Membangun Keluarga Sakinah
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Kita akan membahas tentang keluarga sakinah karena sakinah dalam keluarga dituntut dalam syariat sebagaimana yang Allah firmankan dalam sebuah ayat yang sering kita dengar,
وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً ۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar-Rum: 21)
Jadi sakinah, mawaddah, dan rahmah itu dituntut dalam membangun sebuah keluarga. Rumah tangga jika di dalamnya berisi sakinah (ketenteraman), mawaddah (rasa cinta), dan rahmah (rasa kasih sayang) maka ini adalah surga dunia. Akan tetapi jika ternyata kehidupan rumah tangga jauh dari sakinah (ketenteraman), mawaddah (rasa cinta), dan rahmah (rasa kasih sayang) antara suami dan istri maka ini (kalau boleh penulis katakan) adalah neraka dunia. Karena ini adalah penderitaan bagi istri yang berkepanjangan dan juga penderitaan yang berkepanjangan bagi sang suami. Maka jika kita ingin bahagia kita harus berjuang untuk bisa mewujudkan sakinah dalam kehidupan keluarga kita. Ayat-ayat dalam Al-Quran tentang sakinah banyak, hingga para ulama mengatakan bahwa ada sekitar ayat yang menyebutkan tentang sakinah yang Allah firmankan dalam Al-Quran. Semuanya menunjukkan sakinah atau ketenteraman/ketenangan itu adalah berasal dari Allah ﷻ. Sebagaimana yang Allah firmankan,
هُوَ الَّذِي أَنْزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الْمُؤْمِنِينَ لِيَزْدَادُوا إِيمَانًا مَعَ إِيمَانِهِمْ ۗ وَلِلَّهِ جُنُودُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Fath: 4)
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,
إِذْ جَعَلَ الَّذِينَ كَفَرُوا فِي قُلُوبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَأَنْزَلَ اللَّهُ سَكِينَتَهُ عَلَىٰ رَسُولِهِ وَعَلَى الْمُؤْمِنِينَ وَأَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوَىٰ وَكَانُوا أَحَقَّ بِهَا وَأَهْلَهَا ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمًا
“Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan jahiliyah lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat-takwa dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Fath: 4)
Demikian juga seperti firman Allah ﷻ,
لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ الْمُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ تَحْتَ الشَّجَرَةِ فَعَلِمَ مَا فِي قُلُوبِهِمْ فَأَنْزَلَ السَّكِينَةَ عَلَيْهِمْ وَأَثَابَهُمْ فَتْحًا قَرِيبًا
“Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon, maka Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan kepada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).” (QS. Al-Fath: 4)
Ini semua dalil bahwasanya sakinah itu berasal dari Allah ﷻ. Maka begitu juga ketenteraman dan ketenangan dalam rumah tangga itu juga berasal dari Allah ﷻ.
Kiat-Kiat Untuk Mendapatkan Ketenteraman dan Ketenangan Dalam Rumah Tangga
Pertama: Bertakwa kepada Allah ﷻ
Agar kita bisa meraih ketenteraman dalam kehidupan rumah tangga yaitu dengan bertakwa kepada Allah ﷻ. Oleh karenanya para salaf dahulu jika mereka bertemu mereka saling berwasiat untuk bertakwa kepada Allah ﷻ terutama tatkala bersendirian. Berkata Ma’qil bin Ubaidillah Al-Jazari
كَانَتِ الْعُلَمَاءُ إِذَا الْتَقَوْا تَوَاصَوْا بِهَذِهِ الْكَلِمَاتِ، وَإِذَا غَابُوا كَتَبَ بِهَا بَعْضُهُمْ إِلَى بَعْضٍ أَنَّهُ: مَنْ أَصْلَحَ سَرِيرَتَهُ أَصْلَحَ اللَّهُ عَلَانِيَتَهُ، وَمَنْ أَصْلَحَ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ كَفَاهُ اللَّهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّاسِ، وَمَنِ اهْتَمَّ بِأَمْرِ آخِرَتِهِ كَفَاهُ اللَّهُ أَمْرَ دُنْيَاهُ
“Dahulu para ulama jika mereka bertemu mereka saling mewasiatkan di antara mereka dengan nasehat-nasehat ini. Jika mereka tidak bertemu mereka saling menulis di antara mereka. Nasehat tersebut adalah: barang siapa yang memperbaiki dirinya ketika sendirian maka Allah ﷻ akan memperbaiki dirinya ketika nampak di hadapan orang lain. Barang siapa yang memperbaiki antara hubungan dia dengan Allah maka Allah akan memperbaiki antara hubungan dia dengan manusia. Barang siapa yang memperhatikan urusan akhiratnya maka Allah akan perhatika urusan dunianya. ([1])
Dalam wasiat ini dikatakan “barang siapa yang memperbaiki dirinya ketika sendirian maka Allah ﷻ akan memperbaiki dirinya ketika nampak di hadapan orang lain”, oleh karenanya jika ada orang yang bermasalah dengan zahirnya maka bisa jadi hubungan dia dengan Allah bermasalah ketika sendirian sehingga Allah ﷻ bongkar sebagian aib-aibnya .
