3. عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ
‘āmilatun nāṣibah
bekerja keras lagi kepayahan.
Tafsir Surat al-Ghasyiyah Ayat-3
Ada 2 pendapat di kalangan para ulama tentang makna ayat ini sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Al-Qurtubi di dalam tafsirnya, yang dua-duanya berasal dari salaf.
Pendapat pertama menyatakan bahwasanya bekerja keras lagi kepayahan ini berkaitan dengan orang-orang yang selama di dunia bersusah payah beramal shalih, mereka berletih-letih beramal shalih namun di akhirat mereka tetap masuk neraka jahannam. Ini disebabkan karena mereka menganggap bahwa amalan mereka adalah amalan yang shalih, ternyata tidak diterima oleh Allah. Diantaranya adalah para pendeta, mereka bersusah payah melakukan amalan tetapi tidak diterima oleh Allah.
Sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Katsir sebuah riwayat :
مَرَّ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ رَضِيَ الله تعالى عَنْهُ بِدَيْرِ رَاهِبٍ، قَالَ فَنَادَاهُ يَا رَاهِبُ، فَأَشْرَفَ قَالَ فَجَعَلَ عُمَرُ يَنْظُرُ إِلَيْهِ وَيَبْكِي، فَقِيلَ لَهُ: يَا أَمِيرَ الْمُؤْمِنِينَ مَا يُبْكِيكَ مِنْ هَذَا؟ قَالَ: ذَكَرْتُ قَوْلَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي كِتَابِهِ: عامِلَةٌ ناصِبَةٌ تَصْلى نَارًا حامِيَةً فذاك الذي أبكاني
Umar bin Al-Khotthob melewati tempat tinggal seorang rahib (pendeta), lalu Umar memanggilnya, “Wahai sang pendeta”, lalu munculah sang pendeta. Maka Umarpun memandangnya dan menangis. Maka ditanyakan kepada beliau, “Wahai Amirul mukminin apa yang membuat anda menangis?” Beliau berkata, “Aku ingat firman Allah ‘Azza wa Jalla dalam al-Qur’an : عَامِلَةٌ نَّاصِبَةٌ “(karena) bekerja keras lagi kepayahan”, itulah yang membuatku menangis”. (Tafsir Ibnu Katsir 8/376)
Umar merenungkan para pendeta yang beribadah namun di atas kesesatan. Mereka berletih-letih beribadah di dunia tetapi di akhirat masuk neraka jahannam karena tidak diterima oleh Allah, hal inilah yang membuat ‘Umar menangis.
Demikian juga diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib ketika menafsirkan “‘aamilatun nashibah”, kata Ali mereka adalah Khawarij, yang mereka beribadah luar biasa tetapi tidak bermanfaat untuk mereka. Sebagaimana yang disebutkan oleh Nabi shalallahu alayhi wa sallam dalam haditsnya:
يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلاَتَهُ مَعَ صَلاَتِهِمْ وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِمْ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لاَ يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنْ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنْ الرَّمِيَّةِ
“Salah seorang kalian meremehkan shalatnya di hadapan shalat mereka, puasanya di hadapan puasa mereka, dan bacaannya di hadapan bacaan mereka, mereka membaca Al Quran (akan tetapi) tidak melampaui tenggorokan mereka, mereka keluar dari agama Islam seperti anak panah keluar (saat menembus) sasarannya.” (HR. Bukhari (3610), (3344), Muslim (1064)
Dan demikianlah nasib yang mengerikan bagi para ahli bid’ah, mereka beribadah dengan susah payah dan berletih-letih akan tetapi ibadah mereka tidak diterima oleh Allah. Siapa yang bisa mengalahkan ibadah orang-orang Khawarij, kekhusyukan, sujudnya, puasanya, bahkan kata Nabi ibadah para sahabat tidak ada apa-apanya mereka. Akan tetapi mereka mengkafirkan kaum muslimin, mereka mengkafirkan Ali bin Abi Thalib dan para sahabat yang bersamanya, mereka memiliki aqidah yang berbahaya. Oleh karena itu, mereka di akhirat kelak masuk neraka jahannam meskipun di dunia telah bersusah payah beribadah kepada Allah.
Pendapat pertama ini yang dipilih dan dikuatkan Imam Al-Qurthubi, beliau mengatakan bahwasanya yang namanya amalan semuanya di dunia dan tidak ada di akherat. Ini artinya Allah sedang membicarakan orang-orang yang masuk neraka jahannam yang ketika mereka di dunia banyak beramal. Merekalah orang-orang kafir yang banyak beribadah seperti orang nasrani yang banyak beribadah di atas kesesatan atau para ahli bid’ah yang mereka beribadah namun tidak diterima oleh Allah karena amalan tersebut tidak pernah diajarkan oleh Nabi shalallahu ‘alayhi wa sallam.
Pendapat kedua sebagaimana yang dipilih oleh sebagian besar ahli tafsir, dan ini adalah pendapat yang kuat bahwasanya yang dimaksud dengan “‘aamilatun nashibah” adalah orang-orang kafir yang dibuat bekerja keras dengan pekerjaan-pekerjaan yang melelahkan dan mamayahkan mereka di akherat kelak sebagai siksaan dari Allah. Diantaranya ketika semua manusia berdiri di padang mahsyar sementara matahari jaraknya hanya 1 mil dari kepala. Adapun orang-orang beriman mereka akan dinaungi oleh ‘Arsy Allah, akan tetapi orang-orang kafir keringat mereka bercucuran sampai menutupi wajah-wajah mereka. Lebih dari itu, mereka akan menunggu hari dimana hari tersebut satu harinya seperti 50.000 tahun. Sungguh ini merupakan suatu kepayahan dan keletihan. Setelah itu, di neraka jahannam mereka akan disiksa dengan siksan-siksaan yang membuat payah. Allah berfirman:
سَأُرْهِقُهُ صَعُودًا
“Aku akan membebaninya dengan pendakian yang memayahkan.” (QS Al-Mudatstsir : 147)
Diantara tafsiran صَعُودًا adalah sebuah gunung di neraka jahnnam yang orang-orang kafir disuruh memanjatnya. Sementara gunung tersebut sangat licin dan sangat panas, mereka berusaha memanjat lalu tangan mereka hancur karena memegang dinding gunung tersebut yang sangat panas, dan mereka disuruh terus untuk naik ke atas gunung tersebut. Jika berhasil, maka mereka kemudian menjatuhkan diri lagi ke lembah neraka jahannam, lalu naik lagi, demikian seterusnya. Dan sungguh ini adalah pekerjaan yang sangat berat lagi meletihkan.
Diantara kepayahan yang akan mereka hadapi juga yaitu dibelenggu dengan rantai-rantai besi lalu digeret di atas belenggu-belenggu besi tersebut. Allah berfirman:
إِذِ الْأَغْلَالُ فِي أَعْنَاقِهِمْ وَالسَّلَاسِلُ يُسْحَبُونَ (71) فِي الْحَمِيمِ ثُمَّ فِي النَّارِ يُسْجَرُونَ (72)
“(71) Ketika belenggu dan rantai dipasang di leher mereka, seraya mereka diseret; (72) Ke dalam air yang sangat panas kemudian mereka dibakar dalam api.” (QS Ghafir : 71-72)
Oleh karena itu, pendapat kedua ini mengatakan bahwasanya yang dimaksud dengan “‘aamilatun nashibah” adalah orang-orang yang letih dan payah karena harus merasakan adzab yang pedih dan siksaan yang berat dari Allah.