6. وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ
washaddaqa bilhusnaa
“Dan membenarkan yang terbaik”
Tafsir Surat Al-Lail Ayat-6
Makna kata الْحُسْنَى “yang terbaik” dalam ayat ini ada tiga pendapat di kalangan ahli tafsir (lihat Tafsir At-Thobari 24/461-464).
Pertama, pendapat dari kalangan salaf yang menyatakan bahwa الْحُسْنَى adalah kalimat laa ilaha illallah sehingga maksudnya adalah membenarkan laa ilaha illallah.
Kedua, الْحُسْنَى adalah surga. Sebagaimana firman Allah di ayat yang lain. Allah berfirman:
لِّلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَىٰ وَزِيَادَةٌ ۖ
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik (surga) dan tambahannya (kenikmatan memandang wajah Allah).” (QS Yunus : 26)
Tafsiran salaf terhadap ayat ini yaitu bagi orang-orang yang berbuat baik الْحُسْنَى yaitu surga, وَزِيَادَةٌ yaitu memandang wajah Allah. Sehingga makna ayat ini adalah membenarkan adanya surga.
Ketiga, الْحُسْنَى disini adalah بِالْخَلَفِ مِنَ اللهِ “ganti dari Allah?. Ketika dia berinfak maka harta yang dia keluarkan tersebut akan mendapat ganti dari Allah.
Ketiga pendapat ini adalah benar. Namun yang lebih tepat dan sesuai dengan konteks pembicaraan pada ayat ini adalah pendapat ketiga. (dan ini adalah pendapat yang dipilih oleh At-Thobari dalam tafsirnya). Karena topik pembahasan surat Al-Lail adalah tentang antara orang yang berinfak dan orang yang pelit. Dan dalil-dalil yang menunjukkan bahwa Allah akan memberi ganti bagi orang yang berinfak sangatlah banyak. Seperti firman Allah:
وَمَا أَنفَقْتُم مِّن شَيْءٍ فَهُوَ يُخْلِفُهُ ۖ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
“Dan apa saja yang kalian infaqkan, Allah akan menggantinya dan Dialah pemberi rezeki yang terbaik.” (QS Saba’ : 39)
Dalam ayat lain, Allah berfirman:
مَّثَلُ الَّذِينَ يُنفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنبُلَةٍ مِّائَةُ حَبَّةٍ ۗ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَن يَشَاءُ ۗ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada serratus biji. Allah melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Luas lagi Maha Mengetahui.” (QS Al-Baqarah : 261)
Begitu pun dalam hadits-hadits Nabi juga banyak. Rasulullah bersabda:
قَالَ اللَّهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : يَاابْنَ آدَمَ! أُنْفِقْ عَلَيْكَ
“Allah Yang Mahasuci lagi Mahatinggi berfirman, ‘Wahai anak Adam! Berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberikan rizki) kepadamu’.” (HR Muslim no. 993)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah juga bersabda:
مَا مِنْ يَوْمٍ يُصْبِحُ الْعِبَادُ فِيْهِ إِلاَّ مَلَكَانِ يَنْزِلاَنِ فَيَقُوْلُ أَحَدُهُمَا: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُنْفِقًا خَلَفًا. وَيَقُوْلُ اْلآخَرُ: اَللَّهُمَّ أَعْطِ مُمْسِكًا تَلَفًا
“Tidak satu hari pun di mana pada pagi harinya seorang hamba ada padanya melainkan dua Malaikat turun kepadanya, salah satu di antara keduanya berkata: ‘Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfak.’ Dan yang lainnya berkata: ‘Ya Allah, hancurkanlah (harta) orang yang kikir’.” (HR Bukhari no. 1442 dan Muslim no. 1010)
Dan sabda Nabi yang lain, bahwasanya sedekah itu tidak akan mengurangi harta:
مَا نَقَصَتْ صَدَقَةٌ مِنْ مَالٍ
“Sedekah tidaklah mengurangi harta.” (HR Muslim no. 2558)
Hal ini banyak dijumpai di kehidupan nyata bahwasanya orang yang bersedekah justru hartanya semakin bertambah. Oleh karena itu, orang yang bersedekah kepada orang miskin, sesungguhnya kebutuhannya terhadap si miskin lebih besar daripada kebutuhan si miskin terhadap dirinya. Si miskin ketika menerima infak dari si kaya maka dia gunakan pemberian tersebut untuk menghilangkan rasa laparnya, untuk menutup hutangnya, atau untuk menutupi kebutuhan sehari-harinya. Adapun si kaya ketika berinfak kepada si miskin, maka dia mendapatkan lebih banyak keuntungan.
