Membangun Istana di Surga
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc.MA.
Kita tentu tahu bahwasanya kehidupan dunia hanyalah sementara, sehingga semewah apa pun kehidupan yang kita miliki di dunia ini akan kita tinggalkan. Hanya ada dua kemungkinan yang terjadi dengan harta yang kita miliki, entah dia yang rusak, ataukah kita yang rusak karena meninggal dunia.
Di antara perkara yang sangat diperhatikan oleh seseorang di atas muka bumi ini adalah rumah. Hampir semua di antara kita berusaha untuk membangun rumah dengan sebaik-baiknya untuk mendapatkan ketenangan, untuk kebahagiaan anak dan istrinya. Bahkan, tidak jarang di antara kita ada yang rela berutang, padahal membangunnya membutuhkan waktu bertahun-tahun.
Setiap di antara kita tentu tahu bagaimana pentingnya rumah bagi seseorang, karena rumah adalah kebutuhan primer yang merupakan tempat bernaung. Seseorang tentu akan membangun rumahnya dengan sebaik-baiknya agar dia bisa merasa tenang di rumahnya. Oleh karenanya, akan tampak percuma jika seseorang memiliki semua hal dari dunia ini namun tidak memiliki rumah.
Namun, bagaimana pun seseorang membangun rumah di dunia, maka rumah tersebut akan mengalami kerusakan, akan ada waktu di mana rumah tersebut harus direnovasi, tidak kokoh selama-lamanya. Bahkan, jika sekiranya rumah tersebut kokoh hingga ratusan tahun, maka tentu seseorang tidak akan tinggal selamanya di rumah tersebut, bisa jadi dia hanya menempatinya beberapa tahun, kemudian meninggal dunia. Demikian pula banyak kita saksikan seseorang yang membangun rumah selama bertahun-tahun dengan sangat baik, namun ternyata dia tidak bisa menempati rumah tersebut, bahkan ahli warisnyalah yang menempatinya kemudian.
Jika membangun rumah adalah suatu perkara yang sangat penting di atas muka bumi ini, maka bagaimana lagi dengan membangun rumah di surga yang merupakan tempat tinggal seseorang selama-lamanya? Di surga, seseorang tidak mungkin tinggal hanya puluhan atau ratusan tahun, akan tetapi abadi selama-lamanya, tidak ada kematian dan kesudahan ketika seseorang telah masuk surga.
Maka dari itu, ketika kita telah tahu bahwa di surga seseorang akan hidup selama-lamanya, maka tentu kita harus berusaha membangun rumah kita di surga dengan sungguh-sungguh, dengan semaksimal yang bisa kita lakukan, karena itulah tempat terakhir kita selama-lamanya. Segala cara yang bisa di lakukan untuk bisa membangun rumah (istana) di surga hendaknya kita tempuh.
Nabi Muhammad ﷺ mengibaratkan Islam dengan sebuah bangunan. Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
بُنِيَ الإِسْلاَمُ عَلَى خَمْسٍ: شَهَادَةِ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، وَإِقَامِ الصَّلاَةِ، وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ، وَالحَجِّ، وَصَوْمِ رَمَضَانَ
“Islam dibangun di atas lima fondasi: persaksian tidak ada ilah selain Allah dan sesungguhnya Muhammad utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji dan puasa Ramadan.”[1]
Para ulama menyebutkan bahwasanya barang siapa yang melaksanakan lima rukun Islam, maka seakan-akan dia telah memiliki rumah dengan lima fondasi rumah yang kokoh, tinggal kemudian dia menempuh cara-cara untuk memperindah dan memperbagus rumah tersebut.
Oleh karenanya, sungguh merugi orang yang tatkala di dunia, dia benar-benar hanya menghabiskan energi dan tenaganya untuk membangun istana di dunia tapi tidak memiliki istana di surga. Orang tersebut telah merugi karena tidak bisa menimbang kemaslahatan untuk dirinya sendiri.
Jika seseorang diberi pilihan antara emas di dunia yang mungkin hanya bisa dia miliki selama kurang lebih 60 tahun dengan air yang bisa kita minum selama-lamanya dan tidak akan habis, mana yang akan dia pilih? Tentu dia akan memiliki air yang dia bisa minum selama-lamanya. Oleh karenanya, orang yang tidak memilih sesuatu yang abadi untuknya di surga dan memilih sesuatu yang akan fana di dunia, merekalah orang yang tidak bisa memandang kemaslahatan untuk dirinya sendiri.
