Ujub dengan Pendapat yang Salah
Al-Ghozali rahimahullah berkata:
“Allah berfirman :
أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآهُ حَسَنًا
“Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan) ?” (QS Faathir : 8)
وَهُمْ يَحْسَبُونَ أَنَّهُمْ يُحْسِنُونَ صُنْعًا
“(Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini), sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya” (Qs Al-Kahfi : 104)
Rasulullah ﷺ telah mengabarkan bahwa ujub dengan pemikiran yang keliru akan mendominasi akhir umat ini. Karena hal ini maka binasalah umat-umat terdahulu tatkala mereka tercerai berai menjadi firqoh-firqoh, dan setiap firqoh ujub (ta’jub) dengan pemikirannya, dan..
كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ
“Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka (masing-masing)” (QS Al-Mukminun : 53)
Seluruh ahlul bid’ah dan seluruh pelaku kesesatan bersih keras di atas kesesatan dan bid’ah karena mereka ujub dengan pemikiran mereka, ujub dengan bid’ah, yaitu menganggap baik apa yang disetir oleh hawa nafsu dan syahwat disertai dengan persangkaan bahwa hal tersebut merupakan kebenaran.
Obat untuk ujub ini lebih berat dari obat dari ujub-ujub yang lain, karena seorang pemilik pemikiran yang salah adalah bodoh dengan kesalahannya, kalau seandainya dia mengetahui kesalahannya tentunya dia akan meninggalkannya. Dan tidaklah bisa diobati penyakit yang tidak diketahui penyakitnya, dan kebodohan adalah penyakit yang tidak terdeteksi, maka jadilah sangat sulit untuk menyembuhkannya.
Orang yang mengerti mampu untuk menjelaskan kepada orang yang bodoh akan hakekat kebodohannya dan mampu untuk menghilangkan kebodohan dari orang bodoh tersebut, kecuali jika orang yang bodoh tersebut ujub dengan pemikirannya dan kebodohannya, maka ia tidak akan memperhatikan penjelasan orang yang mengerti, bahkan ia akan menuduh orang yang mengerti tersebut. Maka sungguh Allah telah membuatnya terkuasai oleh bencana yang membinasakannya sementara dia menyangka bahwa bencana tersebut adalah kenikmatan…, lantas bagaimana mungkin mengobatinya??, bagaimana dia disuruh untuk kabur/lari dari perkara yang menurut keyakinannya adalah sebab kebahagiaannya.
Akan tetapi cara pengobatan penyakitnya secara umum adalah hendaknya ia senantiasa mencurigai pemikirannya dan tidak terpedaya dengan pemikirannya tersebut kecuali jika ditunjukkan dengan dalil yang qot’i (pasti dan yakin) dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah atau dalil akal yang shahih yang telah memenuhi persyaratan dalil-dalil” (Ihyaa Uluumiddiin 3/378)
Ditulis oleh Ustadz DR. Firanda Andirja, MA
Judul: Berjihad Melawan Riya’ (Series)