Dalam wasiat ini yang perlu kita perhatikan وَمَنْ أَصْلَحَ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ اللَّهِ كَفَاهُ اللَّهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ النَّاسِ “Barang siapa yang memperbaiki antara hubungan dia dengan Allah maka Allah akan memperbaiki antara hubungan dia dengan manusia”. Ini adalah poin yang sangat penting, bisa jadi hubungan kita dengan istri atau hubungan istri dengan suami rengang, banyak masalah, dan penderitaan yang terus menerus dikarenakan hubungan kita dengan Allah ﷻ buruk. Jika seorang suami ingin dicintai oleh istrinya dan seorang suami ingin dicintai oleh suaminya maka hendaknya kita meminta kepada Allah karena yang mengatur hati adalah Allah ﷻ, Allah ﷻ berfirman,
وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ وَلَٰكِنَّ اللَّهَ أَلَّفَ بَيْنَهُمْ ۚ إِنَّهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ
“Dan Yang mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang berada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Gagah lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Anfal: 63)
Bisa jadi ketika kita telah menjalani rumah tangga yang panjang tiba-tiba kita tidak cinta kepada pasangan kita. Dan yang mengatur hati adalah Allah ﷻ maka jika kita ingin kelanggengan hendaknya kita perbaiki hubungan kita dengan Allah ﷻ. Kita sekarang ini hidup di zaman yang banyak sekali maksiat yang bisa kita lakukan tatkala kita bersendirian. Kita memiliki teman yang manfaatnya banyak namun bahayanya juga sangat banyak yaitu telepon genggam. Telepon genggam sangat berbahaya karena jika ia tidak bertakwa kepada Allah ﷻ maka dia akan melihat hal-hal yang haram yang dia saksikan setiap hari, lalu bagaimana dia mau bahagia dalam rumah tangganya? Sakinah/ketenteraman itu dari Allah ﷻ, jika kita tidak memperbaiki hubungan kita dengan Allah ﷻ mungkin Allah ﷻ tidak akan menurunkan sakinah bagi kita. Maka yang pertama kali harus kita perhatikan jika kita ingin bahagia adalah bertakwa kepada Allah ﷻ. Penulis sering sampaikan bahwasanya kebahagiaan itu berbanding lurus dengan ketakwaan, semakin seseorang bertakwa maka dia akan semakin bahagia. Semakin seseorang jauh dari Allah ﷻ maka dia akan semakin tidak mendapatkan kebahagiaan meskipun penampilannya dia adalah orang yang bahagia, karena pasti ada kesengsaraan di dalam hatinya sebagaimana yang Allah ﷻ firmankan,
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَىٰ
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS.Thaha: 124)
Dalam ayat ini disebutkan orang yang lalai dari mengingat Allah ﷻ maka dia akan diberikan kehidupan yang sesak dan menderita meskipun dipenuhi dengan harta yang banyak, rumah yang besar, dan mobil yang mewah namun Allah ﷻ akan memberikannya kehidupan yang sempit dan penuh dengan penderitaan. Sementara di sana mungkin saja ada orang yang kehidupannya sederhana dan rumahnya kecil akan tetapi dia hidup dengan tenang dan bahagia, kita selalu melihat senyuman yang terpancar dari wajahnya padahal mungkin dia memiliki banyak permasalahan akan tetapi dia bisa menghadapi itu semua dengan tenang, masih bisa tersenyum, dan masih bisa bercanda dengan anaknya dan ternyata rahasia dari semua itu adalah dia bertakwa kepada Allah ﷻ. Oleh karenanya jika kita ingin bahagia, ingin dicintai oleh pasangan kita, dan ingin adanya sakinah, mawaddah, dan rahmah dalam keluarga kita maka bertakwalah kepada Allah ﷻ dan meminta semua itu kepada Allah ﷻ. Inilah perkara pertama yang hendaknya seseorang untuk memperhatikannya jika ingin membangun keluarga yang sakinah antara suami dan istri.
Kedua: Ketika kita ingin meraih kebahagiaan dalam kehidupan rumah tangga kita harus yakin bahwasanya di antara orang yang paling utama untuk kita berbuat baik kepadanya adalah pasangan kita lebih dari pada yang lainnya. Adapun lelaki terhadap istrinya maka telah datang dalil umum yang menegaskan akan hal ini sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi ﷺ ,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” ([2])
Penulis berharap para bapak-bapak untuk menghafal hadits ini. Ini adalah barometer yang telah digariskan oleh Nabi ﷺ bahwasanya manusia yang terbaik di sisi Allah ﷻ adalah manusia yang terbaik terhadap istri-istrinya. Ternyata bermuamalah dalam rumah tangga ini membuka pintu besar untuk masuk ke dalam surga. Kita terkadang hanya terfokus untuk masuk surga dengan cara puasa, shalat, dan sedekah saja namun ternyata ada pintu surga yang sebenarnya sangat luar bisa dan pahalanya sangat banyak yaitu bermuamalah dengan istri dengan cara yang terbaik. Hal ini dikarenakan durasi kita dalam shalat, sedekah, atau puasa mungkin tidak lama karena kita tidak mungkin untuk berpasa setiap hari. Akan tetapi durasi kita untuk bermuamalah dengan istri maka ini sangat lama. Ini menunjukkan bahwasanya jika kita benar-benar pandai dalam mengatur muamalah kita dengan istri berarti argo pahala kita terus berjalan, maka jangan sampai kita melalaikan ini karena Nabi ﷺ menegaskan,
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لِأَهْلِهِ، وَأَنَا خَيْرُكُمْ لِأَهْلِي
“Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik terhadap keluarganya. Dan akulah yang paling baik di antara kalian dalam bermuamalah dengan keluargaku.” ([3])