Oleh karenanya, Allah ﷻ memberikan contoh orang yang cerdas, di mana dia memilih sesuatu yang lebih baik dari segala apa yang ada di dunia. Dialah istri Firaun, Asiah binti Muzahim. Allah ﷻ mengabadikan namanya di dalam Al-Qur’an sebagai contoh orang yang cerdas. Allah ﷻ berfirman,
وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ آمَنُوا امْرَأَتَ فِرْعَوْنَ إِذْ قَالَتْ رَبِّ ابْنِ لِي عِنْدَكَ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ وَنَجِّنِي مِنْ فِرْعَوْنَ وَعَمَلِهِ وَنَجِّنِي مِنَ الْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
“Dan Allah membuat perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, istri Firaun, ketika dia berkata, ‘Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Firaun dan perbuatannya, dan selamatkanlah aku dari kaum yang zalim’.” (QS. At-Tahrim: 11)
Asiah tentu hidup dengan kemewahan bersama Firaun, karena tidak ada orang yang lebih hebat daripada Firaun di zaman itu. Secara logika, siapakah wanita yang tidak bangga ketika bersuamikan raja di dunia? Akan tetapi, ketika Asiah binti Muzahim beriman kepada Allah ﷻ, dia rela meninggal semua kemegahan dan kemewahan hidup yang dia miliki bersama Firaun, dan dia meminta ganti yang lebih baik kepada Allah ﷻ. Dia meminta rumah di surga di sisi Allah ﷻ.
Kisah Asiah binti Muzahim ini seharusnya menyadarkan kita bahwa ada contoh nyata di atas muka bumi ini seorang yang cerdas, di mana dia memilih sesuatu yang lebih baik dan lebih kekal di akhirat daripada sesuatu hal di dunia yang fana.
Membangun istana di surga
Kita akan membahas amalan-amalan apa yang bisa menjadikan seseorang bisa memiliki istana di surga. Amalan-amalan tersebut bisa dilakukan oleh seluruh kaum muslimin secara umum, baik mereka yang kaya atau pun mereka yang miskin. Yang terpenting adalah kemauan seseorang untuk melakukan amalan-amalan tersebut.
Di antara amalan-amalan tersebut antara lain sebagai berikut:
- Membangun masjid
Hal ini berdasarkan sabda Nabi Muhammad ﷺ,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ تَعَالَى بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang membangun masjid karena Allah niscaya Allah membuatkan rumah di surga untuknya.”[2]
Ada beberapa poin yang akan kita bahas terkait hadis ini di antaranya:
- Hadis mutawatir
Hadis ini adalah hadis yang mutawatir, yaitu hadisnya diriwayatkan oleh banyak sahabat. Para ulama dalam kita-kitab musthalahal hadits, ketika mereka memberi contoh hadis-hadis mutawatir, maka mereka akan membawakan dua bentuk hadis mutawatir; yaitu hadis mutawatir maknawi[3] dan hadis mutawatir lafdzi[4]. Adapun hadis yang kita sebutkan ini masuk dalam kategori hadis mutawatir lafdzi. Di antara yang juga termasuk hadis mutawatir lafdzi adalah sabda Nabi Muhammad ﷺ,
مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
“Barang siapa sengaja berdusta atas namaku, maka hendaklah ia persiapkan tempat duduknya dalam neraka.”[5]
Oleh karenanya, sebagian ulama mengatakan dalam syairnya,
مِمَّا تَوَاتَرَ حَدِيْثُ مَنْ كَذَب، وَمَنْ بَنَى لِلَّهِ بَيْتًا وَاحْتَسَب، وَرُؤْيَةُ وَشَفَاعَةُ وَالْحَوْضُ، وَمَسحُ خُفَيْنِ وهَذِهِ بَعْض
“Di antara hadis yang mutawatir adalah hadits tentang barangsiapa yang berdusta atas nama Nabi ﷺ, dan hadis tentang barang siapa membangun masjid karena Allah, dan hadis tentang melihat Allah, hadis syafaat dan telaga Nabi ﷺ, dan hadits tentang bolehnya mengusap khuf.”[6]
Ketika dikatakan hadis tentang membangun masjid ini adalah hadis yang mutawatir, maka bisa kita simpulkan bahwasanya Nabi Muhammad ﷺ sering mengulang-ulangi hadis tersebut, Nabi Muhammad ﷺ memiliki perhatian besar tentang membangun masjid, sehingga akhirnya diriwayatkan oleh banyak sahabat. Tentunya, hal ini tidak lain agar mengingatkan kepada kita bahwasanya amalan membangun masjid karena Allah adalah amalan yang sangat mulia.
Oleh karenanya, amalan pertama yang Nabi Muhammad ﷺ lakukan ketika sampai di Quba adalah beliau membangun masjid, yaitu masjid Quba. Demikian pula ketika Nabi Muhammad ﷺ tiba di kota Madinah, Nabi Muhammad ﷺ juga segera membangun masjid Nabawi.
Oleh karenanya, kita bisa melihat bagaimana kisah Nabi Muhammad ﷺ ketika hendak membangun masjid di kota Madinah. Ketika beliau telah sampai di pusat kota Madinah, unta yang beliau tunggangi berjalan sendiri untuk mencari lokasi untuk pembangunan masjid. Ketika itu, Nabi Muhammad ﷺ dicegat oleh banyak para sahabat agar mampir di rumah-rumah mereka, namun setiap kali dicegat, Nabi Muhammad ﷺ berkata,
خَلُّوا سَبِيلَهَا فَإِنَّهَا مَأْمُورَةٌ
“Biarkan unta itu berjalan, sesungguhnya dia sedang diperintah.”
