46. كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَهَا لَمْ يَلْبَثُوٓا۟ إِلَّا عَشِيَّةً أَوْ ضُحَىٰهَا
ka`annahum yauma yaraunahā lam yalbaṡū illā ‘asyiyyatan au ḍuḥāhā
46. Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.
Tafsir :
Tatkala mereka menyaksikan sendiri kedahsyatan hari kiamat, mereka pun mulai menyadari bahwasanya mereka akan kekal dalam nereka Jahannam dan hidup di dunia hanya sementara. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
كَأَنَّهُمْ يَوْمَ يَرَوْنَ مَا يُوعَدُونَ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِّن نَّهَارٍ
“Pada hari mereka melihat azab yang dijanjikan, mereka merasa seolah-olah tinggal (di dunia) hanya sesaat saja pada siang hari.” (QS Al-Ahqaf : 35)
Mereka merasa seakan-akan selama ini mereka hidup di dunia hanya sebentar saja. Hari akhirat dinamakan hari akhirat karena itu adalah hari terakhir, hari penghujung yang tidak ada lagi hari setelahnya. Seseorang yang membandingkan kehidupan yang abadi dan kekal dengan kehidupannya yang selama ini dia jalani didunia ini niscaya tidak akan bisa dibandingkan. Diibaratkan dalam matematika jika 100 tahun dibandingkan dengan kekekalan niscaya tidak akan bisa dibandingkan. Kebanyakan kita, 1/3 waktu hidupnya kita digunakan untuk tidur. Andaikan umur manusia itu 60 tahun, kemudian 1/3 waktunya digunakan untuk tidur yaitu 20 tahun. Kemudian masa kecil sampai dia dewasa 15 tahun. 60 dikurangi 20 tinggal 40, 40 dikurangi 15 tinggal 25 tahun, itulah hidup yang hakiki. Sehingga hidup yang benar-benar dia rasakan hanya sebentar. Lantas berapa tahun yang dia gunakan untuk beribadah dibandingkan untuk mencari dunia dari umurnya tersebut.
Oleh karena itu, seseorang yang cerdas akan lebih mengutamakan kehidupan akhirat daripada kehidupan dunia. Karena dia tahu kehidupan dunia hanyalah sementara. Dan kehidupan dunia baginya hanyalah sarana untuk memasuki kehidupan yang kekal lagi abadi yaitu kehidupan akhirat.