Ibarat Kupu-kupu
(Khutbah Idul Fitri)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوبُ إِلَيْهِ، ونعوذُ باللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، ومِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَن يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا، أَمَّا بَعْدُ
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ، وَخَيْرَ الْهُدَى هدى مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عليهِ وَسلَّم، وَشَرَّ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالةٌ، وَكُلَّ ضَلَالَةٍ فِي النَّارِ
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Kaum muslimin ya dirahmati oleh Allah ﷻ.
Ramadan telah berlalu, telah tiba kemenangan dan kebahagiaan. Berbahagialah mereka, hamba-hamba Allah yang telah menahan lapar karena Allah, menahan dahaga di tengah terik panasnya matahari karena Allah, menahan syahwatnya karena Allah ﷻ.
Berbahagialah mereka yang melawan kantuknya untuk melantunkan firman-firman-Nya, menahan kantuk dan letihnya kaki dalam salat malamnya karena mengharapkan keridhaan Allah ﷻ.
Berbahagialah mereka yang menyisihkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada para fakir miskin, untuk mengurangi beban mereka, dan memberikan secercah kebahagiaan kepada semuanya karena Allah ﷻ.
Berbahagialah mereka yang telah meneteskan air matanya karena mengharapkan ampunan-Nya di tengah malam tatkala mata-mata manusia pulas terlelap. Semoga setetes air mata yang mereka alirkan karena takut kepada Yang Maha Esa, karena berharap kepada Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang, merupakan sebab diampuni seluruh dosa mereka, dan sebab masuknya mereka ke dalam surga Allah ﷻ.
Merekalah yang telah meraih janji Rasul yang paling Mulia Muhammad ﷺ, yang telah bersada,
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa bulan Ramadan dengan keimanan dan penuh pengharapan maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”([1])
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang qiyamullail (salat malam) karena iman dan penuh pengharapan maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”([2])
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang beribadah di malam lailatulqadar dengan penuh keimanan dan penuh pengharapan maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.”([3])
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asyiral muslimin
Sungguh indah di pagi hari yang penuh dengan kebahagiaan dan kegembiraan, kita membuka hari raya kita, hari raya kaum muslimin dengan bertakbir, rukuk, dan sujud dengan menghinakan diri kita di hadapan Yang Maha Kuasa, yang telah menganugerahkan kepada kita seluruh nikmat dan karunia.
Inilah keistimewaan hari-hari raya kaum muslimin, dirayakan setelah melakukan ibadah yang agung, dan dibuka dengan salat sebagai rasa syukur kepada Allah Yang Maha Kuasa. Hari raya Idul Adha didahului dengan ibadah haji yang agung, didahului dengan wukuf di padang Arafah dengan segala bentuk penghinaan diri di hadapan Allah, penuh doa kepada Allah, dengan dua lembar kain putih disertai peluh keringat dan rambut dan tubuh yang berdebu, setelah itu perayaan hari raya yang dibuka dengan salat Idul Adha di awal hari. Demikian pula hari raya Idul Fitri, yang didahului dengan menahan lapar dan dahaga sebulan penuh, didahului dengan salat tarawih dan qiyamullail, lalu setelah itu bergembira di hari raya yang dibuka dengan salat Idul Fitri.
Inilah dua keistimewaan hari raya Islam yang jauh berbeda dengan perayaan-perayaan kaum musyrikin dan jahiliah. Hari raya mereka dirayakan tanpa didahului ibadah, dan bahkan murni hanya berisi kesenangan duniawi, dan kebanyakannya hanyalah berisi kemaksiatan dan pengumbaran syahwat.
Kita bersyukur pada Allah ﷻ yang mengizinkan kita untuk sujud dan menghinakan diri kita di pagi hari yang mulia ini. Kita benar-benar berprasangka baik kepada Allah ﷻ yang telah mengizinkan kita berpuasa, mengizinkan kita untuk salat tarawih, mengizinkan kita untuk qiyamullail, mengizinkan kita untuk membasahi lidah kita dengan lantunan ayat-ayat-Nya, yang telah mengizinkan kita untuk salat di pagi hari ini. Kita berprasangka baik pula kepada-Nya bahwa Dia tidak akan melalaikan amalan hamba-hamba-Nya.
Kita sadar bahwa amalan kita selama bulan Ramadan penuh dengan kekurangan dan kesalahan, akan tetapi kita sangat yakin bahwa Tuhan kita, Pencipta kita, Pemberi hidayah kepada kita, adalah Dzat Yang Maha baik, Dzat yang Maha memaafkan, Dzat yang maha Penyayang, dan Dzat yang Maha Pengampun.