Ketika unta tersebut telah tiba di tempat di bangunnya masjid Nabawi, maka Nabi Muhammad ﷺ bertanya tentang pemilik tanah tersebut, dan diketahui pemiliknya adalah dua anak yatim dari Bani Najjar, yaitu Sahl dan Suhail. Ketika dua anak tersebut tahu bahwa Nabi Muhammad ﷺ ingin membangun masjid, mereka ingin menghadiahkan tanah tersebut. Akan tetapi, Nabi Muhammad ﷺ tidak mau menerima hadiah tersebut, padahal bukan kebiasaan beliau menolak hadiah. Hal ini tentu dikarenakan masalah membangun masjid adalah sebuah amalan yang sangta agung, sehingga Nabi Muhammad ﷺ ingin masjid itu dibangun dari hartanya sendiri. Maka akhirnya, Nabi Muhammad ﷺ membeli tanah tersebut dari dua anak yatim dari Bani Najjar.[7]
Membangun masjid adalah ibadah yang mulia, karena seseorang yang membangunnya masjid berarti sedang membangun rumah Allah. Penisbahan masjid kepada Allah ﷻ, yaitu dengan nama baitullah, itu untuk menunjukkan mulianya bangunan tersebut. Oleh karenanya, ketika kita tahu bahwa membangun masjid berarti membangun rumah Allah, maka hendaknya kita perhatian, kita rela mengeluarkan harta untuk membangun rumah tersebut.
- Makna rumah dalam hadis adalah istana
Para ulama menyebutkan bahwasanya jika syariat menyebutkan tentang rumah di surga, maka jangan kemudian kita membayangkan rumah sebagaimana rumah pada umumnya di dunia, akan tetapi yang kita bayangkan adalah istana.
Oleh karenanya, ketika Rasulullah menjelaskan tentang ciri-ciri bangunan di surga, beliau mengatakan,
لَبِنَةٌ مِنْ فِضَّةٍ وَلَبِنَةٌ مِنْ ذَهَبٍ، وَمِلَاطُهَا الْمِسْكُ الْأَذْفَرُ، وَحَصْبَاؤُهَا اللُّؤْلُؤُ وَاليَاقُوتُ، وَتُرْبَتُهَا الزَّعْفَرَانُ مَنْ دَخَلَهَا يَنْعَمُ وَلَا يَبْأَسُ، وَيَخْلُدُ وَلَا يَمُوتُ، لَا تَبْلَى ثِيَابُهُمْ، وَلَا يَفْنَى شَبَابُهُمْ
“Bata dari perak dan bata dari emas, semennya dari minyak kesturi yang harum, kerikilnya dari mutiara dan permata, pasirnya dari za’faran. Barang siapa memasukinya, ia bersenang-senang dengan tidak jemu, kekal, tidak mati, baju mereka tidak usang, kemudaan mereka tidak lenyap.”[8]
Subhanallah, tentu kita tidak membayangkan betapa indahnya istana di surga. Demikianlah Allah ﷻ dengan sifat-Nya Asy-Syakur, Maha Membalas Kebaikan. Bisa jadi seseorang hanya membangun masjid kecil di dunia, namun ternyata Allah ﷻ mengganti dengan istana abadi di surga dengan sifat-sifat yang Nabi Muhammad ﷺ jelaskan.
- Cara meraih istana di surga
Tidak lain dan tidak bukan, cara untuk seseorang memiliki istana sebagaimana hadis ini adalah dengan membangun masjid. Apa makna membangun di sini? para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang mengatakan bahwa maksudnya benar-benar membangun masjid, dan yang lain mengatakan bahwa yang penting tempatnya bisa digunakan salat meskipun bangunannya sangat sederhana.
Sabda Nabi Muhammad ﷺ ini, lafal masjid datang dalam bentuk nakirah, dalam bentuk syarat, sehingga memberikan faedah umum. Artinya, selama seseorang membangun masjid, baik kecil maupun besar, selama tempat itu bisa digunakan salat, maka Allah ﷻ akan membangunkan istana baginya di surga. Sebagaimana penekanan yang datang dalam hadis,
مَنْ بَنَى لِلَّهِ مَسْجِدًا صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ
“Barang siapa membangun sebuah masjid karena Allah baik kecil maupun besar, maka Allah akan membuatkan sebuah rumah baginya di surga.”[9]
Pada riwayat yang lain, Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ، أَوْ أَصْغَرَ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa membangun masjid karena Allah meski sebesar tempat bertelurnya burung Qathah[10], atau bahkan lebih kecil dari itu, maka Allah akan membangunkan baginya satu istana di surga.”[11]
Para ulama berbeda pendapat dalam menyikapi hadis ini. Sebagian ulama mengatakan bahwa perumpamaan tersebut adalah bentuk sighah mubalaghah ‘hiperbola’, agar seseorang bersemangat dalam membangun masjid, yang jika seandainya sekecil itu bisa digunakan untuk salat, maka dia pasti akan diberikan istana di surga. Sebagian ulama yang lain mengatakan bahwa ini merupakan isyarat agar seseorang berta’awun membangun masjid meskipun yang dia berikan sedikit, karena tentunya Allah ﷻ tetap akan membangunkan baginya istana di surga sesuai dengan kadar yang dia berikan. Sebagian ulama yang lain menafsirkan, bahwa apabila sebuah masjid butuh pelebaran atau perluasan, dan kita hanya bisa menambah seluas tempat bertelurnya burung Qathah, maka kita akan dibangunkan istana di surga.[12]
Dari sini kita bisa mengambil kesimpulan bahwasanya jika membangun masjid bisa dilakukan sendiri maka itu yang terbaik, namun jika tidak bisa sendiri maka tidak mengapa dengan berta’awun dengan orang lain, karena yang demikian dia telah mendapat dua pahala, pahala membangun masjid, dan pahala berta’awun dalam kebaikan, karena ta’awun yang terbaik adalah berta’awun dalam membangun masjid.