Oleh karenanya jika Anda terpikirkan untuk memberikan hadiah kepada teman maka memberikan hadiah kepada istri itu lebih utama. Dan jika Anda terpikirkan untuk membahagiakan tetangga maka istri Anda lebih utama untuk dibahagiakan. Dan jika Anda lebih mudah untuk memaafkan teman-teman yang telah mencaci maki Anda maka Istri lebih utama untuk dimaafkan. Oleh karenanaya datang dalam hadits-hadits secara detail sebagaimana yang disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي سَبِيلِ اللهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِي رَقَبَةٍ، وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ، وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ، أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِي أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
“Dinar yang Engkau infaqkan di jalan Allah (perang -pen), dinar yang Engkau infaqkan untuk membebaskan seorang budak, dinar yang Engkau sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang Engkau infaqkan untuk keluargamu, yang paling besar pahalanya adalah infaq yang Engkau berikan kepada keluargamu.” ([4])
Ini dalil bahwasanya berbuat baik kepada keluarga lebih utama. Oleh karenanya ketika Anda menghubungi kawan Anda lalu memilih kata-kata yang baik untuknya dan mengucapkan kata-kata canda gurau untuk menyenangi hatinya maka mengapa kita tidak bisa untuk bercanda dengan istri, bercanda dengan kawan mungkin bisa mendapatkan pahala namun ketika bercanda dengan istri tentunya pahalanya lebih besar. Jika kita bisa betah berbicara dengan kawan maka seharusnya kita lebih bisa betah untuk berbicara lama dengan istri. Bukankah telah kita dapati hadits Nabi ﷺ yang mengobrol bersama istrinya? Ibnu Abbas k berkata,
بِتُّ عِنْدَ خَالَتِي مَيْمُونَةَ، فَتَحَدَّثَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَعَ أَهْلِهِ سَاعَةً، ثُمَّ رَقَدَ، فَلَمَّا كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ، قَعَدَ فَنَظَرَ إِلَى السَّمَاءِ، فَقَالَ: {إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لَآيَاتٍ لِأُولِي الأَلْبَابِ}، ثُمَّ «قَامَ فَتَوَضَّأَ وَاسْتَنَّ فَصَلَّى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً»، ثُمَّ أَذَّنَ بِلاَلٌ، «فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ خَرَجَ فَصَلَّى الصُّبْحَ»
“Suatu ketika aku bermalam di rumah bibiku Maimunah, aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berbincang-bincang bersama istrinya sesaat. Kemudian beliau tidur. Tatkala tiba waktu sepertiga malam terakhir, beliau duduk dan melihat ke langit lalu beliau membaca; “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (Ali Imran; 190). Lalu beliau berwudlu dan bersiwak, kemudian shalat sebelas raka’at. Setelah mendengar Bilal adzan, beliau shalat dua raka’at kemudian beliau keluar untuk shalat subuh.” ([5])
Hadits dibawakan oleh Al-Imam Al-Bukhori dalam bab
بَابُ السَّمَرِ فِي العِلْمِ
“bab begadang karena ilmu.” ([6])
Padahal haditsnya tentang obrolan antara suami istri. Ibnu Hajar mengatakan bahwasanya sebagaimana orang begadang karena baca hadits, membaca Al-Quran, ikut pengajian untuk mendapatkan ilmu, atau berdialog dalam masalah ilmu kemudian dia mendapatkan pahala maka begitu juga ketika dia ngobrol dengan istrinya dia akan mendapatkan pahala([7]). Jadi hendaknya kita ubah cara kita berpikir bahwasanya orang yang paling utama untuk kita baiki adalah istri kita, terlebih lagi jasanya sangat banyak kepada kita. Di antara jasanya yang terbesar adalah dia melahirkan anak-anak kita, mengurus anak-anak kita, merawat anak-anak kita, dan merawat kita ketika kita sedang sakit. Demikian juga istri kepada suaminya, terdapat hadits yang masyhur dari Hushoih bin Mihshon bahwasanya bibinya bercerita kepadanya,
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي بَعْضِ الْحَاجَةِ، فَقَالَ: «أَيْ هَذِهِ أَذَاتُ بَعْلٍ أَنْتِ؟» قُلْتُ: نَعَمْ قَالَ: «كَيْفَ أَنْتِ لَهُ؟» قَالَتْ: مَا آلُوهُ إِلَّا مَا عَجَزْتُ عَنْهُ، قَالَ: «فَأَيْنَ أَنْتِ مِنْهُ؟ فَإِنَّمَا هُوَ جَنَّتُكِ وَنَارُكِ»
“Aku datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena ada sebagian keperluan, beliau lalu bertanya: “Apakah kamu memiliki suami?”aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi: “Bagaimana perasaanmu terhadapnya? dia menjawab, “Aku tidak pernah mengabaikannya kecuali karena sesuatu yang aku tidak mampu.” Kemudian beliau bersabda: “di manakah posisimu darinya? sesungguhnya dia adalah Surga dan Nerakamu.” ([8])
Ini adalah sesuatu yang perlu diperhatikan oleh ibu-ibu yaitu di antara perkara yangmemudahkan dia masuk surga atau neraka adalah muamalah dia kepada suaminya. Terlebih lagi para ulama menjelaskan seorang wanita jika telah menikah dengan seorang lelaki maka dia harus lebih taat kepada suaminya dari pada kedua orang tuanya. Hak suaminya lebih besar dari pada hak kedua orang tuanya. Dan ini dijelaskan oleh para ulama, sehingga jika ada yang protes dengan mengatakan: bagaimana mungkin ibu saya yang mengandung dan merawat saya juga bapak saya yang menafkahi saya lalu tiba-tiba ketika saya menikah menjadi suami yang lebih utama untuk ditaati. Maka kita jawab ini adalah aturan syariat, karena syariat memandang kepatuhan istri kepada suami sangat berpengaruh terhadap keharmonisan rumah tangga dan sangat berpengaruh dalam menumbuhkan generasi-generasi hebat ketika istri menaati suaminya yang saleh.
