Qishosh (القِصَاصُ)
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Qishash terhadap orang-orang zalim
Allah ﷻ berfirman tentang qishash,
الْيَوْمَ تُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ لَا ظُلْمَ الْيَوْمَ إِنَّ اللَّهَ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Pada hari ini setiap jiwa diberi balasan sesuai dengan apa yang telah dikerjakannya. Tidak ada yang dirugikan pada hari ini. Sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. Ghafir: 17)
Demikian juga firman Allah ﷻ,
ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عِنْدَ رَبِّكُمْ تَخْتَصِمُونَ
“Kemudian sesungguhnya kalian pada hari kiamat akan berbantah-bantahan (bersengketa) di sisi Tuhanmu.” (QS. Az-Zumar: 31)
Kata تَخْتَصِمُونَ dalam ayat di atas mengisyaratkan tentang qishash sebagaimana dalam tafsir Ibnu Jarir Ath-Thabari ﷺ([1]).
Qishash pada hari kiamat bisa kita bagi menjadi dua jenis,
- Qishash di antara hewan-hewan
Pembahasan ini merupakan cabang dari pembahasan tentang hewan-hewan dikumpulkan di padang mahsyar sebagaimana telah kita jelaskan pada pembahasan yang telah lalu. Di mana Allah ﷻ berfirman,
وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ
“Dan apabila binatang-binatang liar dikumpulkan.” (QS. At-Takwir: 5)
Demikian juga firman Allah ﷻ dalam ayat yang lain,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
“Dan tidak ada seekor binatang pun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Kitab, kemudian kepada Tuhan mereka dikumpulkan.” (QS. Al-An’am: 38)
Oleh karena hewan-hewan juga dikumpulkan pada hari kiamat, maka tujuannya dikumpulkannya adalah untuk diqishash. Dalil akan hal ini banyak, di antaranya seperti sabda Nabi ﷺ,
لَتُؤَدُّنَّ الْحُقُوقَ إِلَى أَهْلِهَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ، حَتَّى يُقَادَ لِلشَّاةِ الْجَلْحَاءِ، مِنَ الشَّاةِ الْقَرْنَاءِ
“Semua hak itu benar-benar akan dipenuhi (dikembalikan) kepada pemiliknya pada hari kiamat kelak, hingga kambing bertanduk pun akan dituntut untuk dibalas oleh kambing yang tidak bertanduk.”([2])
Abu Dzar berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَأَى شَاتَيْنِ تَنْتَطِحَانِ، فَقَالَ: يَا أَبَا ذَرٍّ هَلْ تَدْرِي فِيمَ تَنْتَطِحَانِ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: لَكِنَّ اللَّهَ يَدْرِي، وَسَيَقْضِي بَيْنَهُمَا
“Bahwa Rasulullah ﷺ melihat dua ekor kambing yang saling beradu tanduk, beliau lalu bersabda, ‘Wahai Abu Dzar, apakah kamu tahu kenapa mereka berdua saling menanduk?’ Abu Dzar menjawab, ‘Saya tidak tahu’. Nabi lalu bersabda, ‘Akan tetapi Allah Maha tahu, dan Dia akan mengadili di antara keduanya’.”([3])
Perlu untuk kita ketahui bahwasanya hewan setelah diqishash maka akan berubah jadi tanah. Sebagaimana riwayat yang datang bahwasanya Allah berfirman,
كُونِي تُرَابًا
“Jadilah kalian tanah!”([4])
Oleh karenanya ketika orang-orang kafir melihat qishashnya hewan-hewan tersebut dan melihat hewan-hewan menjadi tanah, maka mereka kemudian mengatakan,
يَالَيْتَنِي كُنْتُ تُرَابًا
“Alangkah baiknya seandainya dahulu aku jadi tanah.” (QS. An-Naba’: 40)
Mengapa demikian? Karena kalau mereka juga jadi tanah maka mereka tidak masuk surga atau pun neraka, dan hisab atas mereka selesai. Berbeda dengan orang-orang kafir yang qishash mereka sampai ke neraka Jahanam selama-lamanya. Oleh karenanya di antara hikmah qishashnya para hewan ini ada tiga yaitu,
- Menunjukkan keadilan Allah ﷻ, karena sampai hewan-hewan pun diqishash.
- Untuk menekankan bahwasanya qishash antara manusia itu ada, karena jangankan qishash untuk manusia, qishash di antara hewan pun ada.
- Untuk menjadikan orang-orang kafir semakin menderita dan semakin menyesal.