Oleh karena itu, janganlah seseorang merendahkan apa yang dia miliki ketika menyumbang dalam pembangunan masjid. Selama Anda tulus dan ikhlas ketika mengeluarkan sedekah tersebut.
- Ikhlas karena Allah
Ini merupakan poin yang sangat penting dalam membangun masjid, baik itu sendiri ataupun berta’awun, yaitu seseorang harus ikhlas karena Allah ﷻ. Ingatlah, membangun masjid bukanlah untuk berbangga-bangga, karena ketika masjid itu telah dibangun maka itu telah menjadi milik Allah ﷻ, dan bukan miliknya lagi. Oleh karenanya, dalam hadis ini Nabi Muhammad ﷺ mensyaratkan pembangunan masjid itu harus ikhlas karena Allah ﷻ.
Ketahuilah bahwasanya Ibnul Jauzi rahimahullah pernah berkata bahwa barang siapa yang menamakan masjid dengan namanya, maka dia berarti jauh dari keikhlasan.[13] Tentu kita tidak menuduh bahwa orang yang membangun masjid dengan namanya itu tidak ikhlas, akan tetapi yang menjadi pertanyaan adalah untuk apa namanya dijadikan sebagai nama masjid? Jika sekiranya tidak ada alasan yang logis, maka bisa jadi benar bahwa dia telah jauh dari keikhlasan.
Jadi, membangun masjid itu untuk saling berbangga-bangga. Menamakan masjid asalnya boleh, namun jika menamakan dengan nama sendiri maka sebaiknya hal tersebut dihindari. Adapun yang Nabi Muhammad ﷺ lakukan dengan menamakan suatu masjid dengan nama kabilah tertentu adalah untuk membedakan antara masjid yang satu dengan yang lainnya.
Inilah empat poin utama yang perlu untuk kita ketahui dalam perkara membangun masjid. Selain itu, perlu untuk kita ketahui bahwa amalan membangun masjid ini adalah amalan yang paling utama dalam mempermudah seseorang untuk dibangunkan istana di surga, karena akan sangat banyak pahala yang mengalir kepada siapa saja yang membangun masjid, meskipun dia telah meninggal dunia.
- Salat sunnah rawatib 12 rakaat dalam sehari
Amalan membangun masjid tentunya tidak bisa diamalkan oleh semua orang. Orang-orang yang hanya memiliki harta jauh dari kata cukup, hanya bisa digunakan untuk makan pada hari itu juga, maka baginya tentu sulit untuk mengamalkan amalan tersebut. Akan tetapi ada amalan-amalan lain yang bisa memasukkan seseorang ke dalam surga dan diberikan istana, di antaranya adalah melakukan salat sunah rawatib 12 rakaat dalam sehari.
Dari Ummu Habibah, dia mendengar Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
مَنْ صَلَّى اثْنَتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِي يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، بُنِيَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa shalat dua belas rakaat sehari semalam, maka akan dibangunkan baginya sebuah rumah di surga.”[14]
Memiliki istana di surga dengan amalan ini tentunya tidak mudah, seseorang harus rutin melaksanakan salah sunah rawatib 12 rakaat setiap harinya.
Adapun 12 rakaat yang dimaksud dalam hadis Ummu Habibah tersebut adalah sebagaimana yang dijelaskan dalam riwayat Imam Tirmizi, dari Aisyah radhiallahu ‘anha,
مَنْ ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَيْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ: أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ المَغْرِبِ، وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ العِشَاءِ، وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الفَجْرِ
“Barang siapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum zuhur, dua rakaat sesudah zuhur, dua rakaat sesudah magrib, dua rakaat sesudah isya, dan dua rakaat sebelum subuh.”[15]
Inilah 12 belas rakaat salat sunah yang hendaknya seseorang menjaganya agar dia dibangunkan istana di surga. Adapun ketika seseorang bersafar, maka hendaknya dia melakukan semampu dia. Ketahuilah, karena pentingnya menjaga salat sunah rawatib, seseorang bisa mengqada salat sunah rawatib yang tertinggal di hari itu. Jika sekiranya seseorang hanya bisa melaksanakan shalat sunah dua rakaat sebelum salat zuhur, maka dia bisa mengqadanya setelah salat zuhur. Atau ketika dia tidak bisa melaksanakan salat sunnah setelah salat magrib, maka dia bisa mengqadanya setelah salat isya, karena Nabi Muhammad ﷺ juga pernah mengqada salat sunah rawatib.
