BAB 6: RUKUM KEENAM BERIMAN KEPADA TAKDIR
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Menjadi suatu perkara yang maklum bagi seluruh umat Islam bahwasanya di antara rukun iman yang enam adalah beriman kepada takdir baik dan buruk. Betapa sering kita mendengar orang awam berkata, “Ini sudah takdir”, “Ini sudah digariskan oleh Penguasa”, “Ini sudah ditentukan oleh Yang di atas”, dan ungkapan-ungkapan lainnya yang menunjukkan bahwa beriman kepada takdir sudah terpatri di hati-hati kaum muslimin. Seluruh kejadian yang terjadi di bumi baik atau pun buruk, semuanya adalah atas takdir dan kehendak Allah ﷻ.
Beriman kepada takdir merupakan salah satu pondasi dari rukun iman yang enam. Barang siapa yang tidak beriman dengan takdir yang baik dan buruk, maka keimanan dia terhadap rukun-rukun iman yang lain tidak bermanfaat. Karenanya, iman yang enam ini harus diimani secara totalitas, tidak boleh parsial, tidak boleh mengimani sebagian dan mengingkari sebagian. Allah ﷻ berfirman,
وَمَنْ يَكْفُرْ بِالْإِيمَانِ فَقَدْ حَبِطَ عَمَلُهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak menerima hukum-hukum Islam) maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat termasuk orang-orang merugi.” (QS. Al-Maidah: 5)
Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mempelajari ke enam rukun tersebut satu persatu dengan dasar-dasar ilmu yang cukup, sehingga kita dikatakan telah beriman kepada enam rukun iman tersebut. Iman kepada Allah ﷻ, Iman kepada malaikat-malaikat-Nya, iman kepada kitab-kitab-Nya, iman kepada rasul-rasul-Nya, iman kepada hari kiamat dan iman kepada takdir yang baik dan yang buruk.
Ayat-ayat dalam Al-Qur’an yang berbicara tentang iman kepada takdir sangatlah banyak. Di antaranya adalah firman Allah ﷻ,
وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhul mahfuz).” (QS. QS. Yasin: 12)
Kemudian juga firman Allah ﷻ,
إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49)
- Rangkaian tahapan iman kepada takdir
Ada beberapa rangkaian tahapan dalam beriman kepada takdir. Secara umum terbagi menjadi empat tahapan.
Tahapan Pertama: العِلْمُ (Allah ﷻ telah mengilmui segalanya sebelum mencipta)
Takdir secara sederhana bisa dikatakan dengan perencanaan. Sebagai gambaran sederhana. Seorang arsitek yang hendak membuat sebuah rumah, maka ia harus membuat perencanaan-perencanaan sebelum membangun. Perencanaan tersebut seperti rencana RAB rencana anggaran belanja, kemudian gambar bangunan, ukuran bangunan, kapan pengerjaannya, kapan selesainya, dan seterusnya.
Demikian juga Allah ﷻ ketika hendak menciptakan apa yang terjadi sekarang ini, Allah ﷻ sudah menakdirkan terlebih dahulu. Semua yang akan diciptakan, telah di ilmui oleh Allah ﷻ. Dalam istilah bahasa Arab disebut dengan عِلمُ الله السَّابِقُ (‘Ilmu Allah As-Sabiq) yaitu ilmu Allah ﷻ yang mendahului. Kita tahu bahwa ilmu Allah ﷻ sangat luas. Dalam banyak ayat Allah ﷻ mengatakan bahwa diri-Nya بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ (Maha Mengetahui segala sesuatu). Di antaranya firman Allah ﷻ,
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 282)
Kemudian juga firman Allah ﷻ,
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۖ مَا يَكُونُ مِنْ نَجْوَىٰ ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَىٰ مِنْ ذَٰلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ۖ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
“Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dialah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dialah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di mana pun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Mujadilah: 7)
Allah ﷻ juga berfirman,
رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا
“Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-Ghafir: 7)
- Cakupan ilmu Allah ﷻ
Ilmu Allah ﷻ mencakup empat hal yang keempat cakupan tersebut Allah ﷻ mengetahui secara detail. Allah ﷻ berfirman,
وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ
“Dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauhul mahfuz).” (QS. Al-An’am: 59)
Keempat cakupan tersebut adalah:
- Allah ﷻ mengetahui segala sesuatu yang telah terjadi.
