Qantharah (Jembatan Setelah Shirath)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Telah kita ketahui bahwasanya sebelum manusia melalui fase qantharah mereka terlebih dahulu dihadapkan dengan shirath. Saat itu kondisi kaum mukminin terbagi menjadi tiga([1]) :
- Selamat (نَاجٍ مُسَلَّم)
- Selamat namun dalam keadaan tubuhnya terluka dan tercabik-cabik (نَاجٍ مَخدُوش)
- Terjungkal di neraka (مَكدُوسٌ)
Setelah manusia melewati shirath hanya golongan pertama dan kedua saja yang akan dihadapkan dengan qantharah([2]).
Dari Abu Sa’id Al-Khudhri radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda,
يَخْلُصُ المُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ، فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الجَنَّةِ وَالنَّارِ، فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا، حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الجَنَّةِ، فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا
“Setelah orang-orang beriman diselamatkan dari neraka (selamat melewati shirath -red), mereka tertahan di qantharah yang ada di antara surga dan neraka. Maka ditegakkanlah qishash di antara mereka akibat kezaliman yang terjadi di antara mereka selama berada di dunia. Setelah dibersihkan, mereka pun diizinkan masuk surga. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang dari mereka lebih mengetahui tempatnya di surga daripada tempatnya ketika berada di dunia.([3])
Qantharah secara bahasa adalah jembatan.
Ibnu Tiin berkata,
القَنْطَرَةُ : كُلُّ شَيْءٍ يُنْصَبُ عَلَى عَيْنٍ أَوْ وَادٍ أَوْ شَيْءٍ لَهُ عَيْنٌ
Qantharah adalah sesuatu yang dibentangakan di atas mata air atau lembah atau tiap tempat yang memiliki mata air.([4])
Oleh karenanya para ulama berbeda pendapat terkait hakikat qantharah itu sendiri. Pendapat pertama, menyebutkan bahwa qantharah merupakan jembatan tersendiri (jembatan kedua) dan bukan bagian dari shirath, pendapat ini dikemukakan oleh Al-Qurthubi dalam kitabnya At-Tazkirah.([5])
Pendapat kedua, menyebutkan bahwa qantharah merupakan ujung dari shirath dan masih termasuk dalam bagian shirath itu sendiri. Pendapat ini dikemukakan oleh Ibnu Hajar rahimahullah dalam Fath al-Bari dan pendapat ini merupakan pendapat yang beliau kuatkan. ([6])
Wallahu a’alam, pendapat yang paling kuat di antara kedua pendapat tersebut adalah pendapat yang pertama. Alasannya, karena shirath merupakan jembatan yang dibentangkan di atas neraka, sedangkan qantharah tidak terletak di atas neraka. Selain itu qanthrah juga dapat menampung orang-orang yang selamat dari shirath. Berbeda dengan shirath yang sifatnya lebih tipis dari rambut dan lebih tajam dari pedang. Berdasarkan keterangan ini pula, kita tahu bahwa qantharah bukanlah ujung dari shirath karena perbedaan sifat antara keduanya.
Sabda Nabi ﷺ ketika menjelaskan,
فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا
“Maka ditegakkanlah qishash di antara mereka akibat kezaliman yang terjadi di antara mereka selama berada di dunia”([7])
Dalam kasus ini para ulama berbeda pendapat.
Pendapat pertama, bahwa qishash yang ditegakkan di atas qantharah merupakan kelanjutan dari qishash di padang mahsyar yang belum selesai, namun hanya diperuntukkan bagi sebagian orang saja. Qishash yang terjadi di atas qantharah merupakan qishash secara umum yang terkait dengan kezaliman pada badan, harta dan harga diri. Tentu dari keterangan ini muncul sebuah pertanyaan, kenapa sebagian qishash ditunda dan ditegakkan di atas qantharah? Sebagian ulama menyebutkan alasan ditundanya qishash tersebut bahwasanya qishash yang diadakan di padang mahsyar adalah qishash pada perkara yang besar, adapun qishash yang ditegakkan di atas qantharah merupakan qishash pada perkara yang kecil yang tidak berakibat kepada terjatuhnya seseorang ke neraka jahanam.([8])
Selain itu qishash yang ditegakkan di atas qantharah berpotensi untuk meringankan tuntutan orang-orang yang terzalimi. sehingga mudah bagi mereka untuk memaafkan kezaliman yang dilakukan kepada mereka, dikarenakan mereka telah selamat dari neraka dan telah melihat surga berada di depan mata mereka([9]).