Oleh karenanya, di atas mimbar yang mulia ini kita berdoa kepada Allah ﷻ dengan bertawasul dengan nama-nama-Nya Yang Maha Indah, dengan sifat-sifat-Nya yang Maha Agung, agar Allah ﷻ menerima seluruh ibadah kita, agar para hadirin sekalian di pagi hari ini diampuni dosa-dosanya oleh Allah ﷻ, agar para hadirin, bapak-bapak dan para ibu sekalian dimasukkan ke dalam surga Allah ﷻ. Aamiin yaa Rabbal ‘aalamiin.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Kaum muslimin yang dirahmati oleh Allah ﷻ.
Jikalau kita pada hari ini berhari raya dengan penuh kebahagiaan, penuh dengan ketenangan dan ketenteraman, bertemu dengan sanak saudara, sahabat, dan handai taulan, maka ingatlah bahwasanya masih banyak saudara-saudara kita di negeri yang lain yang merayakan hari raya dengan penuh kegentingan dan disertai dentuman peluru, rudal, dan bom.
Setelah mereka berpuasa dengan suasana yang mencekam, mereka pun berhari raya dengan suasana yang disertai dengan tangisan dan darah yang mengalir. Maka di mimbar yang mulia ini, di tengah kegembiraan dan kesenangan serta kebahagiaan, kita memohon kepada Allah Yang Maha Penyayang dan Maha Kuat agar menguatkan hati-hati mereka, agar menegarkan mereka di atas agama mereka, agar merahmati dan mengampuni yang meninggal di antara mereka.
Ma’asyiral muslimin yang dirahmati oleh Allah ﷻ.
Pada hari ini orang-orang yang telah berpuasa berhak untuk bergembira. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عَنْدِ لِقَاءِ رَبِّهِ
“Bagi orang yang berpuasa dua kegembiraan, kegembiraan tatkala berbukanya, dan kegembiraan tatkala bertemu dengan Rabbnya.”
Sebagian ulama berpendapat bahwa kegembiraan pertama tidak hanya terbatas pada tatkala ia berbuka puasa harian, namun termasuk juga adalah kegembiraan tatkala berbuka di hari raya. Kita bersenang-senang pada hari ini dengan menunjukkan kegembiraan, akan tetapi jangan sampai kegembiraan ini dikotori dengan berbagai macam kemaksiatan.
Sebagian orang menjadikan hari raya sebagai awal hari kemaksiatan. Seakan-akan belenggu Ramadan telah terlepas darinya, sehingga ia merasa bebas dan bisa kembali melampiaskan syahwatnya. Sungguh celaka orang yang tidak mengenal Rabbnya kecuali hanya bulan Ramadan saja, ia tidak beribadah kepada Allah kecuali di bulan Ramadan, setelah Ramadan berlalu maka ia pun melupakan Rabbnya. Hendaknya ia sadar bahwa Tuhan bulan Ramadan juga Tuhan di bulan-bulan yang lainnya. Hendaknya ia ingat bahwa Tuhan yang telah memerintahkan ia untuk beribadah di bulan Ramadan adalah Tuhan yang telah memerintahkan untuk menyembahnya di bulan-bulan yang lainnya, Dia-lah Allah ﷻ.