- Qishash di antara manusia
Qishash di antara manusia itu ada berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
مَنْ ضَرَبَ ضَرْبًا ظُلْمًا اقْتُصَّ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang memukul dengan satu pukulan secara zalim, maka dia akan diqishash pada hari kiamat.”([5])
Kemudian juga sabda Nabi ﷺ,
مَنْ ضَرَبَ مَمْلُوكَهُ ظَالِمًا أُقِيدَ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Barang siapa yang memukul budaknya dengan zalim, maka akan diqishash pada hari kiamat.”([6])
Bagaimana tata cara qishash manusia pada hari kiamat kelak?
Pertama: Cara pembayarannya dengan pahala dan dosa.
Hal ini sebagaimana dalam hadits, di mana Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ، فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليَوْمَ، قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُونَ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ، وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Siapa yang pernah berbuat aniaya (zalim) terhadap saudaranya dari menjatuhkan kehormatannya atau kezaliman apa pun, maka hendaklah dia meminta kehalalannya (maaf) pada hari ini (di dunia) sebelum datang hari yang ketika itu tidak bermanfaat dinar dan dirham. Jika dia tidak lakukan, maka (nanti pada hari kiamat) bila dia memiliki amal saleh, maka akan diambil darinya sebanyak kezalimannya. Apabila dia tidak memiliki kebaikan lagi, maka keburukan saudaranya yang dia zalimi itu akan diambil lalu ditimpakan kepadanya.”([7])
Demikian pula sabda Nabi ﷺ ketika bertanya kepada para sahabat,
أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟ قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ
“Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab, ‘Menurut kami, orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham (uang) dan harta’. Rasulullah ﷺ, ‘Sesungguhnya yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan pahala shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia selalu mencaci-maki, menuduh, dan makan harta orang lain serta membunuh dan menyakiti (memukul) orang lain. Setelah itu, pahalanya diambil untuk diberikan kepada setiap orang dari mereka yang dia zalimi hingga pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi. Selanjutnya, sebagian dosa dari setiap orang dari mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka’.”([8])
Demikianlah di antara metode qishash pada hari kiamat kelak, yaitu dengan cara mentransfer pahala kita kepada orang yang kita zalimi, atau kita menerima transferan dosa dari orang yang kita zalimi.
Kedua: Dua kemungkinan qishash
- Yang satu zalim dan yang satunya dizalimi. Jika demikian, maka aturannya asalnya adalah yang zalim akan mentransfer kebaikan kepada orang yang dizalimi, kalau kurang maka dosa orang yang dizalimi akan ditransfer kepada orang yang menzalimi.
- Keduanya sama-sama zalim. Bisa jadi dua orang saling memukul satu sama lain, atau satu merebut harta yang zalim dan yang lainnya juga melakukan demikian, atau bertikai di antara orang-orang yang bersyarikat dalam perdagangan, dan lain-lain. Maka demikian ada dua kemungkinan,
Pertama: Jika nilai kezalimannya sama, maka impas.
Kedua: Jika salah satu nilai kezalimannya lebih besar, maka dia mentransfer pahala kepada orang yang dia zalimi.