Pendapat kedua, mengatakan bahwa tegaknya qishash tersebut diperuntukkan bagi orang-orang kaya.([10]) Nabi ﷺ bersabda,
قُمْتُ عَلَى بَابُ الجَنَّةِ، فَكَانَ عَامَّةَ مَنْ دَخَلَهَا المَسَاكِينُ، وَأَصْحَابُ الجَدِّ مَحْبُوسُونَ، غَيْرَ أَنَّ أَصْحَابَ النَّارِ قَدْ أُمِرَ بِهِمْ إِلَى النَّارِ، وَقُمْتُ عَلَى بَابُ النَّارِ فَإِذَا عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا النِّسَاءُ
“Aku berdiri di depan pintu surga, ternyata umumnya orang yang memasukinya adalah orang miskin. Sementara orang kaya tertahan (untuk masuk surga). Hanya saja, penduduk neraka sudah dimasukkan ke dalam neraka, kemudian aku berdiri di depan pintu neraka ternyata umumnya yang memasukinya adalah para wanita”([11])
Seseorang apabila hartanya semakin banyak maka hak orang-orang miskin kepadanya juga semakin banyak. Hak tetangganya yang miskin juga menjadi tanggung jawabnya, maka semakin banyak harta yang dimiliki seseorang semakin dituntut untuk pandai mengelola hartanya. Kelalaian dalam mengelola harta dapat berakibat tertahannya seseorang untuk masuk surga.
Pendapat ketiga, dikemukakan oleh syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah bahwa qishash yang ditegakkan di qantharah tidak sama seperti yang ditegakkan di padang mahsyar. Qishsash yang ditegakkan di atas qantharah adalah qishash yang berkaitan dengan kelapangan hati dan bertujuan untuk melegakan hati mereka ketika akan masuk surga sehingga hati mereka bersih dari penyakit hati . Dalam hal ini Allah berfirman,
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
“Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran”. Dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan”. (QS. Al-A’raf:43)
Hal ini dikarenakan surga tidak dimasuki oleh orang-orang yang masih ada kotoran di dalam hatinya. Semua permasalahan mereka ketika di dunia diselesaikan ketika mereka semua berada di qantharah. Sehingga para malaikat berkata kepada mereka ketika hendak memasuki surga,
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhan dibawa (dari Qantharah) ke dalam surga berombong-rombongan (pula). Sehingga apabila mereka sampai ke surga itu sedang pintu-pintunya telah terbuka dan berkatalah kepada mereka penjaga-penjaganya: “Kesejahteraan (dilimpahkan) atasmu. Berbahagialah kamu!([12]) maka masukilah surga ini, sedang kamu kekal di dalamnya”. (QS. Az-Zumar:73)
Pendapat ketiga inilah yang menurut kami, wallahu a’lam merupakan pendapat yang paling kuat([13]). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