- Allah ﷻ mengetahui segala sesuatu yang sedang terjadi.
- Allah ﷻ mengetahui segala sesuatu yang akan terjadi.
- Allah ﷻ mengetahui segala sesuatu yang tidak terjadi. Seandainya terjadi, maka Allah ﷻ pun tahu bagaimananya. Allah ﷻ berfirman,
وَلَوْ رُدُّوا لَعَادُوا لِمَا نُهُوا عَنْهُ وَإِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ
“Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta belaka.” (QS. Al-An’am: 28)
Allah ﷻ juga berfirman,
لَوْ خَرَجُوا فِيكُمْ مَا زَادُوكُمْ إِلَّا خَبَالًا
“Jika mereka berangkat bersama-sama kamu, niscaya mereka tidak menambah kamu selain dari kerusakan belaka.” (QS. At-Taubah: 47)
Adapun ilmu Allah ﷻ yang berkaitan dengan takdir seluruh makhluk yang akan Allah tulis di al-Lauh al-Mahfuzh hanyalah sebagian dari ilmu Allah ﷻ bukan semua ilmu Allah ﷻ, karena ilmu Allah tidak terbatas (sebagaimana akan datang penjelasannya)
Tahapan Kedua: الكِتَابَةُ (Pencatatan)
Pada tahapan pertama telah di jelaskan bahwa Allah ﷻ memiliki ilmu terhadap segala sesuatu. Segala ilmu Allah ﷻ yang berkaitan dengan makhluk-makhluk yang akan Allah ﷻ ciptakan, Allah ﷻ tulis di Lauhul mahfuz. Dalil-dalil yang menunjukkan hal ini di antaranya adalah firman Allah ﷻ,
وَكُلَّ شَيْءٍ أَحْصَيْنَاهُ فِي إِمَامٍ مُبِينٍ
“Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauhul mahfuz).” (QS. Yasin: 12)
Kemudian juga firman Allah ﷻ,
مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ
“Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab (Lauhul mahfuz).” (QS. Al-An’am: 38)
Kemudian juga firman Allah ﷻ,
مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا ۚ إِنَّ ذَٰلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul mahfuz) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid: 22)
Dalam hadits Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
كَتَبَ اللَّهُ مَقَادِيرَ الخَلَائِقِ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَ السَّمَوَاتِ وَالأرْضَ بِخَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ
“Allah ﷻ mencatat takdir seluruh makhluk lima puluh ribu tahun sebelum menciptakan langit dan bumi.”([1])
Nabi Muhammad ﷺ juga bersabda,
إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ، فَقَالَ لَهُ: اكْتُبْ قَالَ: رَبِّ وَمَاذَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَقَادِيرَ كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ
“Pertama kali yang Allah ciptakan adalah pena, lalu Allah ﷻ berfirman kepadanya: ‘Tulislah!’ pena itu menjawab, ‘Wahai Rabb, apa yang harus aku tulis?’ Allah ﷻ menjawab: ‘Tulislah semua takdir yang akan terjadi hingga datangnya hari kiamat.”([2])
Dari dua hadits di atas jelas bahwa yang ditulis di al-Lauh al-Mahfuzh bukanlah seluruh ilmu Allah, karena ilmu Allah tidak terbatas. Akan tetapi yang ditulis adalah yang berkaitan dengan takdir makhluk. Itupun pencatatannya semenjak diciptakannya Pena (al-Qolam), yang pencatatan tersebut terjadi 50 ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Adapun apa yang terjadi sebelum itu hingga azali tidak dicatat oleh Pena. Demikian pula pencatatan di al-Lauh al-Mahfuzh bukanlah segala kejadian hingga abadi, karena hal itu tidak ada penghujungnya. Akan tetapi yang dicatat adalah takdir yang berkaitan dengan makhluk hingga hari kiamat.