Penulis mengingatkan, bahwasanya hadis keutamaan salat sunah rawatib yang diriwayatkan oleh Ummu Habibah, istri Nabi Muhammad ﷺ, dia berkata setelah menyebutkan sabda Nabi Muhammad ﷺ dengan berkata,
فَمَا تَرَكْتُهُنَّ مُنْذُ سَمِعْتُهُنَّ مِنْ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
“Maka aku tidak akan meninggalkan dua belas rakaat itu semenjak aku mendengarnya dari Rasulullah ﷺ.”[16]
Amalan ini banyak diremehkan oleh para wanita. Bahkan, bisa dibilang godaan bagi mereka untuk meninggalkan amalan ini di zaman ini sangat banyak. Maka penulis mengingatkan, bahwa hendaknya para wanita memperhatikan hal ini, karena yang meriwayatkannya adalah seorang ibu rumah tangga. Adapun laki-laki, seringnya mereka bisa melakukannya karena kondisi, baik itu karena termotivasi oleh orang yang lain, atau karena waktu yang banyak yang mereka miliki ketika di masjid.
Inilah amalan lain yang bisa membuat seseorang memiliki istana di surga. Tentu kita sadar bahwa tidak semua kita memiliki harta yang banyak. Oleh karenanya, meskipun rumah kita di dunia sangat sederhana, tapi jangan sampai kita tidak mendapatkan rumah di surga. Sesungguhnya kesempatan kita memiliki rumah di surga jauh lebih besar daripada kesempatan kita untuk memiliki rumah yang mewah di dunia. Maka, di antara cara agar kita bisa memiliki rumah yang megah di surga adalah dengan rutin mengerjakan 12 rakaat salat sunah rawatib.
- Membaca doa tatkala masuk pasar
Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
مَنْ دَخَلَ السوق فَقَالَ: لاَ إِلَهَ إِلا الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِي وَيُمِيتُ وَهُوَ حَيٌّ لَا يَمُوْتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، كَتَبَ الله لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَحَطَّ عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ سَيِّئَةٍ وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ وبنَى لَهُ بَيْتًا فِيْ الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang memasuki pasar kemudian mengucapkan; LAA ILAAHA ILLALLAAHU WAHDAHU LAA SYARIIKA LAH, LAHUL MULKU WA LAHUL HAMDU YUHYII WA YUMIITU LAA YAMUUTU BIYADIHIL KHAIRU WA HUWA ‘ALAA KULLI SYAI-IN QADIIR (tidak ada Tuhan yang berhak disembah kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya, milik-Nya semua kerajaan dan bagi-Nya seluruh pujian, Dia Yang menghidupkan, dan mematikan, Dia tidak mati, dan di tangan-Nya segala kebaikan, dan Dia Maha Mampu melakukan segala sesuatu), maka Allah mencatat baginya satu juta kebaikan, dan menghapus darinya satu juta kesalahan, serta mengangkat untuknya satu juga derajat, dan akan dibangunkan baginya istana di surga.”[17]
Sesungguhnya di pasar sangat banyak sekali setan, banyak godaan-godaan, banyak penipuan, banyak syahwat, banyak aurat yang terbuka, banyak orang yang bersumpah palsu, dan yang lainnya, maka seseorang ketika hendak masuk pasar dianjurkan untuk membaca doa tersebut.
Inilah di antara amalan yang bisa menjadikan seseorang dibangunkan istana di surga. Mengapa hal ini terlihat begitu mudah? Sesungguhnya itu adalah hak Allah ﷻ, apakah Dia ingin memberikan ganjaran yang besar atas amalan yang ringan atau tidak. Tentunya, doa masuk pasar ini juga bukanlah doa yang sembarangan, isinya adalah kalimat tauhid, dan Allah ﷻ senang dengan kalimat tauhid. Maka, jika sekiranya hanya dengan doa ini menjadikan seseorang diberi ganjaran istana di surga, maka itu terserah Allah ﷻ.
Yang kemudian menjadi permasalahan adalah besarnya ganjaran dari zikir, namun sangat sedikit orang yang mengerjakannya. Oleh karenanya Syaikh Utsaimin rahimahullah mengatakan bahwa amalan mudah dan pahalanya besar, namun banyak orang tidak mengerjakannya adalah amalan zikir, dan di antaranya adalah zikir masuk pasar ini yang banyak dilupakan oleh sebagian kita.
- Menutup celah dalam saf salat
Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
مَنْ سَدَّ فُرْجَةً فِي صَفٍّ رَفَعَهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَةً، وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang menutupi satu celah (dalam saf salat), niscaya Allah akan mengangkat derajatnya dan akan dibangunkan untuknya sebuah rumah di dalam surga.”[18]
Amalan ini tentunya lebih mudah dari amalan-amalan sebelumnya, yaitu jika kita mendapati ada orang yang batal dalam salatnya kemudian dia pergi, maka kita pun bisa masuk dalam saf tersebut untuk menutup celah, agar jangan sampai saf terputus.