Kita katakan bahwasanya memang benar kalau ibu dan bapanya lah yang merawat sang wanita sejak kecil, namun kita katakan bahwa hal itu berlangsung rata-rata hanya sampai sekitar 20-25 tahun adapun hidup dengan suami bisa lebih dari itu maka wajar jika syariat memandang ketaatan kepada suami lebih utama dari pada ketaatan kepada ayah dan ibunya ketika sang wanita telah menikah. Begitu pula maslahat-maslahat yang lain dari syariat ini maka hendaknya seorang wanita harus menerimanya karena ini aturan syariat, oleh karenanya Nabi ﷺ bersabda,
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ لِأَحَدٍ لَأَمَرْتُ المَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” ([9])
Jadi suami adalah pintu surga atau pintu neraka bagi sang wanita. Jika seandainya seorang wanita tidak pandai bermuamalah dengan suaminya, selalu menyakiti hati suaminya, tidak menghormati suaminya, tidak pernah berkata-kata lembut kepada suaminya, selalu mengeluh, dan selalu menuntut maka ini adalah bencana baginya di akhirat. Oleh karenanya Rasulullah bersabda ketika shalat ‘ied,
يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ تَصَدَّقْنَ فَإِنِّي أُرِيتُكُنَّ أَكْثَرَ أَهْلِ النَّارِ» فَقُلْنَ: وَبِمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «تُكْثِرْنَ اللَّعْنَ، وَتَكْفُرْنَ العَشِيرَ
“Bersedekahlah kalian wahai para kaum wanita. Sesungguhnya aku melihat kalian merupakan penghuni neraka yang paling banyak.” Lalu mereka (para wanita) bertanya; Mengapa demikian wahai Rasulullah? Beliau menjawab, “Karena kalian banyak mencela dan tidak menghargai kebaikan suami.” ([10])
Dalam riwayat lain,
شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ، فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ، بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ، ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ، فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ، وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ، وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ، ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ، فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ، فَقَالَ: «تَصَدَّقْنَ، فَإِنَّ أَكْثَرَكُنَّ حَطَبُ جَهَنَّمَ»، فَقَامَتِ امْرَأَةٌ مِنْ سِطَةِ النِّسَاءِ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ، فَقَالَتْ: لِمَ؟ يَا رَسُولَ اللهِ قَالَ: «لِأَنَّكُنَّ تُكْثِرْنَ الشَّكَاةَ، وَتَكْفُرْنَ الْعَشِيرَ»
“Aku telah mengikuti shalat hari raya bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau memulainya dengan shalat sebelum menyampaikan khutbah, tanpa disertai adzan dan Iqamah. Setelah itu beliau berdiri sambil bersandar pada tangan Bilal. Kemudian beliau memerintahkan untuk selalu bertakwa kepada Allah, dan memberikan anjuran untuk selalu mentaati-nya. Beliau juga memberikan nasehat kepada manusia dan mengingatkan mereka. Setelah itu, beliau berlalu hingga sampai di tempat kaum wanita. Beliau pun memberikan nasehat dan peringatan kepada mereka. Beliau bersabda: “Bersedekahlah kalian, karena kebanyakan kalian akan menjadi bahan bakar neraka jahannam.” Maka berdirilah seorang wanita terbaik di antara mereka dengan wajah pucat seraya bertanya, “Kenapa ya Rasulullah?” beliau menjawab: “Karena kalian lebih banyak mengadu (mengeluh) dan mengingkari kelebihan dan kebaikan suami.” ([11])
Inilah kebanyakan sifat para wanita, suaminya pulang dan sudah kerja keras dari pagi hingga sore dan ketika pulang dengan membawa uang sedikit maka sang istri marah-marah. Dan banyak para lelaki menderita seperti itu. Ada seorang supir bercerita kepada bosnya yang bos tersebut adalah kawan penulis: pak kemarin saya kasih uang 10 ribu ke tukang parkir dan mendapatkan doa yang banyak dari tukang parkir, namun begitu saya pulang ke rumah dan saya kasih uang sebanyak 50 ribu maka istri saya marah-marah dengan mengatakan: ‘kok cuma segini’. Sang supir tidak mendapatkan doa atau pun ucapan terima kasih dari sang istri ini menunjukkan bahwa sang istri tidak bersyukur terhapa suami. Jika suami hanya tidur saja kerjaannya mungkin boleh istri memarahi suami. Namun jika suami kerja dengan pekerjaan yang jelas sehingga dia berkeringat keluar dari pagi dan kembali di sore hari mungkin saja dia di marahi oleh bosnya ketika bekerja, begitu ia kembali mungkin dia mengharapkan sambutan hangat dari sang istri namun ternyata ia hanya mendapat omelan dari sang istri, dan ini adalah model wanita penghuni neraka Jahanam. Betapa banyak wanita yang ketika berbicara dengan wanita lain begitu lembut dan halusnya disertai wajah yang berseri-seri namun ketika dia berbicara dengan suaminya tidak ada penghormatan sama sekali. Sebagian istri ketika suaminya membantu dijadikan kesempatan untuk memerintahnya terus menerus. Oleh karenanya kita harus ubah cara berpikir kita bahwa orang yang paling utama untuk seorang wanita berbuat baik kepadanya adalah suaminya. Bagaimana tidak, karena kunci surga dan neraka ada pada suaminya. Maka jika ibu-ibu ingin masuk surga hendaknya bahagiakan suami dan melayaninya dengan sebaik-baiknya. Jika para ibu-ibu merasa berat untuk melakukannya maka inilah cobaan hidup. Sebagaimana para sang suami yang diuji dengan beratnya pekerjaan, mungkin dimarahi oleh atasannya, keluar pagi dan pulang pada malam hari, berjalan dengan asap kendaraan yang luar biasa, menahan rasa kantuk ketika bekerja, bahkan terkadang lembur maka demikian pula para istri juga memiliki ujian hidup yaitu berupa melayani dan membuat senang suami dan mengurus anak-anak. Maka jika para istri ingin hidup sakinah maka harus tertanam dalam benaknya bahwa orang yang pertama kali harus berbuat baik kepadanya, dilembuti, dan bertutur kata baik dengannya adalah suami. Oleh karenanya termasuk musibah jika seorang wanita jika telah memegang telpon genggamnya lalu dipanggil oleh suaminya namun tidak menanggapinya.