وَبِهَذَا نَجْمَعُ بَيْنَ النُّصوصِ الوارِدَةِ بِأَنَّ هُنَا اقْتِصاصينَ، اَلْاقْتِصاصُ الأَوَّلُ فِي اَلْعَرَصاتِ وَيُقْصَدُ مِنْهُ أَخَذُ الحُقوقِ، وَهَذَا اَلْاقْتِصاصُ الأَخيرُ وَالمَقْصُودُ بِهِ التَّنْقيَةُ وَالتَّطْهِيرُ مِنْ الغِلِّ. فَإِنْ قَالَ قائِلٌ: أَفَلَا يَحْصُلُ ذَلِكَ بِأَخْذِ الحُقوقِ؟ قُلْنَا: لَا، فَلَوْ أَنَّ رَجُلًا اعْتَدَى عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا ثُمَّ أَخَذتَ حَقَّكَ مِنْهُ، فَإِنَّهُ قَدْ يَزولُ مَا فِي قَلْبِكَ عَلَيْهُ وَقَدْ لَا يَزولُ ، فاحْتِمالُ أَنَّهُ لَا يَزولُ وارِدٌ ، لَكِنْ إِذَا هُذِّبوا وَنَقُّوا بَعْدَ عُبورِ الصِّراطِ وَدَخَلُوا الجَنَّةَ عَلَى إِكْمالِ حَالٍ ، قَالَ تَعَالَى : (وَنَزْعُنا مَا فِي صُدورِهِمْ مِنْ غَلْ إِخْوَانًا عَلَى سُرِرِ مُتَقَابِلَيْنِ)
“Dengan demikian, kita gabungkan dalil-dalil yang ada bahwa terdapat dua qishash. Qishash pertama terjadi di padang Mahsyar dan dimaksudkan untuk mengembalikan hak (orang yang terzalimi). Qishash yang ke dua (di qantharah) ini dimaksudkan untuk membersihkan dan menyucikan (hati) dari rasa dendam. Jika ada yang bertanya, bukankah hilangnya dendam sudah terwujud dengan dikembalikannya hak? Kami katakan, tidak. Seandainya ada seseorang di dunia yang merampas hakmu, kemudian Engkau mengambil kembali hakmu dari orang tersebut, maka terkadang hilanglah apa yang ada dalam hatimu namun terkadang rasa tersebut tidak hilang. Maka masih ada kemungkinan bahwa rasa tersebut belum hilang. Akan tetapi, jika rasa dendam ini dibersihkan dan dihilangkan, maka mereka pun masuk surga dalam keadaan yang sempurna. Allah ﷻ berfirman (yang artinya), ‘Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka, sedang mereka merasa bersaudara duduk berhadap-hadapan di atas dipan-dipan.’”(QS.Al-Hijr:47) ([14])
Sabda beliau ﷺ dalam hadits di atas,
حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الجَنَّةِ،
“Setelah dibersihkan dan dibebaskan, mereka pun diizinkan masuk surga.”([15])
Ketika telah diizinkan masuk surga mereka tidak serta merta langsung bisa memasukinya. Nabi ﷺ lah yang diberikan kemuliaan oleh Allah ﷻ untuk membuka pintu surga. Hal ini dijelaskan oleh Nabiﷺ dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik radhiyallahu anhu beliau berkata,
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتَفْتِحُ فَيَقُولُ الْخَازِنُ مَنْ أَنْتَ فَأَقُولُ مُحَمَّدٌ فَيَقُولُ بِكَ أُمِرْتُ لَا أَفْتَحُ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ
Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku mendatangi pintu surga pada hari kiamat. Lalu aku minta dibukakan. Maka penjaga pintu Surga berkata, ‘Siapakah engkau?’ Lalu aku jawab, ‘Aku Muhammad’. Lantas malaikat tersebut berkata, ‘Aku diperintahkan dengan sebab engkau. Aku tidak membukanya untuk seorangpun sebelum engkau’.”([16])
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa Nabi ﷺ diberikan kemuliaan oleh Allah ﷻ dengan syafaat. Nabiﷺ diberikan syafaat spesial yang tidak diberikan kepada para nabi sebelum beliau ﷺ. Syafaat tersebut adalah ketika para manusia berada di padang mahsyar, Nabi ﷺ diminta untuk memohon kepada Allah ﷻ agar segera dilaksanakan persidangan. Syafaat yang lainnya adalah surga tidak dibukakan kecuali ketika Nabi ﷺ telah meminta para penjaganya untuk membukannya.