Tentunya, ketika seseorang melihat celah pada sebuah saf, dan dia menilai dengan baik bahwasanya dirinya bisa untuk masuk dalam saf tersebut, maka hendaknya dia masuk dengan penuh kelembutan. Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
وَلِينُوا فِي أَيْدِي إِخْوَانِكُمْ، وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ
“Lemah lembutlah terhadap saudara kalian, dan jangan kalian meninggalkan celah bagi setan.”[19]
Demikian pula bagi orang yang di sampingnya terdapat celah dalam saf, maka hendaknya dia mengondisikan dirinya agar saudaranya yang lain bisa masuk dalam saf tersebut, sehingga tidak ada lagi saf-saf yang memiliki celah, dan saf menjadi rapi dan tidak terputus lagi.
- Membaca surah Al-Ikhlas sepuluh kali
Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
مَنْ قَرَأَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) حَتَّى يَخْتِمَهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْراً في الْجَنَّةِ
“Siapa yang membaca surah Al-Ikhlas sampai ia merampungkannya sebanyak sepuluh kali, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga.”[20]
Para ulama menyebutkan bahwasanya yang dimaksud membaca surah Al-Ikhlas di sini bukan hanya sekadar membaca semata, akan tetapi juga dengan merenungi kandungan dan makna dari surah tersebut, karena asal dari membaca Al-Qur’an adalah untuk memahami maknanya.
Surah Al-Ikhlas adalah di antara surah yang agung di dalam Al-Qur’an. Surah ini dinamakan dengan Al-Ikhlas karena isinya murni untuk menjelaskan keesaan Allah ﷻ. Oleh karenanya ketika dikatakan apa syarat Tuhan, maka harus memenuhi empat (ayat) persyaratan yang terkandung dalam surah Al-Ikhlas ini.
- Maha Esa
Tuhan itu haru Maha Esa. Jika Tuhan itu berbilang, tidak esa, maka tidak bisa dia dijadikan sebagai Tuhan.
- Semua membutuhkan Tuhan dan Tuhan tidak membutuhkan yang lainnya
Ketika Tuhan itu berbilang, maka tentunya Tuhan itu butuh dengan yang lain, sedangkan Tuhan tidak boleh memiliki sifat ketergantungan atau butuh kepada selainnya. Sesungguhnya, dengan syarat ini sudah begitu banyak yang dianggap Tuhan sudah gugur dengan syarat ini.
- Tidak melahirkan dan tidak dilahirkan
Jika sekiranya Tuhan itu dilahirkan, maka itu berarti Tuhan itu dahulunya belum ada kemudian menjadi ada. Kemudian, jika Tuhan itu melahirkan, maka yang dilahirkan pun akan mirip dengan dia, dan ujung-ujungnya juga berhak untuk disembah. Namun, ketika Tuhan punya anak, maka hal ini telah menggugurkan syarat pertama, bahwasanya Tuhan yang berhak disembah hanya satu. Oleh karenanya, Allah ﷻ telah berfirman,
قُلْ إِنْ كَانَ لِلرَّحْمَنِ وَلَدٌ فَأَنَا أَوَّلُ الْعَابِدِينَ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika benar Tuhan Yang Maha Pengasih mempunyai anak, maka akulah orang yang mula-mula memuliakan (anak itu)’.” (QS. Az-Zukhruf: 81)
- Tidak ada yang serupa dengan Tuhan
Jika sekiranya ada yang serupa dengan Tuhan, maka yang sama dengan Tuhan itu juga berhak untuk disembah, dan hal itu kembali menggugurkan syarat bahwasanya Tuhan itu harus Esa.
Inilah empat syarat Tuhan yang tercantum di dalam surah Al-Ikhlas, dan hal tersebut hanyalah dimiliki oleh Allah ﷻ. Maka, barang siapa yang membaca surah Al-Ikhlas sepuluh kali, dengan perenungan dan penghayatan, maka Allah ﷻ akan memberi ganjaran yang sangat besar, yaitu berupa istana baginya di surga. Selain itu, hal ini juga menunjukkan akan keutamaan tauhid.
- Mengerjakan salat duha empat rakaat
Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
مَنْ صَلَّى الضُّحَى أَرْبَعًا، وَقَبْلَ الْأُولَى أَرْبَعًا بُنِيَ لَهُ بِهَا بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Barang siapa yang shalat duha empat rakaat dan shalat sebelum zuhur empat rakaat, maka dibangunkan baginya rumah di surga.”[21]
- Bersabar dan memuji Allah, serta mengucapkan kalimat istirja’ ketika anak meninggal dunia
Amalan ini bukanlah amalan yang ringan, karena amalan ini membutuhkan kekuatan iman yang luar biasa dari seseorang. Ketika seseorang bisa bersabar atas meninggalnya anaknya, kemudian dia memuji Allah ﷻ dan mengucapkan kalimat istirja’, maka Allah ﷻ akan membangunkan baginya istana di surga.
