32. كَلَّا وَٱلْقَمَرِ
kallā wal-qamar
32. Sekali-kali tidak, demi bulan.
Tafsir :
Tiga jenis kondisi Allah ﷻ dalam ayat ini menjelaskan tentang adanya cahaya yang muncul di tengah-tengah kegelapan. Rembulan bercahaya di gelapnya malam, ketika malam telah berlalu juga menunjukkan adanya cahaya yang merobek kegelapan malam, dan ketika subuh setelah semakin terang. Kondisi-kondisi ini mengisyaratkan bahwa Alquran adalah cahaya di tengah gelapnya kesyirikan orang-orang kafir Quraisy. Maka seharusnya orang-orang yang cerdas itu bisa mendapatkan petunjuk dengan cahaya tersebut. ([1])
Kemudian Allah ﷻ berfirman,
إِنَّهَا لَإِحْدَى الْكُبَرِ، نَذِيرًا لِلْبَشَرِ
“Sesunggunya (Saqar itu) adalah salah satu (bencana) yang sangat besar, sebagai peringatan bagi manusia.” (QS. Al-Muddatstsir : 35-36)
Sebagaimana telah disebutkan bahwa Al-Walid Ibnul Mughirah berpikir keras untuk mencela Alquran. Dan ternyata Allah ﷻ memberikan kepadanya azab berupa neraka Saqar. Ini menunjukkan bahwasanya bukan hanya amalan kita yang akan diperhitungkan oleh Allah ﷻ, melainkan pemikiran kita juga akan diperhitungkan. Karena ada yang namanya amal badan dan amal fikri. Oleh karenanya tatkala Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ
“Semua amalan tergantung niatnya.”([2])
Al-Imam Ash-Shan’ani([3]) menjelaskan bahwasanya amal yang dimaksud dalam sabda Nabi ﷺ ini sifatnya umum sehingga mencakup tentang amal fikri. Oleh karenanya jika sekiranya seseorang berpikir tentang maslahat dakwah, meskipun belum berbuat maka dia akan mendapatkan pahala di sisi Allah ﷻ. Kalau tersenyum saja Allah tidak lupa untuk memberikan pahala, maka bagaimana lagi dengan berpikir dalam hal kebaikan yang memakan waktu yang lama? Tentunya ada pahala yang Allah siapkan.
Oleh karenanya seseorang ingat bahwasanya berpikir juga akan dinilai oleh Allah ﷻ. Berpikir kebaikan akan mendatangkan pahala, namun berhati-hati karena jika berpikir keburukan akan mendatangkan dosa.
__________________________________________
Footnote :
([1]) Lihat: At-Tahrir wat Tanwir 29/322
([2]) HR. Bukhari no. 1 dan HR. Muslim no. 1907
([3]) Dalam kitabnya al-Úddah (Syarh Úmdatil Ahkaam) pada syarah hadits yang pertama