23. عَلَى ٱلْأَرَآئِكِ يَنظُرُونَ
‘alal-arā`iki yanẓurụn
23. mereka (duduk) di atas dipan-dipan sambil memandang.
Tafsir:
الْأَرَائِكُ adalah jamak dari الأَرِيْكَةُ dan dia bukan hanya sekedar dipan, tetapi dipan khusus yang dihiasi -seperti tempat tidur yang disiapkan untuk pengantin baru-. Tempat tidur yang terdapat padanya tirai-tirai yang menutup, kemudian diberikan perhiasan-perhiasan, diberikan wewangian yang semerbak[1]. Demikianlah penghuni surga, mereka berada di atas dipan-dipan yang dihiasi dalam keadaan santai dan mata memandang.
Para ahli tafsir menyebutkan tentang apa yang dipandang oleh mereka diatas dipan-dipannya. Sebagian mengatakan bahwa mereka memandang nikmat-nikmat yang mereka rasakan. Mereka takjub dengan nikmat-nikmat yang disediakan untuk mereka. Bahkan diriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata:
إِنَّ الرَّجُلَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ لَيُعَانِقُ الْحَوْرَاءَ سَبْعِيْنَ سَنَةً ، لاَ يَمَلُّهَا وَلاَ تَمَلُّهُ ، كُلَّمَا أَتَاهَا وَجَدَهَا بِكْرًا ، وَكُلَّمَا رَجَعَ إِلَيْهَا عَادَتْ إِلَيْهِ شَهْوَتُهُ ؛ فَيُجَامِعُهَا بِقُوَّةِ سَبْعِيْنَ رَجُلاَ ، لاَ يَكُوْنُ بَيْنَهُمَا مَنِيٌّ ؛ يَأْتِي مِنْ غَيِرْ مَنِيٍّ مِنْهُ وَلاَ مِنْهَا
“Sesungguhnya seorang penghuni surga sungguh akan memeluk bidadari selama 70 tahun, ia tidak bosan dengan bidadari tersebut dan sang bidadari juga tidak bosan dengannya, setiap kali ia menjimaknya ia mendapati sang bidadari kembai perawan, dan setiap kali ia kembali kepada sang bidadari maka syahwatnya akan kembali. Maka iapun menjimak bidadari tersebut dengan kekuatan 70 lelaki, tidak ada mani yang keluar dari keduanya, ia menjimak bidadari tanpa keluar mani, dan sang bidadari juga tidak keluar mani.” (Tafsiir Al-Qurthubi 15/45)
Sebagian ahli tafsir mengatakan bahwa mereka memandang diantara mereka satu sama lain. Ketika di dunia mereka adalah sahabat dekat, dan tatkala di surga mereka dipertemukan kembali. Dan ini adalah kenikmatan tersendiri. Sebagaimana apabila kita lama tidak berjumpa dengan kawan di dunia tetapi dalam suatu waktu dipertemukan, pasti kita akan merasakan kebahagiaan.
Ada pula yang mengatakan bahwa mereka memandang kepada penghuni neraka Jahannam. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Shaff dan Al-A’raf tentang dialog antara penghuni surga dan penghuni neraka Jahannam. Para penghuni surga melihat bagaimana penghuni neraka jahannam disiksa, sehingga mereka bersyukur bisa merasakan kenikmatan yang luar biasa dan menyelamatkan mereka dari siksaan pedih yang dialami oleh para penghuni neraka jahannam.
Dan sebagian ulama berpendapat bahwa semua itu bisa benar. Karena diantara kaidah ilmu tafsir, apabila maf’ul bihnya (objek) dihapus maka akan memberi faidah keumuman. Sehingga mereka memandang suatu kelezatan yang membahagiakan mereka, apakah itu memandang wajah Allah subhanallahu wata’ala, atau memandang saudara-saudara mereka di dunia yang kemudian dipertemukan di surga, atau memandang nikmat-nikmat yang mereka rasakan, atau memandang adzab neraka jahannam yang membuat mereka bersyukur kepada Allah karena telah diselamatkan dari adzab tersebut. Maka ayat ini bisa mencakup semua pendapat-pendapat sebelumnya.
Adapun Ibnul Qoyyim rahimahullah maka beliau berpendapat bahwa ayat ini khusus mengenai pandangan penghuni surga melihat wajah Allah. Karena pada ayat sebelumnya Allah menyebutkan orang-orang kafir yang terhalangi dari melihat wajah Allah maka sebaliknya para penghuni surga mendapatkan kemuliaan dengan memandang wajah Allah (lihat Ighootsatul Lahfaan hal 32)
[1] Lihat Tahdziib Al-Lughoh 10/193 dan Taajul ‘Aruus 27/39