Ketiga: Di antara hal yang harus kita perhatikan agar kita bisa menumbuhkan kehidupan rumah tangga yang baik yang penuh dengan sakinah adalah kita harus ingat bahwasanya tidak ada yang sempurna di dunia ini. Allah menyimpan kesempurnaan hanya ada di surga, dan semua hal di dunia ini tidak ada yang sempurna. Dan Allah ﷻ sengaja membuat semua hal yang ada di dunia ini tidak sempurna agar semua orang merindukan surga. Maka jika kita mengetahui bahwa semua itu tidak ada yang sempurna maka nikmatilah ketidak sempurnaan tersebut. Karena jika kita mengharapkan kesempurnaan maka kita tidak akan bahagia dan tidak akan sakinah. Jika pasangan kita memiliki kesalahan yang tidak banyak maka hal ini adalah sesuatu yang wajar karena mereka adalah manusia. Oleh karenanya cerita yang sering penulis dengar dari Ay-Syaikh Abdurrozzaq ketika berbicara tentang keluarga maka beliau sering bercerita tentang Asy-Syaikh Bin Baz rahimahullah ta’ala tatkala ditanya oleh seorang pemuda yang menceraikan istrinya gara-gara perkara kecil. Maka Asy-Syaikh Bin Baz berkata: wahai pemuda, jika mengharapkan bidadari maka bidadari hanya ada di surga. Tidak ada kesempurnaan di dunia karena semua pasti ada kekurangannya, dan kesempurnaan hanya ada di surga. Dengan demikian ketika muncul kesalahan dari istri kita atau pasangan kita maka segera yang hendaknya kita lakukan adalah mengingat kebaikan-kebaikannya dan kita benamkan kesalahannya dalam lautan kebaikannya. Misalkan istri kita bersalah dan pasti dia akan melakukan kesalahan maka hendaknya kita segera mengingat kebaikannya, maka dengan ini kesalahannya yang dilakukan beberapa kali menjadi ringan di mata kita. Maka istri yang celaka adalah istri yang selalu mengingat keburukan suaminya dan melupakan kebaikan-kebaikan suaminya. Nabi ﷺ bersabda,
أُرِيتُ النَّارَ فَإِذَا أَكْثَرُ أَهْلِهَا النِّسَاءُ، يَكْفُرْنَ. قِيلَ: أَيَكْفُرْنَ بِاللَّهِ؟ قَالَ: ” يَكْفُرْنَ العَشِيرَ، وَيَكْفُرْنَ الإِحْسَانَ، لَوْ أَحْسَنْتَ إِلَى إِحْدَاهُنَّ الدَّهْرَ، ثُمَّ رَأَتْ مِنْكَ شَيْئًا، قَالَتْ: مَا رَأَيْتُ مِنْكَ خَيْرًا قَطُّ
“Aku diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya adalah wanita. Karena mereka sering mengingkari”. Ditanyakan: “Apakah mereka mengingkari Allah?” Beliau bersabda: “Mereka mengingkari pemberian suami, mengingkari kebaikan. Seandainya kamu berbuat baik terhadap seseorang dari mereka sepanjang masa, lalu dia melihat satu saja kejelekan darimu maka dia akan berkata: ‘aku belum pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu.” ([12])
Inilah wanita penghuni neraka Jahanam yang hanya ingat terhadap keburukan-keburukan dan lupa terhadap kebaikan suami. Jadi untuk para ibu-ibu hendaknya berhati-hati karena tidak ada kesempurnaan kecuali di surga. Adapun nanti jika ibu-ibu beserta para suaminya sudah berada di surga maka semuanya akan menjadi sempurna.
Keempat: Berusaha untuk mencintai pasangan kita dengan cinta thabi’i yaitu cinta yang natural terhadap lawan jenis dan tambahkan juga kecintaan kita kepadanya karena Allah ﷻ. Ketika kita mencintainya karena Allah ﷻ maka kita akan sabar akan kesalahan-kesalahannya. Karena kita mencintai pasangan kita karena syahwat maka ini akan pudar karena pasangan kita jika sudah memasuki usia 40 atau 50 tahun maka sudah mulai keriput. Jadi jika kita mencintai pasangan kita karena fisik maka ini tidak akan melanggengkan suatu kehidupan rumah tangga. Akan tetapi jika kita juga menambahkan kecintaan kita karena Allah ﷻ maka ini akan menjadi sebab langgengnya kehidupan rumah tangga kita.
