hal yang bisa mendatangkan kegaduhan dalam rumah tangga. Bahkan hindarilah melakukan sesuatu di media sosial yang bisa mengundang orang lain bertanya tentang apa yang terjadi dalam rumah tangga kita. Karena terkadang tatkala pasangan kita mengetahui hal itu, justru menambah kegaduhan lagi terhadap masalah yang telah ada. Dan hendaknya suami maupun istri memikirkan terlebih dahulu tentang apa yang akan dia lakukan dan ucapkan. Hendaknya senantiasa menimbang apakah perbuatan dan perkataan tersebut bisa membuat pasangan tersinggung dan marah atau tidak, bermanfaat atau tidak, dan yang lainnya. Bahkan jika harus menasihati pasangan satu sama lain hendaknya juga dengan cara yang baik. Lihatlah Nabi ﷺ yang sampai mengharamkan sesuatu yang halal baginya hanya untuk menyenangkan istrinya Hafshah. Maka dari itu, tinggalkanlah segala hal yang bisa mendatangkan keributan, perdebatan, dan ketidakharmonisan dalam rumah tangga karena Allah ﷻ, karena keharmonisan dalam rumah tangga sangatlah dituntut dalam syariat.
__________________
Footnote :