فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
Latin : fasabbih bihamdi rabbika waistaghfirhu innahu kaana tawwaabaan
3. Arti: “Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat”
Tafsir Quran Surat An-Nashr Ayat-3
Setelah Allah menjelaskan tentang nikmat dan karunia kemenangan yang Allah berikan kepada Nabi, maka Allah menyuruh Nabi untuk bertasbih dengan memuji Allah dan Allah juga menyuruh Nabi untuk beristighfar kepada Allah.
Allah menyuruh Nabi untuk menyucikan Allah dari segala bentuk kekurangan dan kesyirikan yang disertai dengan pengagungan dan pujian terhadap Allah. Dan yang menakjubkan adalah Allah juga menyuruh Nabi agar memohon ampun kepada Allah. Timbul pertanyaan, apakah Nabi berbuat kesalahan dalam dakwahnya selama 23 tahun, 13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah sehingga diperintahkan untuk beristighfar? Ini menunjukkan bahwasanya Nabi tetap mengakui bahwa bagaimanapun dia beribadah kepada Allah tetap tidak akan bisa menyamai keagungan Allah. Ini juga menunjukkan bahwa Nabi tidak ujub dan tidak bangga dengan apa yang telah dia lakukan.
23 tahun Nabi berdakwah semua yang dilakukannya adalah karena Allah, beliau diusir dan hendak dibunuh oleh kaumnya. Setelah itu dakwah beliau berhasil, tetapi beliau tidak pernah angkuh dan ujub. Karenanya di akhir hayat beliau, beliau juga banyak beristighfar kepada Allah. Beliau mengakui bahwasanya apapun yang beliau lakukan pasti ada kekurangannya. Oleh karena itu, setiap selesai shalat maka dzikir yang pertama diucapkan oleh seorang hamba adalah beristighfar sebanyak tiga kali karena seorang hamba sadar bagaimanapun dia melaksanakan shalat pasti tidak akan sempurna. Sehingga kekurangan-kekurang tersebut ditutup dengan istighfar kepada Allah.
Kalau Nabi saja yang dakwahnya selama 23 tahun yang murni seluruhnya karena Allah tetap diperintahkan untuk beristighfar, lantas bagaimana dengan para da’i yang terkadang dakwahnya belum tentu ikhlas dan belum tentu benar? Andai pun dakwahnya benar dan ikhlas maka dia tetap harus beristighfar kepada Allah.
Oleh karena itu, ketika beliau masuk ke kota Mekkah untuk menaklukkannya, disebutkan bahwasanya beliau masuk dengan mengendarai kendaraannya dalam keadaan tawadhu dan kerendahan, karena beliau tahu bahwasanya seluruh keberhasilannya adalah karena Allah semata.
Setelah surat ini turun, Rasulullah banyak mambaca tasbih dan istighfar dalam ruku’ dan sujudnya. Aisyah berkata :
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يُكْثِرُ أَنْ يَقُولَ فِى رُكُوعِهِ وَسُجُودِهِ «سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى». يَتَأَوَّلُ الْقُرْآنَ
“Rasulullah shallallahu ‘alaih wasalam sering kali membaca dalam ruku’ dan sujudnya doa سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى “Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku”, beliau mengamalkan al-Qur’an” (HR Al-Bukhari no 817 dan Muslim no 484)
Dalam riwayat yang lain Aisyah berkata:
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُنْذُ نَزَلَ عَلَيْهِ {إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللهِ وَالْفَتْحُ} يُصَلِّي صَلَاةً إِلَّا دَعَا. أَوْ قَالَ فِيهَا: «سُبْحَانَكَ رَبِّي وَبِحَمْدِكَ، اللهُمَّ اغْفِرْ لِي»
“Aku tidak pernah melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam setelah turun firman Allah “Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan” ketika sholat kecuali berdoa dalam sholat tersebut سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى “Maha Suci Engkau Ya Allah, Rabb kami, pujian untuk-Mu, ampunilah aku” (HR Muslim no 484)