Hal ini sebagaimana sabda Nabi Muhammad ﷺ,
إِذَا مَاتَ وَلَدُ العَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلَائِكَتِهِ: قَبَضْتُمْ وَلَدَ عَبْدِي، فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ، فَيَقُولُونَ: نَعَمْ، فَيَقُولُ: مَاذَا قَالَ عَبْدِي؟ فَيَقُولُونَ: حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ، فَيَقُولُ اللَّهُ: ابْنُوا لِعَبْدِي بَيْتًا فِي الجَنَّةِ، وَسَمُّوهُ بَيْتَ الحَمْدِ
“Jika anak seorang hamba meninggal, Allah berfirman kepada para malaikat-Nya, ‘Apakah kalian telah mencabut anak hambaku?’ Mereka menjawab: ‘Ya’. Allah berfirman: ‘Apakah kalian telah mencabut buah hatinya?’ Mereka menjawab: ‘Ya’. Allah bertanya: ‘Apa yang dikatakan hambaku?’ Mereka menjawab: ‘Dia memuji-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’. Allah berkata, ‘Bangunkanlah untuk hambaku satu rumah di surga, dan berilah nama dengan Baitulhamd’.”[22]
Ketika seseorang diuji dengan kehilangan seorang anak yang sangat dicintainya, kemudian ternyata dia tetap bersabar dan memuji Allah ﷻ, maka tentu hal tersebut bukanlah perkara yang mudah untuk bisa dilakukan oleh semua orang, sehingga tidak heran jika balasan bagi orang yang melakukan amalan ini mendapatkan balasan berupa dibangunkan istana di surga.
Hal ini tentu tidak mudah, terlebih lagi seorang wanita. Betapa banyak di antara para wanita yang tidak kuat ketika ditimpa dengan ujian tersebut, dia lupa untuk bersabar, sehingga akhirnya dia mengikuti hawa nafsunya untuk melakukan niyahah.
Oleh karena itu, hendaknya seseorang berusaha untuk melatih dirinya dengan amalan ini. Ketika seseorang diuji oleh Allah ﷻ dengan ujian apa pun, hendaknya yang keluar dari lisannya adalah kalimat istirja’ dan kalimat pujian. Yaitu seseorang mengucapkan,
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ الْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى كُلِّ حاَل
“Sesungguhnya kami miliki Allah dan kepada Allah-lah kami dikembalikan, segala puji bagi Allah dalam setiap keadaan.”
- Meninggalkan perdebatan meskipun berada di pihak yang benar, meninggalkan dusta ketika bercanda, dan berakhlak mulia
Nabi Muhammad ﷺ telah bersabda,
أَنَا زَعِيمٌ بِبَيْتٍ في رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ في وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ في أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ خُلُقَهُ
“Aku memberikan jaminan istana di pinggiran surga bagi orang yang meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar. Aku memberikan jaminan istana di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kedustaan walaupun dalam bentuk candaan. Aku memberikan jaminan istana di surga yang tinggi bagi orang yang bagus akhlaknya.”[23]
Ada tiga sifat yang Nabi Muhammad ﷺ sebutkan dalam hadis ini:
- Meninggalkan perdebatan meskipun di atas kebenaran
Tentu tidak diragukan lagi bahwasanya kita sering kali terjebak dalam perdebatan dengan saudara kita dalam perkara dunia. Padahal, bisa jadi debat tersebut hanya sekadar debat kusir belaka, bahkan mungkin hanya untuk menunjukkan ego semata. Maka, ketika kita dalam kondisi tersebut, dan kita tahu bahwa kita benar, maka hendaknya kita meninggalkan perdebatan tersebut.
Ingatlah bahwasanya apabila kita dalam perdebatan itu benar, dan akhirnya saudara kita mengaku salah, namun ternyata setelah itu akhirnya terjadi keributan dan terputusnya tali silaturahmi, maka kita katakan apa faedah dari perdebatan tersebut? Sungguh, betapa banyak kita dapati orang-orang yang menjalin hubungan baik dengan saudaranya bertahun-tahun, namun karena mengedepankan egonya, akhirnya terputuslah hubungan tersebut.
Oleh karena itu, hendaknya kita memperhatikan hadis ini, bahwasanya siapa saja di antara kita yang meninggalkan perdebatan meskipun dia berada di pihak yang benar, maka Allah ﷻ akan membangunkan baginya istana di pinggiran surga.
- Meninggalkan dusta meski bercanda
Hal ini tentu masih banyak dilakukan oleh sebagian kita, padahal Nabi Muhammad ﷺ menjamin istana di tengah surga bagi orang yang meninggalkan dusta meskipun dalam rangka untuk bercanda.
Penulis mengingatkan kepada kita semua, ketika kita mendapati teman kita berdusta meskipun bercanda, maka jangan ragu-ragu untuk menegurnya, dan tentunya dengan teguran yang baik dan lembut. Kita bisa mengingatkannya dengan memotivasi dirinya dengan keutamaan meninggalkan perkara tersebut.