Sabda Nabi ﷺ,
فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh salah seorang dari mereka lebih mengetahui tempatnya di surga daripada tempatnya ketika berada di dunia.”([17])
Jika seseorang ketika di dunia sangat hafal dan mengerti arah tempat tinggalnya, maka berdasar keterangan Nabi ﷺ dalam hadits ini seorang penghuni surga kelak akan lebih mengetahui letak tempat tinggalnya di surga. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh para ulama karena ia semasa di alam barzakh senantiasa ditampakkan kepadanya surga di waktu pagi dan petang hal ini sebagaimana di sabdakan oleh Nabi ﷺ,
إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ، إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ، وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ: هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Sesungguhnya apabila salah seorang dari kalian meninggal (ketika berada di alam kubur. pent), maka akan ditampakkan calon tempat tinggalnya nanti di akhirat, setiap pagi dan petang. Bila dia penghuni surga maka ditampakkan kepadanya surga. Bila dia termasuk penghuni neraka maka ditampakkan kepadanya neraka. Setelah itu dikatakan kepadanya,” Ini calon tempat tinggalmu nanti. Hingga Allah ﷻ membangkitkanmu di hari kiamat”([18])
Dalam hal ini Allah ﷻ berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ يَهْدِيهِمْ رَبُّهُمْ بِإِيمَانِهِمْ ۖ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهِمُ الْأَنْهَارُ فِي جَنَّاتِ النَّعِيمِ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Tuhan mereka karena keimanannya, di bawah mereka mengalir sungai-sungai di dalam surga yang penuh kenikmatan”. (QS. Yunus:9)
Allah ﷻ juga berfirman,
وَيُدْخِلُهُمُ ٱلْجَنَّةَ عَرَّفَهَا لَهُمْ
“Dan memasukkan mereka ke dalam jannah yang telah dikenalkan (oleh Allah) kepada mereka.” (QS. Muhammad:6)
Ketika mereka telah memasuki surga, setiap dari mereka akan ditampakkan tempatnya jika seandainya mereka masuk ke dalam neraka. Nabi ﷺ bersabda,
لَا يَدخُلُ أحَدٌ الجَنّةَ إِلَّا أُرِيَ مَقعَدُهُ مِنَ النَّارِ لَو أَسَاءَ لِيَزدَادَ شُكرًا، وَلَا يَدخُلُ النَّارَ أحَدٌ إِلَّا أُرِيَ مَقعَدُهُ مِنَ الجَّنَّةِ لَو أَحسَنَ لِيَكُونَ عَلَيهِ حَسرَةً
“Tidak seorang pun masuk ke dalam surga kecuali diperlihatkan kepadanya tempatnya di neraka jika seandainya ia berbuat jelek. Agar bertambah rasa syukurnya. Dan tidaklah seorang pun masuk ke dalam neraka kecuali diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga seandainya ia berbuat baik. Agar semakin bertambah atasnya rasa penyesalan”([19])
Setelah mereka menempati tempatnya masing-masing mereka dikabarkan tentang kekekalan yang akan mereka dapatkan. Rasulullah ﷺ bersabda,
عَنِ ابْنِ عُمَرَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” إِذَا صَارَ أَهْلُ الجَنَّةِ إِلَى الجَنَّةِ، وَأَهْلُ النَّارِ إِلَى النَّارِ، جِيءَ بِالْمَوْتِ حَتَّى يُجْعَلَ بَيْنَ الجَنَّةِ وَالنَّارِ، ثُمَّ يُذْبَحُ، ثُمَّ يُنَادِي مُنَادٍ: يَا أَهْلَ الجَنَّةِ لاَ مَوْتَ، وَيَا أَهْلَ النَّارِ لاَ مَوْتَ، فَيَزْدَادُ أَهْلُ الجَنَّةِ فَرَحًا إِلَى فَرَحِهِمْ، وَيَزْدَادُ أَهْلُ النَّارِ حُزْنًا إِلَى حُزْنِهِمْ “