Jadi, inilah tahapan kedua dari tahapan-tahapan pada takdir yaitu الكِتَابَةُ (pencatatan). Gambaran mudahnya adalah Allah ﷻ memiliki perencanaan yang telah Allah ilmui. Ilmu perencanaan tersebut kemudian Allah ﷻ tulis di Lauhul mahfuz. Perlu diketahui bahwa pencatatan ini tidak akan pernah berubah. Nabi Muhammad ﷺ bersabda,
رُفِعَتِ الأَقْلاَمُ وَجَفَّتْ الصُّحُفُ
“Pena telah di angkat dan lembaran catatan telah kering.”([3])
Tahapan Ketiga: المَشِيْئَةُ (Kehendak)
Tahapan yang ketiga ini dan juga tahapan ke empat, bisa kita katakan sebagai tahapan proses eksekusi. Kita harus paham bahwa segala hal yang Allah ﷻ ciptakan baik ataupun buruk itu di atas kehendak Allah ﷻ.
Muncul pertanyaan, apakah Allah ﷻ menghendaki keburukan? Jawabannya adalah iya. Sesuatu yang dikehendaki Allah ﷻ bisa dibagi menjadi dua.
- مُرَادًا لِذَاتِهِ (Dikehendaki karena memang itulah langsung yang di kehendaki Allah ﷻ).
Contoh kehendak Allah ﷻ pada bagian ini adalah segala kebaikan, Jibril, Nabi Muhammad ﷺ, surga, dan lain-lain. Pada bagian ini mudah, semua orang bisa memahami.
- مُرَادًا لِغَيْرِهِ (Dikehendaki karena ada sesuatu di balik itu yang sesungguhnya Allah kehendaki).
Jika dilihat dari sisi secara langsung maka kelihatannya adalah buruk. Akan tetapi dibalik itu ada kebaikan. Pada bagian kedua inilah yang menjadi masalah bagi sebagian orang, salah dalam memahami sehingga mengatakan mengapa Allah ﷻ menghendaki keburukan?
- Mengapa Allah ﷻ menghendaki keburukan?
Jawaban pertanyaan di atas, terjawab pada kehendak Allah ﷻ bagian kedua. Allah ﷻ menghendaki suatu keburukan bukan pada zat keburukan tersebut. Akan tetapi dibalik keburukan tersebut ada kebaikan yang Allah ﷻ kehendaki. Logika sederhana, layaknya seorang dokter yang ingin mengamputasi kaki seorang pasien. Kaki jika diamputasi sehingga terlepas dari tubuhnya, maka ini adalah suatu keburukan. Secara zat, tubuh tersebut tidak lagi sempurna. Akan tetapi dibalik proses amputasi tersebut ada kebaikan yang dituju yaitu menyelamatkan tubuh dari tersebarnya penyakit yang ada di kaki pasien. Jadi, jika ditinjau dari sisi tubuh yang diamputasi, maka itu adalah keburukan. Akan tetapi jika ditinjau dari hikmah atau di balik proses amputasi, maka itu adalah kebaikan.
Contoh yang Allah ﷻ sebutkan dalam Al-Qur’an berkaitan dengan masalah ini adalah firman Allah ﷻ,
ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki supaya merasakan kepada sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)
Pada ayat ini dijelaskan bahwasanya Allah ﷻ tampakkan atau ciptakan kerusakan di daratan dan di lautan berupa bencana alam. Padahal kerusakan adalah suatu hal yang tidak baik. Apalagi Allah ﷻ mengatakan bahwa Dia membenci kerusakan. Allah ﷻ berfirman,
وَاللَّهُ لَا يُحِبُّ الْفَسَادَ
“Allah tidak menyukai kebinasaan.”