Penulis juga menasihatkan, agar kita semua membiasakan diri untuk membersihkan lisan kita dari dusta dalam kondisi apa pun, termasuk dalam kondisi bercanda.
- Berakhlak yang mulia
Di antara sekian banyak hadis yang menyebutkan tentang agungnya akhlak, maka hadis inilah yang paling agung. Mengapa demikian? Karena hadis ini memberikan konsekuensi kepada diri kita untuk mengintrospeksi diri kita, bahwasanya kita ini masih memiliki banyak akhlak yang buruk.
Sungguh hal yang menyedihkan tatkala kita pandai menilai akhlak orang lain namun kita tidak pandai untuk menilai sudah sejauh mana bagusnya akhlak kita. Seharusnya, yang lebih utama untuk kita nilai akhlaknya adalah diri kita sendiri.
Ketika kita sudah mengetahui segala kekurangan dalam akhlak kita, kemudian kita berusaha memperbaiki akhlak tersebut, maka hal itu mendatangkan kemudahan bagi kita untuk dibangunkan istana di surga yang paling tinggi.
Memperbagus akhlak adalah amalan yang paling mulia di antara tiga amalan yang Nabi Muhammad ﷺ sebutkan dalam hadis ini. Oleh karenanya, kita dapati bahwa ganjaran bagi orang yang berakhlak mulia adalah ganjaran yang paling tinggi, yaitu istana di surga yang paling tinggi.
Selain itu, hal ini juga menunjukkan bahwasanya akhlak yang mulia itu bisa dimiliki, dan akhlak yang buruk itu bisa diubah. Tentunya, caranya adalah dengan melatih diri untuk berakhlak mulia. Terdapat banyak sekali dalil-dalil yang menunjukkan akhlak buruk itu diubah menjadi akhlak yang mulia.
Maka dari itu, selain kita berusaha untuk memperbaiki akhlak kita, hendaknya kita juga banyak-banyak berdoa kepada Allah ﷻ dengan doa yang telah Nabi Muhammad ﷺ ajarkan,
اللَّهُمَّ أَحْسَنْتَ خَلْقِي، فَأَحْسِنْ خُلُقِي
“Ya Allah sebagaimana engkau indahkan rupaku, maka indahkanlah perangaiku.”[24]
Inilah beberapa amalan dan dalil-dalinya yang bisa membantu kita agar dibangunkan istana di surga oleh Allah ﷻ. Ingatlah, apabila kita tidak memiliki istana di dunia, maka carilah istana tersebut di surga. Jika sekiranya kita sudah memiliki istana di dunia, maka jangan lupa untuk membangun istana di surga.
Footnote:
_______
[1] HR. Bukhari No. 8.
[2] HR. Muslim No. 533.
[3] Singkatnya, yang dimaksud hadis mutawatir maknawi adalah hadis yang lafalnya berbeda-beda namun maknanya sama. Di antara bentuk hadis-hadis tersebut adalah hadis tentang Nabi Muhammad ﷺ berdoa dengan mengangkat tangan dan hadis-hadis tentang Dajal.
[4] Hadis mutawatir lafdzi yaitu hadis-hadis yang menyebutkan lafal yang sama namun diriwayatkan oleh banyak sahabat. Hadis mutawatir lafdzi ini lebih kuat dari bentuk hadis mutawatir lainnya.
[5] HR. Bukhari No. 110.
[6] Syarh Riyadh ash-Shalihin, karya Syaikh Utsaimin (6/736).
[7] Lihat: As-Sirah an-Nabawiyah li Ibnu Hibban (1/142-143).
[8] HR. Tirmizi No. 2526, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
[9] HR. Tirmizi No. 319, dinilai daif oleh Syaikh Al-Albani.
[10] Burung Qathah ini berukuran seperti burung merpati, yang ketika dia ingin bertelur, maka dia pergi ke tanah untuk menggali, dan ukurannya kecil.
[11] HR. Ibnu Majah No. 738, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
[12] Lihat: Faht al-Bari (1/545).
[13] Lihat: Kasyf al-Musykil min Hadits ash-Shahihain, karya Ibnu Jauzi (1/161).
[14] HR. Muslim No. 728.
[15] HR. Tirmizi No. 414, dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
[16] HR. Muslim No. 728.
[17] Shahih al-Jami’ ash-Shaghir No. 6231, dari Ibnu Umar, Syaikh Al-Albani menyatakan hadis tersebut hasan.
[18] HR. Ath-Thabrani No. 5797, hadis ini disebutkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No. 2532.
[19] HR. Ahmad No. 5724, Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadis ini sahih.
[20] HR. Ahmad No. 15610, Syaikh Al-Albani menyatakan hadis ini hasan dengan berbagai penguat.
[21] HR. Ath-Thabrani No. 4753 dalam Mu’jam al-Ausath, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani.
[22] HR. Tirmizi No. 1021, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani.
[23] HR. Abu Daud No. 4800, dinyatakan hasan oleh Syaikh Al-Albani.
[24] HR. Ahmad No. 24392, Al-Arnauth menyatakan hadis ini sahih.