Dari Ibnu Umar berkata, Rasulullah ﷺ bersabda, “Jika ahli surga telah masuk ke dalam surga dan ahli neraka telah masuk ke dalam neraka, didatangkanlah al-maut (kematian) sehingga kematian tersebut berada di suatu tempat di antara surga dan neraka, kemudian disembelih([20]). Setelah itu ada seorang penyeru yang memanggil, “Wahai penduduk surga, tidak ada (lagi) kematian, Wahai penduduk neraka, tidak ada (lagi) kematian”. Maka penduduk surga bertambah gembira di atas kegembiraan mereka, dan penduduk neraka bertambah sedih di atas kesedihan mereka.”([21])
Allah ﷻ berfirman,
وَأَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ إِذْ قُضِيَ الْأَمْرُ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ وَهُمْ لَا يُؤْمِنُونَ
“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman.” (QS. Maryam:39)
Dalam salah satu tafsir ayat ini disebutkan bahwa “hari penyesalan” terjadi ketika kematian disembelih di hadapan para penduduk neraka([22]). Sebelum kematian disembelih mereka masih berharap bahwa suatu saat nanti mereka akan dikeluarkan dari neraka, namun ketika kematian telah disembelih hilanglah harapan mereka dan semakin menjadikan mereka tersiksa. Fisik mereka tersiksa dan batin mereka juga tersiksa, Nasalullaha As-salamata wa Al-Afiyah.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) Lihat : HR. Bukhari no. 7449
([2]) Adapun golongan pertama maka terjungkal ke neraka sehingga tidak berhasil melewati shirath sehingga tidak ditahan di Qonthoroh. Sebagian ulama menyebutkan selain itu ada juga golongan lain yang tidak ditahan di Qonthoroh yaitu golongan orang-orang yang masuk surga tanpa hisab. Hal ini karena jika mereka tidak dihisab maka mereka tidak perlu untuk ditahan di Qonthoroh. (Lihat Umdatul Qoori, al-‘Aini 12/285 dan Irsyaad as-Saari, al-Qostholani 9/312)
([4]) At-taudhih li As-syarh Al-jami’ As-shahih karya Ibnul Mulaqqin (15/569)
([5]) Lihat : At-Tazkirah bi ahwali al-mauta wa umuur al-akhirah karya Al-Qurthubi 2/767
([6]) Lihat : Fath al-Bari (5/96)
([8]) Lihat : Al-mafatih fi Syarh Al-mashabih karya Muzhiruddin Az-Zaidani (5/527)
([9]) Lihat : Al-Kautsar al-Jaari ilaa Riyaadh Ahaadiits al-Bukhari, karya Ahmad bin Ismaíl al-Kaurani 10/196
([10]) Lihat : An-nafkhu As-syadzi syarh Jami’ At-Tirmidzi karya Ibnu Sayyid An-Naas (4/561)
([11]) HR. Bukhari no. 5169 dan Muslim no. 2736
Al-Muhallab mengomentari hadits di atas dengan berkata :
فِيْهِ مِنَ الْفِقْهِ أَنَّ أَقْرَبَ مَا يَدْخُلُ بِهِ الْجَنَّةَ التَّوَاضُعُ للهِ تَعَالَى، وَأَنَّ أَبْعَدَ الأَشْيَاءِ مِنَ الْجَنَّةِ التَّكَبُّرُ بِالْمَالِ وَغَيْرِهِ، وَإِنَّمَا صَارَ أَصْحَابُ الْجَدِّ مَحْبُوْسُوْنَ لِمَنْعِهِمْ حُقُوْقَ اللهِ الْوَاجِبَةِ لِلْفُقَرَاءِ فِي أَمْوَالِهِمْ، فَحُبِسُوا لِلْحِسَابِ عَمَّا مَنَعُوْهُ، فَأَمَّا مَنْ أَدَّى حُقُوْقَ اللهِ فِي أَمْوَالِهِ، فَإِنَّهُ لاَ يُحْبَسُ عَنِ الْجَنَّةِ، إِلاَّ أَنَّهُمْ قَلِيْلٌ، إِذَا كَثُرَ شَأْنُ الْمَالِ تَضِيْعُ حُقُوْقُ اللهِ فِيْهِ؛ لِأَنَّهُ مِحْنَةٌ وَفِتْنَةٌ، أَلاَ تَرَى قَوْلَهُ: (فَكَانَ عَامَّةُ مَنْ دَخَلَهَا الْمَسَاكِيْنَ)، وَهَذَا يَدُلُّ أَنَّ الَّذِيْنَ يُؤَدُّوْنَ حُقُوْقَ الْمَالِ وَيَسْلَمُوْنَ مِنْ فِتْنَةٍ هُمُ الأَقَلُّ
