15. كَلَّآ إِنَّهُمْ عَن رَّبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَّمَحْجُوبُونَ
kallā innahum ‘ar rabbihim yauma`iżil lamaḥjụbụn
15. Sekali-kali tidak, sesungguhnya mereka pada hari itu benar-benar tertutup dari (rahmat) Tuhan mereka.
Tafsir:
Yakni mereka tidak bisa melihat Allah subhanallahu wata’ala di hari kiamat kelak. Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahulah dalam tafsirnya mengatakan bahwa Al-Imam Asy-Syafi’i berdalil dengan ayat ini bahwasanya kaum mukminin kelak akan melihat wajah Allah pada hari kiamat. Imam As-Syaf’’i berkata :
وفي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ الْمُؤْمِنِينَ يَرَوْنَهُ عَزَّ وَجَلَّ يَوْمَئِذٍ
“Pada ayat ini ada dalil yang menunjukan bahwa kaum mukminin melihat Allah ‘Azza wa Jalla pada hari itu”.
Yaitu Al-Imam Asy-Syafi’i berdalil dengan mafhum ayat ini (lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/347)
Melihat wajah Allah merupakan kenikmatan yang paling lezat yang akan dirasakan oleh orang-orang beriman di surga kelak. Kenikmatan tersebut merupakan tambahan dari nikmat yang telah mereka rasakan di dalam surga. Oleh karena itu, dalam ayat yang lain Allah berfirman
وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَّاضِرَةٌ (22) إِلَىٰ رَبِّهَا نَاظِرَةٌ (23)
“(22) Wajah-wajah (orang mukmin) pada hari itu berseri-seri ; (23) Melihat kepada Tuhannya.” (QS Al-Qiyamah : 22-23)
Ini juga merupakan dalil bahwasanya Allah subhanallahu wata’ala memiliki wajah dan sifat-sifat lainnya, namun tidak kita tahu akan hakikatnya. Allah memiliki wajah yang berbeda dengan wajah manusia. Pendengaran Allah juga berbeda dengan pendengaran manusia yang penuh dengan keterbatasan. Jika ada dua orang yang berbicara bersamaan, maka pendengaran manusia tidak akan bisa menangkapnya dengan baik kedua pembicaraan tersebut. Adapun pendengaran Allah tidak demikian, tatkala jutaan manusia berkumpul di padang arafah padang musim haji dan semua berdoa kepada Allah subhanallahu wata’ala dalam satu waktu dengan doa yang berbeda-beda maka semuanya didengar oleh Allah. Demikian juga penglihatan Allah berbeda dengan penglihatan manusia, manusia penglihatannya terbatas namun penglihatan Allah melingkupi segala sesuatu. Begitupun kekuatan Allah berbeda dengan kekuatan manusia, dan seluruh sifat-sifat lainnya. Allah berfirman:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ ۖ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS As-Syura : 11)
Dan diantara keyakinan Imam Asy-Syafii rahimahullah berikut seluruh Ahlussunnah wal Jamaah bahwasanya orang-orang yang beriman akan melihat wajah Allah pada hari kiamat. Rasulullah juga mengajarkan supaya berdoa kepada Allah agar kelak di hari kiamat diberikan kesempatan melihat wajah Allah dalam kenikmatan. Diantara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wassallam :
أَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ
“Aku memohon kenikmatan memandang wajah-Mu.” (HR. An-Nasai, Ahmad)
Adapun Ibnu Jarir At-Thobari maka beliau berpendapat bahwa ayat ini umum mencakup terhalanginya kaum kafir dari melihat wajah Allah dan juga terhalangi dari karomah/kemuliaan Allah, yaitu Allah tidak akan melihat mereka, tidak akan mensucikan merekan dan bagi mereka adzab yang pedih (lihat Tafsir At-Thobari 24/206)