Lalu mengapa Allah ﷻ menciptakan kerusakan? Jawabannya karena Allah ﷻ ingin membuat orang-orang yang berbuat kerusakan merasakan sebagian akibat dari perbuatan ulah mereka, sehingga mereka sadar kemudian kembali ke jalan Allah ﷻ.
Jadi, ternyata Allah ﷻ menciptakan keburukan, yang dibalik keburukan tersebut ada kebaikan. Keburukannya adalah kerusakan bumi. Adapun kebaikan di balik kerusakan bumi adalah agar mereka sadar dan kembali ke jalan Allah ﷻ.
- Mengapa Allah ﷻ menciptakan Iblis?
Mengapa Allah ﷻ menciptakan Iblis? Padahal Iblis adalah buruk. Jika saja tidak ada Iblis, maka seluruh manusia di surga. Para ulama menjelaskan bahwasanya di balik penciptaan Iblis ada hikmah-hikmah yang Allah ﷻ kehendaki. Di antara hikmah-hikmah tersebut adalah:
- Dengan adanya Iblis Allah ﷻ menguji manusia.
- Dengan adanya Iblis maka Allah ﷻ munculkan hamba-hamba-Nya yang rela berkorban dengan hartanya bahkan dengan jiwanya untuk Allah ﷻ.
- Dengan adanya iblis, maka ada sebagian hamba yang berdosa kemudian bertaubat. Tentunya taubat adalah ibadah yang sangat Allah ﷻ
- Dengan adanya Iblis, maka tampak sifat kemahaampunan Allah ﷻ sekaligus kerasnya siksaan-Nya bagi para pembangkang.
- Dengan adanya Iblis, Allah ﷻ menciptakan dua hal yang kontradiktif seperti surga dan neraka, Musa ‘alaihissalam dan Firaun, Muhammad ﷺ dan Abu Jahal, kasih sayang dan kebencian, dan yang lainnya.
Jika ada yang berkata, “Bisakah Allah ﷻ memunculkan itu semua tanpa Iblis?” Jawaban pertanyaan ini sama dengan jawaban dari pertanyaan, “Bisakah Allah ﷻ menciptakan bulatan yang segitiga? atau bujur sangkar yang segitiga?”.
Dari sini kita mengetahui bahwa ciptaan (makhluk) Allah ﷻ ada yang baik dan ada juga yang buruk, akan tetapi semua perbuatan Allah ﷻ (termasuk perbuatan Allah ﷻ menciptakan keburukan tersebut) adalah kebaikan. Karena dibalik perbuatan Allah ﷻ menciptakan keburukan tersebut ada kebaikan. Benarlah sabda Nabi Muhammad ﷺ,
وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ
“Dan keburukan bukan kembali kepadaMu” ([4])
- Hikmah Allah
Hikmah Allah ﷻ terbagi menjadi dua. Pertama adalah hikmah yang tampak atau dipahami oleh manusia dan yang kedua adalah hikmah yang tidak tampak atau tidak dipahami oleh manusia. Karena jenis hikmah yang kedua inilah Allah ﷻ berfirman,
لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya dan merekalah yang akan ditanyai.” (QS. Al-Anbiya’: 23)
Al-Imam Abul Mudzaffar As-Sam’ani rahimahullah berkata,