Para ibu-ibu sekalian, sungguh tatkala Nabi Muhammad ﷺ berkhotbah Id, maka beliau mengkhususkan sebuah nasehat untuk kalian wahai kaum Hawa. Jabir bin Abdillah radhiallahu ‘anhu berkata,
شَهِدْتُ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ يَوْمَ الْعِيْدِ فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلاَلٍ فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ ثَمَ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ، فَقَالَ: تَصَدَّقْنَ فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ. فَقَامَتْ امْرَأَةٌ مِنْ وَسَطِ النِّسَاءِ سَفْعَاءَ الْخَدَّيْنِ فَقَالَتْ: لِمَ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ، قَالَ: فَجَعَلْنَ يَتَصَدَّقْنَ مِنْ حُلِيِّهِنَّ يُلْقِيْنَ فِي ثَوْبِ بِلاَلٍ مِنْ أَقْرَاطِهِنَّ وَخَوَاتِمِهِنَّ
“Aku bersama Rasulullah ﷺ menghadiri salat pada hari raya, maka beliau memulai dengan salat sebelum khotbah tanpa azan dan iqamah, lalu beliau bertelekan kepada Bilal dan beliau memerintahkan untuk bertakwa dan mendorong untuk taat kepada Allah, dan beliau menasihati orang-orang dan mengingatkan mereka. Setelah itu beliau berjalan menuju para wanita lalu beliau menasihati mereka dan mengingatkan mereka, beliau berkata, ‘Hendaknya kalian bersedekah, sesungguhnya kalian adalah mayoritas pembakar neraka jahanam’. Maka di antara para wanita, berdirilah seorang wanita yang kedua pipinya ada perubahan dan ada kehitaman, ia berkata, ‘Kenapa wahai Rasulullah?’. Maka Rasulullah berkata, ‘Karena kalian sering mengeluh dan banyak mengingkari kebaikan suami’. Maka para wanita pun bersedekah dari perhiasan mereka, mereka melemparkan perhiasan mereka ke baju Bilal, berupa anting-anting dan cincin-cincin mereka.”([4])
Dalam riwayat Abu Sa’id al-Khudri radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ berkata,
تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيْرَ
“Karena kalian banyak melaknat dan kalian banyak mengingkari kebaikan suami.”([5])
Dalam riwayat Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu, Nabi Muhammad ﷺ berkata kepada para wanita,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ وَأَكْثِرْنَ الإِسْتِغْفَارَ
“Wahai para wanita bersedekahlah kalian, dan perbanyaklah beristighfar kepada Allah.”([6])
Oleh karena itu wahai para wanita, janganlah kalian melupakan kebaikan suami kalian, janganlah kalian suka mengeluh kepada suami kalian atau mengeluhkan tentang suami kalian, sesungguhnya kehidupan dunia memang penuh dengan kepayahan dan kesulitan, dan tidak akan pernah ada kesempurnaan.
Ingatlah bahwa suami kalian adalah surga atau neraka kalian. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,
فَإِنَّهُ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ
“Sesungguhnya suamimu adalah surgamu atau nerakamu.”([7])
Jika suamimu rida dan suka dengan sikapmu, bahagia tatkala memandangmu, mendapatimu sebagai seorang wanita yang sabar yang tidak suka mengeluh, maka sungguh engkau telah membuka pintu surga dengan selebar-lebarnya. Akan tetapi, jika perkaranya adalah sebaliknya, yaitu engkau adalah seorang istri yang suka mengeluh, lupa dengan kebaikan suami, maka sungguh engkau telah membuka pintu neraka jahanam dengan selebar-lebarnya.
Ingatlah wahai para wanita, jika engkau telah menikah, maka engkau wajib berbakti kepada suamimu, sebagaimana engkau wajib berbakti kepada kedua orang tuamu. Jika engkau -wahai wanita salihah- merasa mendapatkan pahala yang besar tatkala menyenangkan hati ayah dan ibumu, maka demikian pula hendaknya engkau merasa mendapatkan pahala yang besar tatkala menyenangkan dan membahagiakan suamimu. Sebaliknya, jika engkau merasa berdosa besar tatkala membentak dan mengangkat suara di hadapan ayah dan ibumu, maka hendaknya engkau juga merasa berdosa tatkala mengangkat suara dan membentak suami.
اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الحَمْدُ
Ma’asyiral Muslimin yang dirahmati oleh Allah ﷻ
Ramadan telah berlalu, lembaran baru kehidupan telah kita buka kembali, catatan dan coretan hitam telah bersih, tantangan baru kembali hadir.
Belenggu-belenggu setan telah terlepas. Sebagaimana orang-orang yang berpuasa pada hari ini bergembira -karena meraih ampunan Allah-, maka demikian juga para pelaku maksiat juga ikut bergembira dengan berlalunya bulan Ramadan. Para sahabat mereka dari kalangan setan telah terlepas belenggunya dan siap bekerja sama lagi dengan mereka. Para pelaku kemaksiatan kembali leluasa melancarkan godaan mereka.
Sesungguhnya bulan Ramadan ibarat pesantren kilat yang telah memperbaiki akhlak kita sebulan penuh, telah menggembleng kita untuk kuat salat malam, mengajari kita untuk meninggalkan syahwat dan hawa nafsu karena Allah, maka sekarang tiba saatnya kita berhadapan dengan ujian.
Apakah di sebelas bulan ke depan kita masih bisa menunjukkan nilai-nilai Ramadan? Ataukah hilang dan lenyaplah nilai-nilai Ramadan tersebut? Apakah salat lima waktu secara berjamaah di masjid masih bisa kita jaga? Apakah salat malam -meskipun hanya salat witir tiga rakaat atau bahkan hanya satu rakaat- masih bisa kita jaga? Lembaran-lembaran Al-Qur’an yang selama ini menemani kita di bulan Ramadan, apakah masih bisa tetap menemani kita di sebelas bulan ke depan?