Kelima: Di antara hal yang bisa membentuk kehidupan rumah tangga yang sakinah adalah menjauhi buruk sangka. Dalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Al-Imam Bukhori yang membawakan hadits dalam sebuah bab yang berjudul:
بَابُ لاَ يَطْرُقْ أَهْلَهُ لَيْلًا إِذَا أَطَالَ الغَيْبَةَ، مَخَافَةَ أَنْ يُخَوِّنَهُمْ أَوْ يَلْتَمِسَ عَثَرَاتِهِمْ
“Bab: janganlah seorang lelaki mengetuk pintu (pulang) malam hari setelah lama ia meninggalkan istrinya karena dikhawatirkan dia mendapatkan sesuatu yang tidak ia sukai atau terlihat seakan-akan dia mencari kesalahan-kesalahan istrinya.” ([13])
Dari Jabir bin Abdullah radliallahu ‘anhuma berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَكْرَهُ أَنْ يَأْتِيَ الرَّجُلُ أَهْلَهُ طُرُوقًا
“Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tak suka bila seseorang mendatangi keluarganya secara tiba-tiba di malam hari.” ([14])
Dalam riwayat yang lain,
أَمْهِلُوا حَتَّى تَدْخُلُوا لَيْلًا – أَيْ عِشَاءً – لِكَيْ تَمْتَشِطَ الشَّعِثَةُ وَتَسْتَحِدَّ المُغِيبَةُ
“Berjalanlah dengan santai, hinga kalian sampai tepat pada malam hari -yakni Isya`- dan agar keluarga yang masih kusut rambutnya dapat bersisir, dan juga bisa mencukur bulu kemaluannya.” ([15])
Dalam riwayat yang lain,
لَا تَلِجُوا عَلَى المُغِيبَاتِ، فَإِنَّ الشَّيْطَانَ يَجْرِي مِنْ أَحَدِكُمْ مَجْرَى الدَّمِ
“Janganlah kalian menemui orang yang sedang ditinggal keluarganya. Setan itu mengalir pada diri kalian semua dengan mengikuti aliran darah.”([16])
Mengapa hal tersebut dilarang? Karena hal demikian bisa menimbulkan prasangka buruk. Dan Al-Hafiz Ibnu Hajar ketika dia membahas hadits ini beliau mengatakan,
وَفِيهِ التَّحْرِيضُ عَلَى تَرْكِ التَّعَرُّضِ لِمَا يُوجِبُ سُوءَ الظَّنِّ بِالْمُسْلِمِ
“Hadits ini menunjukkan seseorang hendaknya meninggalkan perkara-perkarayang bisa membuat seseorang berbuat berburuk sangka kepada seorang muslim yang lain.” ([17])
Maka Nabi ﷺ melarang seorang pulang pada malam hari tiba-tiba karena dikhawatirkan dia mendapati kondisi yang tidak menyenangkan kemudian dia berburuk sangka kepada istrinya. Dan ini dalil bahwasanya hidup dalam rumah tangga jangan dibangun di atas buruk sangka. Barang siapa yang rumah tangganya dibangun di atas buruk sangka kepada pasangannya maka mereka akan menderita. Bayangkan jika seorang istri seperti detektif yang selalu menginterogasi suaminya apakah kehidupan yang seperti ini enak? Jadi semua akan dianggap salah jika rumah tangga dibangun di atas kecurigaan. Oleh karenanya banyak ulama berfatwa tidak boleh istri membuka telpon genggam milik suaminya. Ini dikarenakan jika sang istri banyak membuka membuka telpon genggam milik suaminya ini bisa menimbulkan banyak persangkaan yang buruk. Kita bolehcuriga jika memang ada indikasi kuatnya. Sebagaimana yang terjadi pada kisah nabi Yusuf ketika saudar-saudaranya melapor kepada ayahnya bahwa Yusuf telah diterkam oleh serigala kemudian mereka mendatangkan bukti baju yang telah berlumuran dengan darah dan pulang di malam hari dalam kondisi menangis, Allah ﷻ berfirman,
وَجَاءُوا أَبَاهُمْ عِشَاءً يَبْكُونَ
“Kemudian mereka datang kepada ayah mereka di sore hari sambil menangis” (QS.Yusuf: 16)
Allah ﷻ juga berfirman, ,
وَجَاءُوا عَلَىٰ قَمِيصِهِ بِدَمٍ كَذِبٍ ۚ قَالَ بَلْ سَوَّلَتْ لَكُمْ أَنْفُسُكُمْ أَمْرًا ۖ فَصَبْرٌ جَمِيلٌ ۖ وَاللَّهُ الْمُسْتَعَانُ عَلَىٰ مَا تَصِفُونَ
“Mereka datang membawa baju gamisnya (yang berlumuran) dengan darah palsu. Ya’qub berkata: “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu; maka kesabaran yang baik itulah (kesabaranku). Dan Allah sajalah yang dimohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (QS.Yusuf: 16)