سَبِيْلُ مَعْرِفَةِ هَذَا الْبَابِ: التَّوْقِيْفُ مِنَ الْكِتَابِ وُالسُّنَّةِ دُوْنَ مَحْضِ الْقِيَاسِ وَمُجَرَّدِ الْعُقُوْلِ، فَمَنْ عَدَلَ عَنِ التَّوْقِيْفِ مِنْهُ ضَلَّ وَتَاهَ فِي مَجَالِ الْحَيْرَةِ وَلَمْ يَبْلُغْ شِفَاءَ النَّفْسِ وَلاَ يَصِلُ إِلَى مَا يَطْمَئِنُّ بِهِ الْقَلْبُ لِأَنَّ الْقَدَرَ سِرٌّ مِنْ أَسْرَارِ اللهِ تَعَالَى ضُرِبَتْ دُوْنَهُ الأَسْتَارُ وَاخْتَصَّ سُبْحَانَهُ بِهِ وَحَجَبَهُ عَنْ عُقُوْلِ الْخَلْقِ وَمَعَارِفِهِمْ، وَقَدْ حَجَبَ اللهُ تَعَالَى عِلْمَ الْقَدَرِ عَنِ الْعَالَمْ فَلاَ يَعْلَمُهُ مَلَكٌ وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ، وَقِيْلَ إِنَّ سِرَّ الْقَدَرِ يَنْكَشِفُ لَهُمْ إِذَا دَخَلُوا الْجَنَّةَ وَلاَ يَنْكَشِفُ قَبْلَ ذَلِكَ
“Jalan untuk memahami bab ini (masalah takdir) adalah berhenti berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah tanpa menggunakan kias yang murni dan sekedar akal. Siapa yang berpaling dari sikap tersebut (berhenti berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah) maka ia akan sesat dan terombang-ambing dalam kebingungan. Ia tidak akan sampai pada kepuasan jiwa dan tidak pula ketenangan hati. Hal ini karena takdir adalah rahasia di antara rahasia-rahasia Allah ﷻ, yang rahasia-rahasia tersebut telah ditutup dengan sitar-sitar. Hanya Allah ﷻ yang mengetahuinya, dan Allah ﷻ menutupnya dari akal makhluk dan ilmu mereka. Allah ﷻ telah menutupi ilmu takdir dari semesta alam, maka malaikat pun tidak tahu demikian juga nabi. Dan dikatakan bahwasanya rahasia takdir akan tersingkap bagi orang-orang beriman jika mereka masuk ke dalam surga, dan tidak akan tersingkap sebelum itu.”([5])
- Kesimpulan dari proses takdir dari tahapan pertama ke tahapan ketiga
Berbicara tentang takdir maka seperti berbicara tentang sebuah perencanaan. Ibarat seorang arsitek yang ingin membuat suatu rumah, dia butuh dengan perencanaan-perencanaan. Begitu pun dengan Allah ﷻ, Allah ﷻ juga merencanakan segala apa yang ada di alam semesta ini. ([6]) Tentu dalam melakukan perencanaan, Allah ﷻ melakukannya berdasarkan ilmu Allah ﷻ yang sangat luas. Setelah itu, ilmu Allah ﷻ yang berkaitan dengan penciptaan makhluk, apa yang terjadi atas mereka, bagaimana nasib mereka, Allah ﷻ catat di Lauhul mahfuz.
Setelah itu Allah ﷻ masuk ke dalam tahapan eksekusi. Bagaimana eksekusinya? Pertama Allah ﷻ berkehendak dan kedua Allah ﷻ menciptakan. Semua yang Allah ciptakan adalah kehendak Allah ﷻ. Namun ternyata penciptaan Allah ﷻ ada yang baik dan ada yang buruk. Kehendak Allah ﷻ yang baik, seluruh manusia dapat memahami. Adapun kehendak Allah yang buruk, maka tidak semua manusia dapat memahami. Penjelasannya adalah Allah ﷻ menciptakan segala keburukan itu karena Allah ﷻ menghendaki kebaikan di balik keburukan tersebut. Dari sini dapat dipahami, jika ditinjau secara langsung kehendak Allah ﷻ yang buruk itu adalah buruk. Namun jika ditinjau dari kebaikan yang ada di balik keburukan tersebut (hikmah), maka kehendak Allah ﷻ yang buruk tersebut adalah baik.
Tahapan Keempat: الخَلْقُ (Penciptaan/eksekusi).
