1. يَٰٓأَيُّهَا ٱلْمُدَّثِّرُ
yā ayyuhal-muddaṡṡir
1. Hai orang yang berkemul (berselimut).
Tafsir :
Para ulama menyebutkan tentang asbabun nuzul (sebab turunnya) surah Al-Muddatstsir sebagaimana diriwayatkan oleh imam Al-Bukhari, Imam Muslim dan yang lainnya, dari Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu bahwa Rasulullah ﷺ bersabda,
جَاوَرْتُ بِحِرَاءٍ فَلَمَّا قَضَيْتُ جِوَارِي هَبَطْتُ، فَنُودِيتُ فَنَظَرْتُ عَنْ يَمِينِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا، وَنَظَرْتُ عَنْ شِمَالِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا، وَنَظَرْتُ خَلْفِي فَلَمْ أَرَ شَيْئًا، فَرَفَعْتُ رَأْسِي فَإِذَا المَلَكُ الَّذِي جَاءَنِي بِحِرَاءٍ جَالِسٌ عَلَى كُرْسِيٍّ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ، فَجَئِثْتُ مِنْهُ رُعْبًا، فَرَجَعْتُ فَقُلْتُ: دَثِّرُونِي فَدَثَّرُونِي، فَنَزَلَتْ: يا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ قُمْ فَأَنْذِرْ إِلَى قَوْلِهِ: وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
“Aku berdiam diri di Gua Hira. Setelah selesai, aku pun beranjak keluar dan menelusuri lembah, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggilku, maka aku pun menoleh ke sebelah kananku namun aku tidak melihat siapa-siapa, aku menoleh ke sebelah kiri, juga aku tidak melihat siapa-siapa, kuarahkan pandanganku ke belakang namun aku juga tidak melihat siapa-siapa. Ketika aku melihat keatas, ternyata terdapat Malaikat yang sebelumnya mendatangiku di gua Hira tengah duduk di atas kursi antara langit dan bumi. Aku merasa ketakutan hingga aku jatuh tersungkur ke tanah. Lalu aku pun segera pulang menemui keluargaku seraya berkata, ‘Selimutilah aku’. Maka keluargaku pun segera menyelimutiku.”([1])
Riwayat ini merupakan dalil yang menguatkan bahwasanya surah Al-Muddatstsir adalah surah kedua setelah surah Al-‘Alaq. Karena dalam riwayat di atas disebutkan bahwa Nabi ﷺ menyebutkan bahwa datang malaikat Jibril yang pernah datang kepada beliau di Gua Hira, sedangkan kita tahu bahwa surah yang turun di Gua Hira adalah surah Al-‘Alaq.
Setelah Nabi ﷺ telah tenang, Allah ﷻ kemudian menurunkan wahyunya dengan mengatakan,
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ
“Wahai orang yang berselimut.” (QS. Al-Muddatstsir : 1)
Dalam ayat ini Allah ﷻ tidak memanggil nama Nabi Muhammad ﷺ secara langsung dengan ‘Wahai Muhammad’. Akan tetapi Allah ﷻ memanggil nabi dengan kondisi nabi yang sedang berselimut. Dan panggilan semacam ini adalah metode Bahasa Arab yang menunjukkan mulathafah (kelembutan) ([2]), yaitu memanggil seseorang dengan sebutan kondisi yang sedang dialami oleh orang tersebut. Panggilan semacam ini pula mirip dengan panggilan Nabi ﷺ terhadap Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu. Ketika itu Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu sedang ribut dengan Fathimah radhiallahu ‘anha, maka Ali bin Abi Thali pergi ke masjid karena tidak ingin memperpanjang masalah. Kemudian Ali bin Abi Thalib pun tidur di masjid sehingga tubuhnya banyak terkena tanah. Maka Nabi ﷺ datang mencari Ali bin Abi Thalib di masjid Nabawi serta membangunkannya dengan berkata,
قُمْ يَا أَبَا تُرَابٍ
“Bangunlah Wahai orang yang banyak pasir (tanah) di badannya.”([3])
Maka tatkala Nabi ﷺ dipanggil oleh Allah ﷻ dengan panggilan kondisi beliau yang sedang berselimut, maka itu menunjukkan cinta kasih Allah kepada Nabi ﷺ.
______________________________
Footnote :
([2]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 19/61 dan At-Tahrir wat Tanwir 29/294