Nabi Ya’qub mengucapkan “Sebenarnya dirimu sendirilah yang memandang baik perbuatan (yang buruk) itu” karena dia mendapati baju nabi Yusuf yang dipenuhi darah tersebut tidak robek-robek padahal orang jika diterkam serigala maka bajunya akan sobek-sobek maka serigala baik mana yang tidak mencakar-cakar bajunya? Maka jika didapati indikasi kuat seperti ini boleh seseorang untuk curiga. Adapun jika tidak ada indikasi maka tidak boleh seseorang untuk selalu mencurigai pasangannya sampai selalu memeriksa telepon genggamnya. Maka seperti yang penulis katakan tadi bahwa ini dilarang sebagaimana yang difatwakan oleh para ulama dan ini juga bisa merusak kehidupan rumah tangga. Maka jika seorang istri mendapati suaminya seorang yang saleh maka tingkatkan pelayanan kepada suami, tunjukkan cinta kepada suami, dan jangan hidup di atas kecurigaan karena ini tidak boleh terlebih lagi tujuan utama setan adalah memisahkan antara suami dan istri sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah,
إِنَّ إِبْلِيسَ يَضَعُ عَرْشَهُ عَلَى الْمَاءِ، ثُمَّ يَبْعَثُ سَرَايَاهُ، فَأَدْنَاهُمْ مِنْهُ مَنْزِلَةً أَعْظَمُهُمْ فِتْنَةً، يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: فَعَلْتُ كَذَا وَكَذَا، فَيَقُولُ: مَا صَنَعْتَ شَيْئًا، قَالَ ثُمَّ يَجِيءُ أَحَدُهُمْ فَيَقُولُ: مَا تَرَكْتُهُ حَتَّى فَرَّقْتُ بَيْنَهُ وَبَيْنَ امْرَأَتِهِ، قَالَ: فَيُدْنِيهِ مِنْهُ وَيَقُولُ: نِعْمَ أَنْتَ ” قَالَ الْأَعْمَشُ: أُرَاهُ قَالَ: «فَيَلْتَزِمُهُ»
“Sesungguhnya Iblis meletakkan arsynya di atas air, lalu mengirim pasukannya untuk menggoda manusia. Yang paling dekat kedudukannya dengan Iblis adalah yang paling besar dari mereka godaannya. Di antara pasukannya ada yang berkata, “Aku telah berbuat ini dan itu”. Iblis berkata, “Engkau tidak melakukan sesuatu apapun”. Berkata (Nabi Shallallahu alaihi wa sallam), “Datang lagi yang lain lalu berkata, “Aku tidak meninggalkan seseorang sehingga aku berhasil memisahkannya dengan istrinya”. Rosulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Maka iblis mendekatkannya kepadanya lalu berkata, “Ya, kamulah orangnya.” ([18])
Oleh karenanya kita harus ingat bahwa setan sangat ingin untuk kita berpisah dengan istri kita. Oleh karenanya jangan sampai kita jadikan berburuk sangka sebagai tunggangan kita dalam kehidupan sehari-hari. Hendaknya kitaterus melatih diri kita untuk berbaik sangka kepada pasangan kita. Kecuali jika psangan kita melakukan hal yang sangat buruk yang membuat kita curiga, namun jika tidak maka dilarang kita untuk curiga kepada suami.
Keenam: Jauhi metode studi banding.
Jangan kita membandingkan pasangan kita dengan orang lain seperti seorang lelaki berkata kepada istrinya, “wahai istriku mengapa kamu tidak seperti fulanah atau seperti adikmu atau seperti ibumu?” Jangankan dibandingkan dengan orang lain, dibandingkan dengan ibunya sendiri saja dia belum tentu suka. Begitu juga seorang suami juga tidak akan suka jika dibandingkan dengan suami-suami orang lain. Sangat menyakitkan jika seorang suami atau istri dibandingkan dengan orang lain. jika seorang ingin hidup rumah tangganya bahagia maka jika dia melihatkekurangan istrinya maka hendaknya ia menasihatinya dengan cara yang baik tanpa membandingkan dengan orang lain. Oleh karenanya di antarakenikmatan surga adalah bidadari yang mereka tidak pernah membandingkan pasangannya dengan pasangan yang lain. Allah ﷻ berfirman
فِيهِنَّ قَاصِرَاتُ الطَّرْفِ لَمْ يَطْمِثْهُنَّ إِنْسٌ قَبْلَهُمْ وَلَا جَانٌّ
“Di dalam surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka), dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar-Rahman: 56)
Oleh karenanya jika kita memiliki istri yang tidak pernah membandingkan dengan lelaki yang lain maka ini adalah kebahagiaan. dan jika seorang istri memiliki suami yang tidak pernah membandingkan dengan istri yang lain maka ini adalah kebahagiaan. Maka jauhi studi banding dalam kehidupan dalam kehidupan rumah tangga.
Ketujuh: Membiasakan mengucapkan kata-kata yang menyenangkan.