Allah ﷻ menciptakan segalanya yang Dia kehendaki. Allah ﷻ berfirman,
اللَّهُ خَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ ۖ وَهُوَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ وَكِيلٌ
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” (QS. Az-Zumar: 62)
Dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,
وَاللَّهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُونَ
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. AS-Shaffat: 96)
Semua makhluk diciptakan oleh Allah ﷻ, termasuk kita manusia adalah ciptaan Allah ﷻ. Otak kita, jantung kita, ruh kita, kehendak kita, perbuatan kita, seluruhnya Allah ﷻ yang menciptakan. Oleh karena itu, Imam Bukhari menulis sebuah buku dengan berjudul خَلْقُ أَفْعَالِ العِبَادِ (perbuatan hamba adalah ciptaan Allah ﷻ).
Inilah penjelasan ringkas berkaitan tentang tahapan-tahapan takdir Allah ﷻ. Semua yang terjadi di alam semesta ini tidak keluar dari kehendak Allah ﷻ dan semua adalah ciptaan Allah ﷻ.
- Hakikat Manusia
Permasalahan, bagaimanakah hakikat manusia?
- Manusia punya kehendak, pilihan, dan tidak terpaksa. Tetapi kehendak manusia di bawah kehendak Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman,
وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)
- Manusia memiliki qudrah (kemampuan). Akan tetapi qudrah manusia di bawah qudrah Allah ﷻ. Kehendak dan qudrah manusia adalah makhluk ciptaan Allah ﷻ.
Jadi dari sini kita tahu bahwa semua yang akan terjadi dan yang sedang terjadi hingga hari kiamat kelak, semuanya sudah ditakdirkan oleh Allah ﷻ. Sampai pun pada akhir kesudahan manusia yaitu surga dan neraka, Allah ﷻ juga sudah menakdirkan. Allah ﷻ adalah أَحْسَنُ الخَالِقِيْنَ (sebaik-baik pencipta), tidak ada yang keluar dari perencanaan Allah ﷻ. Berbeda halnya dengan manusia yang jika berencana, rencana tersebut belum tentu terlaksana. Jika pun terlaksana, maka terkadang ada kurangnya, tidak sesuai dengan harapan. Adapun Allah ﷻ, ketika hendak ingin mencipta, Allah ﷻ memiliki ilmu, kemudian Allah ﷻ catat ilmu tersebut, dan catatan tersebut tidak akan pernah berubah. Setelah itu Allah ﷻ berkehendak, kemudian baru Allah menciptakan.
Jadi takdir Allah berkaitan dengan qudratullah (kekuasaan Allah ﷻ), yaitu Allah ﷻ mampu merencanakan dan mengeksekusi semua yang Allah ﷻ rencanakan, dan tidak ada sesuatu pun yang keluar dari perencanaan Allah ﷻ. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
وَالْقَدَرُ يَتَعَلَّقُ بِقُدْرَةِ اللَّهِ تَعَالَى وَلِهَذَا قَالَ الْإِمَامُ أَحْمَدُ: الْقَدَرُ قُدْرَةُ اللَّهِ تَعَالَى يُشِيرُ إِلَى أَنَّ مَنْ أَنْكَرَ الْقَدَرَ فَقَدْ أَنْكَرَ قُدْرَةَ اللَّهِ تَعَالَى وَأَنَّهُ يَتَضَمَّنُ إِثْبَاتَ قُدْرَةِ اللَّهِ تَعَالَى عَلَى كُلِّ شَيْءٍ.
