4. كَلَّا سَيَعْلَمُونَ
kallā saya’lamụn
4. Sekali-kali tidak; kelak mereka akan mengetahui.
Tafsir :
Sekarang mereka mengingkari, tetapi kelak mereka akan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana mereka dibangkitkan. Mereka akan menyaksikan dahsyatnya hari kiamat tersebut. Seakan-akan Allah Subhanallahu wata’ala menyatakan : “Mana akal kalian wahai kaum musyrikin? Apakah kalian menyangka bahwa kehidupan ini akan sirna begitu saja? Tidak ada hari kebangkitan dan tidak ada pembedaan? Kalian mengakui adanya Tuhan, kalian mengakui adanya Allah Subhanallahu wata’ala, kalian percaya adanya pencipta, lantas kalian mengatakan pencipta tersebut hanya menciptakan begitu saja tanpa ada pertanggungjawaban di hari akhirat? Sehingga kalian menyangka tidak ada yang membedakan antara mana yang dzalim dan didzalimi, semua sama saja menjadi tanah tulang belulang, tidak ada hari pertanggung jawaban, tidak dibedakan antara kafir dan beriman, tidak akan dibedakan antara yang mendustakan dan yang membenarkan?” Sesungguhnya ini adalah pemikiran yang konyol, sikap seperti ini tidak mungkin dilakukan oleh pencipta alam semesta yang Maha Hikmah dan Maha Bijak. Jika sikap seperti ini tidak layak dilakukan oleh seorang pemimpin dunia terhadap bawahannya apalagi Allah Subhanallahu wata’ala terhdap ciptaanNya.
Beriman kepada akhirat merupakan perkara yang sangat penting. Karena ini akan mempengaruhi perjalanan hidup manusia. Seorang yang beriman kepada Allah Subhanallahu wata’ala dan beriman bahwasanya dia akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Subhanallahu wata’ala, akan nampak dampaknya dalam kehidupannya. Dia tahu bahwa setiap lafal yang dia ucapkan, setiap perbuatan yang dia kerjakan, akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Subhanallahu wata’ala. Berbeda dengan seseorang yang tidak beriman akan hal ini, dia merasa bahwa dia tidak akan dibangkitkan. Sehingga dia akan melakukan segala kegiatan seenaknya karena dia merasa tidak akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Subhanallahu wata’ala.
Kemudian setelah itu Allah Subhanallahu wata’ala mulai menyebutkan tentang kenikmatan-kenikmatan yang Dia berikan kepada manusia untuk mengingatkan kaum musyrikin bahwasanya Allah Subhanallahu wata’ala adalah عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ “Maha Kuasa atas segala Sesuatu”, bahwasanya Allah Subhanallahu wata’ala mampu untuk membangkitkan para hamba. Allah Subhanallahu wata’ala menjelaskan bahwa penciptaan manusia adalah perkara yang ringan. Allah Subhanallahu wata’ala berfirman :
لَخَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ أَكْبَرُ مِنْ خَلْقِ النَّاسِ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya penciptaan langit dan bumi lebih besar (dahsyat) daripada penciptaan manusia akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS Ghafir : 57)
Alam semesta ini luar biasa luasnya, luar biasa megahnya. Allah Subhanallahu wata’ala menciptakan ini semua dengan mudahnya, maka mudah pula bagi Allah Subhanallahu wata’ala untuk sekedar membangkitkan manusia yang sudah menjadi tulang belulang. Bukankah Allah Subhanallahu wata’ala telah menciptakan mereka sebelumnya dari ketiadaan?
Perkara ini (yaitu Allah menciptakan alam semesta) merupakan perkara yang diyakini oleh orang-orang musyrikin. Orang-orang musyrikin bukanlah dahriah -yaitu orang-orang yang mengingkari adanya Tuhan-, akan tetapi kaum musyrikin mengakui adanya Allah Subhanallahu wata’ala, hanya saja mereka mengingkari adanya hari kebangkitan, sehingga Allah Subhanallahu wata’ala menjelaskan kepada mereka :“jika kalian mengakui bahwasanya Allah Subhanallahu wata’ala lah yang telah menciptakan kalian, maka mengulangi penciptaan kalian lebih mudah perkaranya”. Diantara bentuk penjelasan Allah Subhanallahu wata’ala kepada mereka adalah Allah menjelaskan bahwa yang menciptakan alam semesta ini adalah Allah Subhanallahu wata’ala, dan penciptaan alam semesta lebih dahsyat daripada penciptaan manusia.