Jika kita mendapati istri kita melakukan kebaikan maka jangan lupa ucapkan terima kasih. Betapa seringsebagian kita mudah mengucapkan “semoga Allah membalas kebaikanmu” namun kepada istri tidak pernah mengucapkannya. Maka hendaknya kita melatih untuk mengucapkan terimakasih terhadap apa yang telah dikerjakan istri kita untuk kita. Bahkan syariat membolehkan untuk berdusta demi menumbuhkan cinta kasih di antara suami istri, padahal dusta adalah dosa besar dan tidak boleh bagi seorang muslim untuk berdusta, Nabi ﷺ bersabda,
مَا سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُرَخِّصُ فِي شَيْءٍ مِنَ الْكَذِبِ إِلَّا فِي ثَلَاثٍ، كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: ” لَا أَعُدُّهُ كَاذِبًا، الرَّجُلُ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ، يَقُولُ: الْقَوْلَ وَلَا يُرِيدُ بِهِ إِلَّا الْإِصْلَاحَ، وَالرَّجُلُ يَقُولُ: فِي الْحَرْبِ، وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ امْرَأَتَهُ، وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا “
“Tidaklah aku mendengar Rasulullah ﷺ memberikan keringanan sedikit pun berkaitan dengan perkataan dusta kecuali dalam tiga perkara. Rasulullah ﷺ berkata: aku tidaklah menganggapnya termasuk kebohongan: seseorang (berbohong) untuk mendamaikan di antara manusia, dia mengatakan suatu perkataan yang tidaklah dia maksudkan kecuali hanya untuk mengadakan perdamaian (perbaikan), seseorang yang berkata (bohong) ketika dalam peperangan, dan seorang suami yang berkata kepada istri dan istri yang berkata kepada suami.” ([19])
Maka dusta di sini diperbolehkan yaitu dusta dalam menumbuhkan cinta kasih. Adapun dusta dalam hal menggugurkan hak istri seperti seorang berdusta bahwa ia tidak memiliki uang agar ia tidak memberikan nafkah kepada istrinya maka ini adalah dusta yang haram. Maka berdusta dalam rangka menumbuhkan cinta kasih diperbolehkan seperti menggombal dan lainnya karena wanita senang dipuji dan lelaki senang dihormati. Semakin seorang lelaki menunjukkan pujiannya kepada istrinya maka istri akan semakin sayang kepada istrinya. Dan semakin istri menghormati suaminya maka sang suami akan semakin sayang kepada istrinya. Namun terkadang yang terjadi dua hal tersebut hilang, suami tidak memuji istrinya dan istri tidak menghornati suaminya. Maka hendaknya kita melatih diri kita untuk senantiasa menunjukkan kata-kata yang menunjukkan penghormatan dan kecintaan kepada istri, Nabi ﷺ ketika ditanya,
يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ أَحَبُّ النَّاسِ إِلَيْكَ؟ قَالَ: «عَائِشَةُ». قَالَ: مِنَ الرِّجَالِ؟ قَالَ: «أَبُوهَا»
“Wahai Rasulullah, siapakah di antara manusia yang paling anda cintai?” beliau menjawab: “Aisyah.” Dia berkata; “Kalau dari kalangan laki-laki?” beliau menjawab: “Ayahnya.” ([20])
Penulis sering sampaikan bahwa para pelaku maksiat dan orang yang suka berzina mereka pandai romantis dengan pasangan zinanya. Maka mengapa kita yang seorang muslim yang mencontoh kepada Nabi ﷺ tidak bisa romantis kepada pasangan kita? Oleh karenanya hendaknya seseorang berusaha untuk menunjukkan cintanya kepada pasangannya dengan tutur kata yang lembut tutur kata yang baik lebih baik dari sekuntum bunga mawar yang kita belikan untuknya. Kata-kata itu sangat penting dan itu memiliki pengaruh yang luar biasa dalam sakinah kehidupan rumah tangga.
Footnote:
______
([1]) Lihat: Al-Ikhlas Wa An-Niyyah karyaIbnu Abi Ad-Dunya hal: 54
([2]) HR. Ibnu Majah no. 1977 Al-Albani mengatakan hadits ini shohih
([3]) HR. Ibnu Majah no. 1977. Dan Al-Albani mengatakan hadits ini shohih
Hadits yang ada pada bab ini
بِتُّ فِي بَيْتِ خَالَتِي مَيْمُونَةَ بِنْتِ الحَارِثِ زَوْجِ النَّبِيِّ صلّى الله عليه وسلم وَكَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَهَا فِي لَيْلَتِهَا، فَصَلَّى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ العِشَاءَ، ثُمَّ جَاءَ إِلَى مَنْزِلِهِ، فَصَلَّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ نَامَ، ثُمَّ قَامَ، ثُمَّ قَالَ: «نَامَ الغُلَيِّمُ» أَوْ كَلِمَةً تُشْبِهُهَا، ثُمَّ قَامَ، فَقُمْتُ عَنْ يَسَارِهِ، فَجَعَلَنِي عَنْ يَمِينِهِ، فَصَلَّى خَمْسَ رَكَعَاتٍ، ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ، ثُمَّ نَامَ، حَتَّى سَمِعْتُ غَطِيطَهُ أَوْ خَطِيطَهُ، ثُمَّ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ
Kalau hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara dengan istrinya ada pada bab
بَابُ قَوْلِهِ: {إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلاَفِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لِأُولِي الأَلْبَابِ}
([7]) Lihat: Fathul Bari 1/213
([8]) HR. Hakim no. 2769 dan beliau mengatakan hadits ini shohih dan diikuti oleh Adz-Dzahabi yang mengatakan hadits ini shohih
([9]) HR. At-Tirmidzi no. 1159 dan dikatakan oleh Al-Albani hadits ini hasan shohih
([10]) HR. Bukhori no. 304 dan Muslim no. 79
([12]) HR. Bukhori no. 29 dan Muslim no. 907
([15]) HR. Bukhori no. 5079 dan Muslim no. 715
([16]) HR. At-Tirmidzi no. 1172
([19]) HR. Abu Dawud no. 4921 dan dishohihkan oleh Al-Albani
([20]) HR. At-Tirmidzi no. 3886 dan Al-Albani mengatakan hadits ini shohih