3. وَإِذَا ٱلْأَرْضُ مُدَّتْ
wa iżal-arḍu muddat
3. dan apabila bumi diratakan
Tafsir:
Para ulama telah bersepakat bahwa bumi ini bentuknya bulat. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata
اعْلَمْ أَنَّ الْأَرْضَ قَدْ اتَّفَقُوا عَلَى أَنَّهَا كُرَوِيَّةُ الشَّكْلِ
‘’Ketahuilah bahwa para ulama telah sepakat bahwa bumi itu bentuknya bulat’’ (Maajmuu’ al-Fataawaa 5/150)
Dan pada hari kiamat kelak bumi yang bulat yang sekarang dipijak ini akan dibuat datar oleh Allah. Allah berfirman:
يَوْمَ تُبَدَّلُ الْأَرْضُ غَيْرَ الْأَرْضِ وَالسَّمَاوَاتُ ۖ وَبَرَزُوا لِلَّهِ الْوَاحِدِ الْقَهَّارِ
“(yaitu) pada hari (ketika) bumi diganti dengan bumi yang lain dan (demikian pula) langit, dan mereka (manusia) berkumpul (di padang mahsyar) menghadap Allah Yang Maha Esa, Mahaperkasa.” (QS Ibrahim : 48)
Pada hari kiamat kelak, bumi ini akan diubah oleh Allah dan manusia akan dibangkitkan di atas dataran yang rata, tidak ada gunung dan tidak ada lembah. Semua manusia dikumpulkan mulai dari zaman nabi Adam hingga hari kiamat. Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Aash berkata
إِذَا كَانَ يَوْمُ الْقِيَامَةِ مُدَّتِ الْأَرْضُ مَدَّ الْأَدِيمِ
“Apabila hari kiamat, maka Allah akan meratakan bumi sebagaimana meratakan kulit.” (Atsar riwayat Al-Hakim no. 8716, dan Ibnu Majah (no 4081) juga meriwayatkan dari Nabi makna yang serupa namun dengan sanad yang lemah dengan lafal : ثُمَّ تُنْسَفُ الْجِبَالُ، وَتُمَدُّ الْأَرْضُ مَدَّ الْأَدِيمِ ‘’Gunung-gunung lalu dihancurkan dan bumipun diratakan sebagaimana diratakannya kulit’’)
Demikianlah keadaan bumi akan diratakan sebagaimana ratanya kulit ketika ditarik, tidak ada lekukan, tidak ada turunan, tidak ada gunung tidak ada lembah, semuanya datar. Disitulah manusia nanti akan dibangkitkan oleh Allah, yaitu di atas padang mahsyar yang merupakan bumi yang telah di modifikasi oleh Allah.[1]
Nabi bersabda :
يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ القِيَامَةِ عَلَى أَرْضٍ بَيْضَاءَ عَفْرَاءَ، كَقُرْصَةِ نَقِيٍّ لَيْسَ فِيهَا مَعْلَمٌ لِأَحَدٍ
“Manusia dikumpulkan pada hari kiamat di atas bumi yang putih kemerah-merahan seperti tepung yang bersih, tidak ada penunjuk jalan apapun” (HR Al-Bukhari no 6521)
Ibnu Hajar berkata, ‘’yaitu tidak ada tanda-tanda pemukiman sama sekali, tidak bangunan, tidak ada bekas apapun, tidak ada apapun yang merupakan petunjuk jalan seperti gunung dan batu yang muncul’’ (Fathul Baari 11/375)
Sehingga bumi yang baru -yaitu padang mahsyar- lebih luas dan cukup untuk menampung seluruh manusia yang dibangkitkan oleh Allah untuk dihisab oleh Allah.
[1] Ini adalah salah satu dari dua pendapat di kalangan para ulama yaitu bahwa padang mahsyar adalah modifikasi dari bumi yang kita pijak sekarang, yang tadinya bulat dijadikan datar oleh Allah, setelah Allah mencabut gunung-gunung dan menghancurkannya. Dan ini juga didukung dengan firman Allah :
يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ أَخْبَارَهَا
‘’pada hari itu bumi menceritakan beritanya’’ (QS Az-Zalzalah : 4)
Sebagian salaf menafsirkan ayat ini bahwa bumi akan mengabarkan tentang orang-orang yang pernah memijaknya baik orang-orang yang taat maupun para pelaku kemaksiatan (Lihat Tafsir At-Thobari 24/561)
Adapun pendapat kedua menyatakan bahwa bumi yang kita pijak ini akan hancur dan sirna. Padang mahsyar adalah benar-benar bumi yang baru dan bukan modifikasi dari bumi yang lama. Ibnu Mas’uud berkata :
أَرْضٌ بَيْضَاءُ كَأَنَّهَا فِضَّةٌ، لَمْ يُسْفَكْ فِيهَا دَمٌ حَرَامٌ، وَلَمْ يُعْمَلْ فِيهَا بِمَعْصِيَةٍ
‘’Bumi putih seperti perak, tidak pernah ditumpahkan di atasnya darah yang haram, dan tidak pernah dikerjakan di atasnya kemaksiatan’’ (Atsar riwayat At-Thobroni dalam al-Mu’jam al-Kabiir no 10323 dan At-Thobari dalam tafsirnya 13/730, dan dishahihkan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 11/375)
Atsar ini menunjukan bahwa padang mahsyar adalah bumi yang baru yang tidak pernah dilakukan kemaksiatan di atasnya sama sekali, berbeda dengan bumi yang lama.