“Takdir berkaitan dengan qudrah (kekuasaan) Allah ﷻ, karenanya Al-Imam Ahmad berkata, الْقَدَرُ قُدْرَةُ اللَّهِ ‘Takdir adalah kekuasaan Allah ﷻ’. Beliau mengisyaratkan bahwasanya siapa yang mengingkari takdir berarti telah mengingkari kekuasaan/kemampuan Allah, dan bahwasanya takdir itu mengandung penetapan terhadap kekuasaan Allah atas segala sesuatu” ([7])
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata,
إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى قَدَّرَ أَقْدَارًا وِخَلَقَ الْخَلْقَ بِقَدَرٍ وَقَسَّمَ الآجَالَ بِقَدَرٍ وَقَسَّمَ الأَرْزَاقَ بِقَدَرٍ وَقَسَّمَ الْبَلاَءَ بِقَدَرٍ وَقَسَّمَ الْعَافِيَةَ بِقَدَرٍ وَأَمَرَ وَنَهَى وَقَالَ الإِمَامُ أَحْمَدُ الْقَدَرَ قُدْرَةُ اللهِ
“Sesungguhnya Allah ﷻ telah menakdirkan berbagai macam ketentuan-ketentuan, Allah ﷻ menciptakan makhluk dengan takdir, membagi ajal mereka dengan takdir, membagi rizki mereka dengan takdir, membagi ujian juga dengan takdir, membagi keselamatan juga dengan takdir, memerintah dan melarang (juga dengan takdir). Dan Al-Imam Ahmad berkata, “Takdir adalah kekuasaan Allah” ([8])
Contoh sederhana tentang takdir adalah kisah turunnya Adam ke bumi. Sebelum Allah ﷻ menciptakan Adam maka Allah ﷻ kabarkan kepada para malaikat bahwa Allah ﷻ akan menciptakan manusia di atas muka bumi. Para malaikat pun tahu bahwasanya manusia akan melakukan kerusakan dan pertumpahan darah. Allah ﷻ berfirman :
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat, ‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi’. Mereka berkata, ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS Al-Baqarah: 30)
Namun ketika Allah ﷻ menciptakan Adam ‘alaihissalam, justru Allah ﷻ menciptakannya di langit bahkan Allah ﷻ masukan ke dalam surga. Akan tetapi karena Allah ﷻ sudah merencanakan Adam ‘alaihissalam akan turun di bumi maka Allah ﷻ menciptakan sebab-sebab untuk terjadinya hal tersebut. Di antaranya Allah ﷻ memuliakan Adam ‘alaihissalam, lalu Iblis pun hasad kepada Adam ‘alaihissalam. Lalu Iblis minta izin untuk menggoda Adam ‘alaihissalam, dan Allah mengizinkannya. Akhirnya Adam ‘alaihissalam pun tergoda lalu turunlah ke bumi.
Jadi semua yang terjadi sudah Allah ﷻ takdirkan (rencanakan), dan jika sudah Allah ﷻ takdirkan maka Allah akan menyiapkan sebab-sebabnya. Adapun kenapa Allah ﷻ inginkan Adam ‘alaihissalam ke bumi?, kenapa Allah izinkan Iblis menggoda Adam ‘alaihissalam?, dan pertanyaan-pertanyaan semisal ini maka inilah rahasia Allah ﷻ.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([2]) HR. Abu Daud No. 4700, dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
Hadits ini menunjukan bahwa yang dicatat adalah kejadian sejak pena diciptakan, dan lebih jelasnya yang sejak 50 ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Adapun perkara-perkara sebelum itu hingga azali tidak tercatat di al-Lauh al-Mahfuzh.
Dan penghujung catatan adalah hingga hari kiamat, yaitu hingga manusia masuk surga dan neraka, wallahu a’lam.
([3]) HR. Tirmidzi no. 2516. Dikatakan bahwa sanadnya kuat oleh Syua’aib Al-Arnauth.
([5]) Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Daqiq Al-‘Ied rahimahullah dalam [Syarh Al-Arba’in An-Nawawiyah (39)] (pada penjelasan hadits ke 4), dan juga dinukil oleh As-Suyuthi [Lihat: Ad-Diibaaj ‘ala Shahih Muslim bin al-Hajjaaj (6/12)].
([6]) Tentu jauh berbeda antara perencanaan manusia dengan Allah ﷻ. Di antaranya, Manusia membuat rencana karena butuh. Adapun Allah ﷻ tidak butuh terhadap rencana. Walaupun begitu, Allah ﷻ lakukan hal tersebut (perencanaan) karena hikmah Allah, dan manfaatnya kembali kepada manusia dalam beriman kepada taqdir.