Ataukah semuanya telah berubah? Salat kita mulai bolong-bolong dan mesjid-mesjid mulai kita tinggalkan? Ataukah salat malam kita berganti mimpi-mimpi dalam tidur yang lelap? Ataukah Al-Qur’an tidak lagi menemani kita akan tetapi selalu menjadi hiasan indah di rak-rak kita? Jika perkaranya demikian, maka percayalah bahwa sesungguhnya pesantren Ramadan yang kita jalani selama sebulan adalah pesantren yang gagal.
Sesungguhnya Ramadan itu ibarat bengkel yang memperbaiki. Jika sebuah mobil yang rusak dimasukkan ke dalam bengkel, lalu setelah mobil dikeluarkan dari bengkel, maka kondisi mobil semakin baik, maka percayalah bahwa bengkel tersebut adalah bengkel yang berhasil. Akan tetapi, jika setelah mobil tersebut dikeluarkan dari bengkel, dan ternyata mobil tersebut tidak ada perubahannya atau bahkan ternyata kondisi mobil semakin memburuk, maka percayalah bahwa sesungguhnya bengkel tersebut adalah bengkel yang gagal.
Demikian pula halnya dengan Ramadan, jika ternyata setelah kita keluar dari bulan Ramadan ternyata kondisi ibadah kita membaik daripada sebelum Ramadan, maka ini merupakan pertanda bahwa Ramadan kita telah berhasil, pertanda bahwa ibadah kita selama di bulan Ramadan telah diterima oleh Allah.
Sungguh merupakah keindahan tatkala seseorang sebelum Ramadan bergelimang dengan kemaksiatan, lalu ia pun berpuasa dan setelah bulan Ramadan berubahlah dia menjadi seorang yang taat. Kemaksiatan yang selama ini merupakan kebiasaannya pun ia tinggalkan. Salat yang selama ini malas dikerjakannya menjadi rajin untuk ditegakkan. Maka sungguh ia ibarat seekor ulat yang selama ini kerjanya hanyalah memakan dan merusak dedaunan, lalu ia pun beristirahat dalam kepompongnya dalam beberapa waktu, lalu setelah itu ia pun keluar dari kepompongnya berubah menjadi seekor kupu-kupu yang indah, yang tidak lagi merusak dedaunan, bahkan membantu penyerbukan tanaman, bahkan menyenangkan orang yang memandangnya yang berada di sekitarnya. Kupu-kupu yang beterbangan di udara terlihat cantik dan menawan. Warna tubuhnya yang indah bagaikan pelangi, sungguh menyejukkan hati.
Setelah Ramadan, jadilah kita orang yang lebih baik, lebih baik bagi istri kita, lebih baik bagi suami kita, lebih baik bagi anak-anak kita, lebih berbakti kepada orang tua kita, lebih menyenangkan orang di sekitar kita. Sebagaimana kupu-kupu yang membantu penyerbukan tanaman, maka jadilah ia bermanfaat bagi yang lainnya.
Ramadan harus memberikan perubahan kepada kita ke arah yang lebih baik. Sungguh kita tidak tahu apakah kita masih bisa bertemu dengan Ramadan tahun berikutnya. Sungguh kita tidak tahu apakah kita masih bisa sujud dan rukuk, bersimpuh dan menangis lagi di malam-malam bulan Ramadan. Kita tidak tahu apakah kita masih bisa bertemu dengan malam lailatulqadar yang lebih baik dari seribu bulan. Ramadan tahun ini harus memberikan kehidupan baru bagi kita, harus menjadi motivasi bagi kita dalam segala aktivitas kebaikan.
إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتْ
اللَّهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا وَزَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا
اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِينِنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا دُنْيَانَا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ فِيهِ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
تَقَبَّلَ اللهُ مِنَّا وَمِنْكُمْ، تَقَبَّل َاللهُ طَاعَاتِكُمْ، تَقَبَّلَ اللهُ صِيَامَنَا وَقِيَامَنَا، وَسُجُوْدَنَا وَرُكُوْعَنَا، وَتِلاَوَتَنَا وَتَخَشُّعَنَا، إِنَّهُ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبٌ
وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ
Footnote:
([7]) HR. Ahmad No. 19003, dinyatakan hasan oleh Syekh al-Albani.