Kedua kemungkinan ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ, dari ‘Aisyah i,
أَنَّ رَجُلًا قَعَدَ بَيْنَ يَدَيِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّ لِي مَمْلُوكِينَ يُكَذِّبُونَنِي وَيَخُونُونَنِي وَيَعْصُونَنِي، وَأَشْتُمُهُمْ وَأَضْرِبُهُمْ فَكَيْفَ أَنَا مِنْهُمْ؟ قَالَ: يُحْسَبُ مَا خَانُوكَ وَعَصَوْكَ وَكَذَّبُوكَ وَعِقَابُكَ إِيَّاهُمْ، فَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ بِقَدْرِ ذُنُوبِهِمْ كَانَ كَفَافًا، لَا لَكَ وَلَا عَلَيْكَ، وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ دُونَ ذُنُوبِهِمْ كَانَ فَضْلًا لَكَ، وَإِنْ كَانَ عِقَابُكَ إِيَّاهُمْ فَوْقَ ذُنُوبِهِمْ اقْتُصَّ لَهُمْ مِنْكَ الفَضْلُ. قَالَ: فَتَنَحَّى الرَّجُلُ فَجَعَلَ يَبْكِي وَيَهْتِفُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَمَا تَقْرَأُ كِتَابَ اللَّهِ {وَنَضَعُ المَوَازِينَ القِسْطَ لِيَوْمِ القِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ} الآيَةَ. فَقَالَ الرَّجُلُ: وَاللَّهِ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا أَجِدُ لِي وَلَهُمْ شَيْئًا خَيْرًا مِنْ مُفَارَقَتِهِمْ، أُشْهِدُكَ أَنَّهُمْ أَحْرَارٌ كُلُّهُمْ
“Bahwa seseorang duduk di depan Nabi ﷺ lalu berkata, ‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya saya memiliki dua orang budak, mereka mendustai dan mengkhianati saya, mereka juga membangkang terhadap (perintah) saya, lalu saya memaki dan saya pukul mereka, apakah saya berdosa kepada mereka?’ Beliau menjawab, ‘Pengkhianatan, pembangkangan, dan kedustaan mereka terhadapmu, juga hukumanmu atas mereka, semua itu ada perhitungannya. Jika hukumanmu sebanding dengan kesalahan mereka, maka impaslah urusanmu dengannya. Tapi jika hukumanmu lebih ringan dibanding kesalahan mereka, maka kamu mendapat keutamaan. Namun jika hukuman yang kamu timpakan kepada mereka lebih berat dibanding kesalahan mereka, maka merekalah yang akan mendapat keutamaan darimu sebagai qishash’. ‘Aisyah berkata: lalu menyesallah lelaki itu kemudian ia menangis dan berteriak, lalu Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Tidakkah engkau membaca firman Allah: Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah seseorang dirugikan barang sedikit pun. (Al-Anbiya’: 47)’. Lelaki itu berkata: Wahai Rasulullah, demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih baik bagi saya kecuali dengan memerdekakan mereka. Karena itu saksikanlah bahwa mereka semua saya merdekakan’.”([9])
Dari sini kita kemudian tahu bahwasanya kezaliman yang dibalas dengan kezaliman bisa menjadikan balasannya lebih besar kezalimannya, dan tentu ini sangat berbahaya. Oleh karenanya kalau kita di zalimi maka yang lebih baik adalah kita memaafkan, kalau tidak bisa dimaafkan maka hendaknya kita bersikap cuek saja. Ingatlah bahwasanya balasannya akan ada pada hari kiamat.
Berkaitan dengan qishash di antara manusia, bagaimanakah cara qishash terhadap seorang mukmin yang menzalimi orang kafir di dunia? Sebagian ulama menjawab bahwa jika seorang mukmin menzalimi orang kafir di dunia maka hendaknya dia segera meminta maaf kepada orang kafir tersebut, sebelum dia atau orang kafir tersebut meninggal dunia, dan juga mendoakan agar dia mendapat hidayah. Kemudian sebagian ulama yang lain seperti Syaikh Al-Barrak mengatakan bahwa hendaknya seorang mukmin tersebut bersedekah atas nama orang kafir tersebut (selama dia masih hidup), karena siapa tahu hal itu berfaedah baginya di dunia (bisa menjadi sebab dia dapat hidayah), adapun jika dia (orang kafir) telah meninggal dunia maka tidak perlu, karena kalau dia telah meninggal dunia maka akan ada qishash. Hal ini sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dengan sanad yang hasan, dari Abdullah bin Unais Radhiallahu ‘anhu, dia berkata,
سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: يُحْشَرُ النَّاسُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ – أَوْ قَالَ: الْعِبَادُ – عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا، قَالَ: قُلْنَا: وَمَا بُهْمًا؟ قَالَ: لَيْسَ مَعَهُمْ شَيْءٌ، ثُمَّ يُنَادِيهِمْ بِصَوْتٍ يَسْمَعُهُ مِنْ بُعْدٍ كَمَا يَسْمَعُهُ مِنْ قُرْبٍ: أَنَا الْمَلِكُ، أَنَا الدَّيَّانُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، أَنْ يَدْخُلَ النَّارَ، وَلَهُ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، وَلَا يَنْبَغِي لِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ أَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ، وَلِأَحَدٍ مِنْ أَهْلِ النَّارِ عِنْدَهُ حَقٌّ، حَتَّى أَقُصَّهُ مِنْهُ، حَتَّى اللَّطْمَةُ، قَالَ: قُلْنَا: كَيْفَ وَإِنَّا إِنَّمَا نَأْتِي اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ عُرَاةً غُرْلًا بُهْمًا؟ قَالَ: بِالْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ
“Saya mendengar Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Manusia akan dikumpulkan pada hari kiamat -atau bersabda dengan redaksi para hamba- dalam keadaan telanjang, tidak berkhitan dan dalam keadaan buhman’. Lalu kami bertanya, ‘Apakah buhman itu?’ Beliau bersabda, ‘Tidak membawa sesuatu pun, lalu ada suara yang memanggil mereka dari dekat: Aku adalah raja dan Aku Dayyan (pemberi pembalasan), tidaklah patut bagi seorang penduduk neraka untuk masuk neraka sedangkan dia mempunyai hak atas seseorang dari penduduk surga sampai Aku memberikan haknya. Juga tidaklah patut seseorang dari penduduk surga untuk masuk surga sedangkan seseorang dari penduduk neraka mempunyai hak atas dirinya sampai Aku memberikan haknya, sampai satu tamparan sekalipun’.”([10])
Demikianlah balasan (qishash) yang akan terjadi pada hari kiamat kelak, dan ini menguatkan sabda Nabi ﷺ,
أَلَا مَنْ ظَلَمَ مُعَاهِدًا، أَوِ انْتَقَصَهُ، أَوْ كَلَّفَهُ فَوْقَ طَاقَتِهِ، أَوْ أَخَذَ مِنْهُ شَيْئًا بِغَيْرِ طِيبِ نَفْسٍ، فَأَنَا حَجِيجُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Ketahuilah bahwa orang yang menzalimi orang kafir yang menjalin perjanjian dengan Islam, atau mengurangi haknya, atau membebaninya di atas kemampuannya, atau mengambil darinya sesuatu tanpa dia ridhai, maka aku adalah orang yang akan mendebatnya pada hari kiamat.”([11])
Kemudian timbul pertanyaan, apabila penghuni neraka telah mengambil haknya dari penghuni surga atau sebaliknya, apa yang terjadi kepada mereka masing-masing? Wallahu a’lam bishshawwab, kita tidak tahu apakah siksaan kepada penghuni neraka menjadi berkurang atau kenikmatan yang dirasakan penghuni surga yang berkurang?. Akan tetapi kita tahu bahwasanya Allah ﷻ Maha Adil, meskipun tidak ada penjelasan secara detail tentang masalah ini.
Intinya, orang yang berbuat zalim kepada siapa pun, kepada saudara mukmin, kepada orang kafir, bahkan kepada hewan, maka akan ada balasannya. Sungguh kita telah tahu bahwasanya ada seorang wanita yang diazab karena berbuat zalim kepada seekor kucing. Nabi ﷺ bersabda,
عُذِّبَتِ امْرَأَةٌ فِي هِرَّةٍ سَجَنَتْهَا حَتَّى مَاتَتْ، فَدَخَلَتْ فِيهَا النَّارَ، لاَ هِيَ أَطْعَمَتْهَا وَلاَ سَقَتْهَا، إِذْ حَبَسَتْهَا، وَلاَ هِيَ تَرَكَتْهَا تَأْكُلُ مِنْ خَشَاشِ الأَرْضِ
“Ada seorang wanita disiksa disebabkan seekor kucing yang dikurungnya hingga mati kelaparan. Lalu wanita itu pun masuk neraka karena dia tidak memberinya makan dan minum ketika mengurungnya, dan tidak melepaskannya sehingga dia dapat mencari makan di bumi.”([12])
Oleh karenanya kezaliman itu sangatlah berbahaya, karena kita akan diqishash pada hari kiamat kelak. Maka benarlah sabda Nabi ﷺ,
اتَّقُوا الظُّلْمَ، فَإِنَّ الظُّلْمَ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، وَاتَّقُوا الشُّحَّ، فَإِنَّ الشُّحَّ أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ، حَمَلَهُمْ عَلَى أَنْ سَفَكُوا دِمَاءَهُمْ وَاسْتَحَلُّوا مَحَارِمَهُمْ
“Berhati-hatilah dengan kezaliman, karena kezaliman itu adalah mendatangkan kegelapan pada hari kiamat kelak.”([13])
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) Lihat tafsir Ath-Thabari 21/288
([3]) HR. Ahmad No. 21438, dikatakan oleh Syaikh Al-Albani bawah sanadnya sahih dalam Silsilah Ash-Shahihah 4/117
([4]) Tafsir Ibnu Katsir 8/311
([5]) HR. Bukhari No. 186 dalam Adabul Mufrad.
([6]) Shahihul Jami’ Ash-Shaghir No. 6376
([9]) HR. At-Tirmidzi No. 3165