إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
Latin : idzaa jaa-a nashru allaahi waalfathu
Arti: “Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan”
Tafsir Quran Surat An-Nashr Ayat-1
Surat An-Nashr adalah surat Madaniyyah yang diturunkan kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam setelah berhijrah ke kota Madinah. Surat ini menjelaskan tentang kemenangan Nabi dalam Fathu Makkah. Yang kemudian Nabi setelah itu shalat delapan raka’at di waktu dhuha sebagai bentuk syukur kepada Allah.
Surat ini tidak turun ketika Fathu Makkah -yang terjadi pada tahun 8 Hijriyah- akan tetapi turun dua tahun setelahnya yaitu tatkala Nabi haji wadaa‘ pada tahun 10 hijriyah (lihat Fathul Baari 8/736)
Surat ini dikenal dengan nama lain yaitu surat At-Taudi’ yaitu surat perpisahan (Tafsir al-Qurthubi 20/229). Karena setelah surat ini turun menandakan bahwa Nabi tidak lama lagi akan datang ajalnya. Oleh karena itu, banyak ulama yang menyatakan bahwa surat yang terakhir turun secara lengkap adalah surat An-Nashr.
Memang ada ayat-ayat yang terakhir turun seperti ayat:
وَاتَّقُوا يَوْمًا تُرْجَعُونَ فِيهِ إِلَى اللَّهِ ۖ ثُمَّ تُوَفَّىٰ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang sempurna terhadap apa yang telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS Al-Baqarah : 281)
Sebagian mengatakan bahwa ayat yang terakhir turun adalah ayat:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS Al-Maidah : 3)
Kedua ayat ini adalah ayat-ayat yang terakhir turun, akan tetapi surat yang turun secara lengkap adalah surat An-Nashr. Oleh karena itu, nama lain dari surat An-Nashr adalah surat At-Taudi’ yaitu surat perpisahan, karena surat ini menunjukkan bahwasanya sebentar lagi Raslullah akan meninggal dunia.
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
كَانَ عُمَرُ يُدْخِلُنِي مَعَ أَشْيَاخِ بَدْرٍ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: لِمَ تُدْخِلُ هَذَا الفَتَى مَعَنَا وَلَنَا أَبْنَاءٌ مِثْلُهُ؟ فَقَالَ: «إِنَّهُ مِمَّنْ قَدْ عَلِمْتُمْ» قَالَ: فَدَعَاهُمْ ذَاتَ يَوْمٍ وَدَعَانِي مَعَهُمْ قَالَ: وَمَا رُئِيتُهُ دَعَانِي يَوْمَئِذٍ إِلَّا لِيُرِيَهُمْ مِنِّي، فَقَالَ: مَا تَقُولُونَ فِي إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ، وَرَأَيْتَ النَّاسَ يَدْخُلُونَ فِي دِينِ اللَّهِ أَفْوَاجًا حَتَّى خَتَمَ السُّورَةَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: أُمِرْنَا أَنْ نَحْمَدَ اللَّهَ وَنَسْتَغْفِرَهُ إِذَا نُصِرْنَا وَفُتِحَ عَلَيْنَا، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: لاَ نَدْرِي، أَوْ لَمْ يَقُلْ بَعْضُهُمْ شَيْئًا، فَقَالَ لِي: يَا ابْنَ عَبَّاسٍ، أَكَذَاكَ تَقُولُ؟ قُلْتُ: لاَ، قَالَ: فَمَا تَقُولُ؟ قُلْتُ: هُوَ أَجَلُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَعْلَمَهُ اللَّهُ لَهُ: إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالفَتْحُ فَتْحُ مَكَّةَ، فَذَاكَ عَلاَمَةُ أَجَلِكَ: فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا. قَالَ عُمَرُ: «مَا أَعْلَمُ مِنْهَا إِلَّا مَا تَعْلَمُ»
“Umar Pernah mengajakku dalam sebuah majlis para sahabat senior (sesepuh) yang pernah ikut perang Badr, sehingga sebagian sahabat bertanya “Mengapa si anak kecil ini kau ikut sertakan, kami juga punya anak-anak kecil seperti dia?” Umar menjawab, “Seperti itulah yang kalian tahu.” Suatu hari Umar mengundang mereka dan mengajakku bersama mereka. Menurutku, Umar tidak mengajakku saat itu selain untuk memperlihatkan kepada mereka kualitas keilmuanku. Lantas Umar bertanya, “Bagaimana komentar kalian tentang ayat (yang artinya), “Seandainya pertolongan Allah dan kemenangan datang (1) dan kau lihat manusia masuk agama Allah dengan berbondong-bondong (2) –hingga ahkir surat. (QS. An Nashr: 1-3). Sebagian sahabat berkomentar (menafsirkan ayat tersebut), “Tentang ayat ini, setahu kami, kita diperintahkan agar memuji Allah dan meminta ampunan kepada-Nya, ketika kita diberi pertolongan dan diberi kemenangan.” Sebagian lagi berkomentar, “Kalau kami tidak tahu.” Atau bahkan tidak ada yang berkomentar sama sekali. Lantas Umar bertanya kepadaku, “Wahai Ibnu Abbas, beginikah kamu menafsirkan ayat tadi? “Tidak”, jawabku. “Lalu bagaimana tafsiranmu?”, tanya Umar. Ibnu Abbas menjawab, “Surat tersebut adalah pertanda wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sudah dekat. Allah memberitahunya dengan ayatnya: “Jika telah datang pertolongan Allah dan kemenangan’, itu berarti penaklukan Makkah dan itulah tanda ajalmu (Muhammad), karenanya “Bertasbihlah dengan memuji Rabbmu dan mohonlah ampunan, sesungguhnya Dia Maha Menerima taubat.” Kata Umar, “Aku tidak tahu penafsiran ayat tersebut selain seperti yang kamu (Ibnu Abbas) ketahui.”” (HR Bukhari no. 4294)
Ini merupakan pandangan tajam dari Ibnu Abbas dan juga Umar bin al-Khottob radhiyallahu ‘anhuma. Dan benar memang demikian, tidak lama setelah surat ini turun maka Nabi meninggal dunia. Ibnu ‘Abbas dan Umar memahami surat ini sebagai pertanda dekatnya ajal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam karena di akhir surat Allah memerintahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk beristighfar. Hal ini karena umur Nabi shallallahu ‘alaih wasallam adalah umur yang mulia, bahkan Allah telah bersumpah dengan umur beliau dalam firmanNya لَعَمْرُكَ “Demi ‘Umurmu” (QS 15 : 72), hal ini dikarenakan seluruh kehidupan dan waktu Nabi semuanya mulia. Dan telah diketahui bahwa perkara-perkara yang mulia dan amal shalih ditutup dengan istighfar.
