8. فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا
fa saufa yuḥāsabu ḥisābay yasīrā
8. maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah.
Tafsir:
Semakna dengan ayat tersebut Allah berfirman dalam ayat yang lain:
فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ فَيَقُولُ هَاؤُمُ اقْرَءُوا كِتَابِيَهْ (19) إِنِّي ظَنَنتُ أَنِّي مُلَاقٍ حِسَابِيَهْ (20)
(19) Adapun orang yang kitabnya diberikan di tangan kanannya, maka dia berkata, “Ambillah, bacalah kitabku (ini); (20) Sesungguhnya aku yakin, bahwa (suatu saat) aku akan menerima perhitungan terhadap diriku.” (QS Al-Haqqah : 19-20)
Ini adalah kondisi orang yang beriman yang dimuliakan oleh Allah. Dia menerima catatan amalnya dengan tangan kanannya dan dia senang dengan isi catatan amalnya. Dia yakin akan perjumpaannya dengan Allah sehingga dia beramal shalih. Dan kelak dia akan dihisab dengan hisab yang ringan.
Hisab yang ada di akhirat kelak itu ada dua model. Dalam suatu hadist Rasulullah Shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah bersabda,
مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ. قَالَتْ عَائِشَةُ: فَقُلْتُ أَوَلَيْسَ يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: {فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَابًا يَسِيرًا} [الانشقاق: 8] قَالَتْ: فَقَالَ: ” إِنَّمَا ذَلِكِ العَرْضُ، وَلَكِنْ: مَنْ نُوقِشَ الحِسَابَ يَهْلِكْ
“Barangsiapa yang dihisab, maka ia tersiksa”. ‘Aisyah bertanya,”Bukankah Allah telah berfirman ‘maka ia akan dihisab dengan hisab yang mudah?’” Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Hal itu adalah al-‘ardh (pemaparan). Namun barangsiapa yang diperinci dan detail saat dihisab, maka ia akan binasa”. (HR Bukhari no. 103 dan Muslim no. 276)
Oleh karena itu, para ulama menjelaskan bahwa kelak di hari kiamat ada pemaparan dan ada hisab. Pemaparan artinya Allah memaparkan seluruh amalan dia di hadapan Allah, berdua antara dia dengan Alah. Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,
مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ، لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ، وَلاَ حِجَابٌ يَحْجُبُهُ
“Tidaklah ada seorangpun di antara kalian kecuali ia akan diajak bicara oleh Rabb-nya. Tidak ada antara keduanya penerjemah dan penghalang yang menghalanginya.” (HR Bukhari no 7443)
Disitu Allah akan menampakkan catatan amal. Dalam hadist yang lain Nabi Shalallahu ‘alayhi wa sallam pernah berdoa,
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ سَمِعْتُ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ فِى بَعْضِ صَلاَتِهِ « اللَّهُمَّ حَاسِبْنِى حِسَاباً يَسِيرًا ». فَلَمَّا انْصَرَفَ قُلْتُ يَا نَبِىَّ اللَّهِ مَا الْحِسَابُ الْيَسِيرُ قَالَ « أَنْ يَنْظُرَ فِى كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزَ عَنْهُ إِنَّهُ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ يَوْمَئِذٍ يَا عَائِشَةُ هَلَكَ وَكُلُّ مَا يُصِيبُ الْمُؤْمِنَ يُكَفِّرُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ بِهِ عَنْهُ حَتَّى الشَّوْكَةُ تَشُوكُهُ »
Dari Aisyah, ia berkata, saya telah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada sebagian shalatnya membaca, “Ya Allah hisablah aku dengan hisab yang mudah” Ketika beliau berpaling saya bekata, “Wahai Nabi Allah, apa yang dimaksud dengan hisab yang mudah?” Beliau bersabda, “Seseorang yang Allah melihat kitabnya lalu memaafkannya. Karena orang yang diperdebatkan hisabnya pada hari itu, pasti celaka wahai Aisyah. Dan setiap musibah yang menimpa orang beriman Allah akan menghapus (dosanya) karenanya, bahkan sampai duri yang menusuknya.” (HR. Ahmad 6/48)