Pada hadits ini terdapat fikih bahwasanya perkara yang termudah memasukan ke surga adalah tawadhu’ karena Allah, sebaliknya yang paling jauh dari surga adalah kesombongan dengan harta dan dengan yang lainnya. Hanyalah para pemilik harta tertahan (dari masuk surga) karena mereka menahan hak-hak Allah yang wajib untuk ditunaikan kepada orang-orang miskin pada harta mereka, maka merekapun di tahan untuk dihisab atas apa hak (orang miskin) yang mereka tahan. Adapun orang yang menunaikan hak-hak Allah dalam haratanya maka ia tidak tertahan dari masuk surga, hanya saja yang seperti ini sedikit. Jika harta semakin banyak maka hak-hak Allah pada harta terlalaikan, karena harta adalah ujian dan fitnah. Tidakkah engkau lihat sabda Nabi “ternyata umumnya orang yang memasukinya adalah orang miskin”, ini menunjukan bahwa mereka yang menunaikan hak-hak harta dan selamat dari fitnah paling sedikit” (Syarh Shahih al-Bukhari, Ibnu Batthol 7/318)
([12]) Sebagian ahli tafsir menafsirkan kata طِبْتُمْ maknanya adalah “kalian telah bersih” [Tafsir An-Nasafi (3/195)]
Muqotil berkata :
إِذا قطعُوا جسر جَهَنَّم حبسوا على قنطرة بَين الْجنَّة وَالنَّار، فَإِذا هذبوا قَالَ لَهُم رضوَان: {سَلام عَلَيْكُم طبتم فادخلوها خَالِدين}
“Jika kaum mukminin berhasil melewati jembatan neraka (shirath) maka mereka ditahan di Qonthoroh antara surga dan neraka. Maka jika mereka telah dibersihkan maka malaikat Ridwan berkata kepada mereka “Kesejahteraan dilimpahkan atas kalian, baiklah (bersihlah) kalian maka masukan surga ini sedang kamu kekal di dalamnya” (Umdatul Qoori, al-Áini 12/285)
([13]) Hal ini didukung oleh apa yang dipahami oleh salah satu perawi hadits Qonthoroh yaitu Yazid bin Zurai’, dimana beliau sebelum meriwayatkan hadits ini beliau membaca firman Allah
وَنَزَعْنَا مَا فِي صُدُورِهِمْ مِنْ غِلٍّ
“Dan kami lenyapkan segala rasa dendam yang berada dalam hati mereka” (QS Al-A’rof 43 dan Al-Hijr 47)
Yaitu Yazid bin Zurai’ menafsirkan ayat ini dengan hadits Qonthoroh.
Bahkan Ibnu Hajar menjelaskan bahwa yang dzhohir (lebih nampak) bahwasanya pembacaan ayat ini marfu’ (yaitu Nabi SAW yang membacanya) dan kemungkinan seluruh perawi membaca ayat ini ketika meriwayatkan hadits al-Qonthoroh (Lihat penjelasan Ibnu Hajar di Fathul Baari 11/398)
Jika pembacaan ayat tersebut hukumnya adalah marfu’ (yaitu Nabi yang membacanya) maka menguatkan bahwa Nabi telah menafsirkan ayat tersebut dengan hadits Qonthoroh, sehingga menguatkan bahwa qishos yang terjadi di Qonthoroh tujuannya adalah untuk membersihkan hati-hati kaum mukminin diantara mereka sebelum mereka masuk surga, agar mereka masuk surga dengan hati yang bersih dan plong. Wallahu a’lam.
([14]) Syarh Al-‘Aqidah As-Safariyaniyyah (1/477)
([18]) HR. Bukhari no. 1379 dan Muslim no. 2866
([20]) Dalam riwayat lain disebutkan bahwa kematian didatangkan pada bentuk kambing yang disembelih di hadapan mereka [HR. Bukhari no. 4730]. Hal ini tentu saja sangat mudah bagi Allah ﷻ, mengubah sesuatu yang abstrak menjadi kongkrit begitu pula sebaliknya.