Selesai sholat wajib disyari’atkan langsung untuk beristighfar sebanyak tiga kali. Demikian juga disyari’atkan bagi orang yang sholat tahajjud di malam hari hingga waktu sahur untuk beristighfar وَالْمُسْتَغْفِرِينَ بِالأَسْحَارِ “Dan orang-orang yang beristighfar di waktu sahur” (QS 3: 17). Demikian juga setelah haji disyari’atkan untuk beristighfar. Allah berfirman :
ثُمَّ أَفِيضُوا مِنْ حَيْثُ أَفَاضَ النَّاسُ وَاسْتَغْفِرُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak (´Arafah) dan mohonlah ampun kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS Al-Baqoroh : 199)
Demikian juga setelah bermajelis -meskipun majelis ketaatan- disyari’atkan untuk bertahmid, bertasbih, dan beristighfar. Sebagaimana juga setelah berwudhu disyari’atkan untuk berdoa اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي مِنَ التَّوَّابِينَ وَاجْعَلْنِي مِنَ الْمُتَطَهِّرِينَ “Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang bersuci”.
Ini semua karena para hamba pasti kurang dalam menjalankan ketaatan kepada Allah sebagaimana yang seharusnya yang sesuai dengan keagungan Allah. Orang yang mengenal Allah ia pasti malu dengan amal yang ia lakukan karena tidak akan sesuai dengan keagungan dan kemulian Allah yang Maha Agung. Ia beristighfar dari hal ini seperti orang-orang yang berdosa beristghfar dari dosa mereka. Karenanya manusia yang paling mengenal Allah -yaitu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam- setelah berusaha untuk memuji dan menyanjung Allah ia berkata
لا أُحْصِى ثناءً عليكَ أنتَ كَمَا أَثنيتَ على نفسِكَ
“Aku tidak bisa meliputi seluruh pujian bagiMu, Engkau sebagaimana pujianMu terhadap diriMu sendiri” (Lihat Tafsir Ibnu Rojab al-Hanbali 2/649-650)
Maka tatkala Allah memerintahkan Nabi untuk beristighfar setelah dakwah beliau telah sempurna (lihat Tafsir al-Baidhoowi 5/344). Dan jika dakwah telah sempurna dan berhasil maka menunjukan bahwa umur beliau akan berakhir. (lihat Madaarijus Saalikin, Ibnul Qoyyim 3/402-403 dan Tafsir As-Sa’di hal 936)
Allah berfirman pada permulaan surat:
إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ وَالْفَتْحُ
“Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan”
Yang dimaksud dengan “pertolongan” adalah pertolongan Allah kepada Nabi untuk menaklukan kaum Quraisy, atau dalam mengalahkan musuh-musuhnya secara umum. Adapun الْفَتْحُ “Kemenangan” mak aAl-Hafidz Ibnu Katsir menyebutkan bahwa seluruh ulama sepakat/ijma’ bahwa yang dimaksud dengan الْفَتْحُ pada ayat ini adalah Fathu Makkah.
Fathu Makkah adalah saat dimana Rasulullah menaklukkan kota Mekkah kembali setelah 8 tahun terusir dari kota Mekkah. Telah dimaklumi bahwa Nabi berdakwah di kota Mekkah selama 13 tahun. Siang dan malam beliau berdakwah akan tetapi orang-orang musyrikin Arab tidak mau menerima dakwah Nabi kecuali hanya sedikit. Akhirnya Nabi diusir dan mulai berhijrah meninggalkan kota Mekkah kampung halaman yang sangat dicintainya menuju kota Madinah.
Setelah terusir lama dari kota Mekkah. Delapan tahun kemudian, beliau akhirnya menaklukkannya dan kembali ke kota Mekkah, memasukinya dengan penuh rahmat dan karunia dari Allah. Penaklukan inilah yang disebut dengan Fathu Makkah.