Allah tidak menghisab kaum Mukminin secara detail, namun mencukupkan dengan al-‘aradh. Allah hanya memaparkan dan menjelaskan semua amalan tersebut di hadapan mereka. Demikian dijelaskan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits Ibnu ‘Umar, beliau berkata:
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ اللَّهَ يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ وَأَمَّا الْكَافِرُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الْأَشْهَادُ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ أَلَا لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ
Aku telah mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah mendekati seorang mukmin, lalu meletakkan padanya sitar (الكَنَفُ asalnya berarti sayap burung yang digunakan untuk menutup dirinya dan telurnya –pent) dan menutupinya (dari pandangan orang lain), lalu (Allah) berseru: ‘Tahukah engkau dosa ini? Tahukah engkau dosa itu?’ Mukmin tersebut menjawab, ’Ya, wahai Rabb-ku,’ hingga bila selesai meyampaikan semua dosa-dosanya dan mukmin tersebut melihat dirinya telah binasa, Allah berfirman,’Aku telah rahasiakan (menutupi) dosa itu di dunia, dan Aku sekarang mengampunimu,’ lalu ia diberi kitab kebaikannya. Sedangkan orang kafir dan munafik, maka Allah berfirman: ‘Orang-orang inilah yang telah berdusta terhadap Rabb mereka’. Ingatlah, kutukan Allah (ditimpakan) atas orang-orang yang zhalim”. (HR Bukhari no. 2441 dan Muslim no. 2768)
Oleh karena itu, ini merupakan karunia dari Allah sekaligus hal yang sangat memalukan bagi seorang mukmin yang melakukan kemaksiatan. Tatkala tidak ada orang yang melihat dia kemudian dia menutup rapat-rapat semua pintu dan jendelanya lalu bermaksiat kepada Allah, maka maksiat ini akan diingatkan oleh Allah pada hari kiamat kelak meskipun dia sudah bertaubat. Meskipun Allah tidak mempermalukan dia di hadapan khalayak ramai tetapi di hadapan Allah sudah cukup mamalukan. Nabi Adam saja yang sudah diterima taubatnya oleh Allah akibat pelanggarannya telah memakan buah yang dilarang oleh Allah, beliau di hari kiamat kelak juga takut dengan dosa tersebut, sehingga ketika orang-orang datang kepada Nabi Adam, meminta agar Nabi Adam memberi syafaat di sisi Allah untuk mereka, Nabi Adam tidak mau karena telah melanggar perintah Allah. Padahal Nabi Adam telah bertaubat dan sudah diterima oleh Allah namun Nabi Adam masih khawatir dengan dosa tersebut.
Namun jika seseorang menjalani hisab di hadapan seluruh manusia, maka hal itu sendiri sudah merupakan siksaan. Sebagai permisalan, ketika kita di dunia ini melakukan perbuatan kriminal, lantas kita dipanggil oleh hakim kemudian disidang di hadapan orang-orang yang hadir maka yang seperti itu sudah merupakan siksaan tersendiri, merasa malu karena disaksikan oleh orang banyak.
Adapun yang dimaksud dengan hisab munaqosyah maka sebagaimana penjelasan Ibnu Hajar :
وَالْمُرَادُ بِالْمُنَاقَشَةِ الِاسْتِقْصَاءُ فِي الْمُحَاسَبَةِ وَالْمُطَالَبَةُ بِالْجَلِيلِ وَالْحَقِيرِ وَتَرْكِ الْمُسَامَحَةِ
“Yang dimaksud dengan munaqosyah adalah detail dan rinci dalam pengauditan, dan penuntutan segala dosa baik yang besar maupun yang kecil, disertai tanpa pemaafan” (Fathul Baari 11/401)
Yang ini melazimkan ketersiksaan. Nabi bersabda مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ عُذِّبَ (Barang siapa yang disidang secara rinci tatkala hisab maka dia disiksa). Dia akan tersiksa dari dua sisi, (1) tatkala disidang, dan (2) tatkala masuk neraka setelah persidangan.