Pertama, Allah akan memberikan untuknya ganti di dunia lebih banyak daripada apa yang diberikannya kepada si miskin. Karena sedekah tidak akan mengurangi harta sebagaimana dalam suatu hadits, bahkan justru menambahnya. Dengan syarat sedekahnya ikhlas karena Allah dan bukan semata-mata mencari ganti dunia saja.
Kedua, dia juga akan mendapat ganti untuk akhiratnya berupa pahala yang berlipat ganda. Dan hal ini sangat dia butuhkan.
Ketiga, Allah akan menganugerahi kebahagiaan ke dalam dirinya. Sesuai kaedah syariat, al–jaza’ min jinsil ‘amal (balasan itu sesuai dengan amalan seseorang). Ketika dia membahagiakan si miskin dengan memberikan kepada si miskin sebagian hartanya, maka Allah akan memberikan kebahagian ke dalam dirinya. Bahkan kebahagiaan yang dia rasakan melebihi kebahagiaan yang dirasakan si miskin yang mungkin saja sifatnya sesaat. Sedangkan orang yang berinfak maka Allah akan memberikan kebahagiaan yang lama di dalam hatinya.
Oleh karena itu, ketika ada seorang sahabat mengeluhkan kepada Nabi tentang kerasnya hatinya. Lalu Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya:
ﺇِﻥْ ﺃَﺭَﺩْﺕَ ﺗَﻠْﻴِﻴْﻦَ ﻗَﻠْﺒِﻚَ ﻓَﺄَﻃْﻌِﻢِ ﺍﻟْﻤِﺴْﻜِﻴْﻦَ ﻭَﺍﻣْﺴَﺢْ ﺭَﺃْﺱَ ﺍﻟْﻴَﺘِﻴْﻢِ
“Jika engkau ingin melembutkan hatimu, maka berilah makan kepada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.” (HR Ahmad no. 7576)
Hadits ini menunjukkan bahwasanya amalan membantu orang lain akan berpengaruh pada hati. Karenanya orang yang paling bahagia adalah orang yang paling sering membantu orang lain, yaitu Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Dalam sebuah hadits, tatkala Nabi baru pertama kali menerima wahyu yang disampaikan oleh malaikat Jibril dengan bentuknya yang sangat dahsyat, maka Nabi pun ketakutan dan segera turun dari gua Hira menuju rumah Khadijah, lantas ia berkata, “Aku mengkhawatirkan keburukan menimpa diriku”, maka Khadijah menenteramkan hati suaminya seraya berkata:
كَلاَّ أَبْشِرْ فَوَاللهِ لاَ يُخْزِيْكَ اللهُ أَبَدًا فَوَاللهِ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمِ وَتَصْدُقُ الْحَدِيْثَ وَتَحْمِلُ الْكَلَّ وَتَكْسِبُ الْمَعْدُوْمَ وَتَقْرِي الضَّيْفَ وَتُعِيْنُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ
“Sekali-kali tidak, bergembiralah! Demi Allah sesungguhnya Allah selamanya tidak akan pernah menghinakanmu. Demi Allah sungguh engkau telah menyambung tali silaturahmi, jujur dalam berkata, membantu orang yang tidak bisa mandiri, engkau menolong orang miskin, memuliakan (menjamu) tamu, dan menolong orang-orang yang terkena musibah.” (HR Bukhari no. 3 dan Muslim. no 160)
Ini adalah sifat-sifat Nabi sebelum beliau diangkat menjadi Nabi. Sehingga Nabi adalah orang yang paling bahagia, karena dialah orang yang paling banyak memberi manfaat untuk orang lain. Dalam hadits lain, Nabi juga bersabda:
خَيْرُ الناسِ أَنْفَعُهُمْ لِلناسِ
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR Thabrani dalam Mu’jam Al-Awsath no. 5787)
Dari sini dapat diambil pelajaran bahwa kebutuhan seseorang terhadap orang miskin lebih besar daripada kebutuhan si miskin kepada dirinya, karena justru dirinyalah yang paling banyak mendapatkan manfaat jika dia menginfakkan hartanya tersebut.