Sifat-sifat Malaikat
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Pembahasan mengenai sifat-sifat malaikat kita bisa bagi menjadi dua pembahasan, yaitu sifat-sifat fisik dan sifat-sifat akhlak.
- Sifat-sifat fisik
Ada beberapa sifat fisik malaikat di antaranya,
- Diciptakan dari cahaya. Di antara dalil akan hal ini adalah sabda Nabi ﷺ,
خُلِقَتِ الْمَلَائِكَةُ مِنْ نُورٍ، وَخُلِقَ الْجَانُّ مِنْ مَارِجٍ مِنْ نَارٍ، وَخُلِقَ آدَمُ مِمَّا وُصِفَ لَكُمْ
“Malaikat diciptakan dari cahaya, dan jin diciptakan dari api yang menyala-nyala dan Adam diciptakan dari sesuatu yang telah disebutkan (ciri-cirinya) bagi kalian ”([1])
- Malaikat adalah ruuhani. Ibnu Hajar berkata :
وَقَدْ وَقَعَ الِاتِّفَاقُ عَلَى أَنَّ الْمَلَائِكَةَ مَخْلُوقُونَ وَهُمْ أَرْوَاحٌ
“Telah terjadi kesepakatan bahwasanya malaikat adalah makhluk dan mereka adalah ruh-ruh” ([2])
Ibnu Batthoh berkata :
قَدْ أَخْبَرَنَا أَنَّ الْمَلَائِكَةَ صَمَدٌ رَوْحَانِيُّونَ، لَا أَجْوَافَ لَهُمْ
“Allah telah mengabarkan kepada kita bahwasanya para malaikat adalah shomad (tidak ada rongganya) dan mereka adalah ruuhaani” ([3])
Karenanya dalam syariát malaikat tidak disebut dengan jism ([4]), karena jism secara bahasa adalah fisik yang memiliki daging sebagaimana fisik manusia dan hewan. Demikian juga malaikat bukanlah Jauhar Áqli sebagaimana yang disebut oleh kaum filsuf, hal ini karena jauhar áqli hanya ada di dzihn (pikiran) dan bukan di alam nyata. Yang benar bahwasanya malaikat adalah ruuhani (ruh), dan tentu fisik ruh tidak sama dengan fisik jism([5]).
- Malaikat memiliki sayap. Dalil akan pernyataan ini sangatlah banyak, di antaranya firman Allah ﷻ dalam surah Fathir yang juga telah kita sebutkan,
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathir: 1)
Demikian pula dalam hadis Nabi ﷺ bersabda,
وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ
“Dan para Malaikat akan membentangkan sayapnya karena ridha kepada penuntut ilmu.”([6])
Demikian pula sabda Nabi ﷺ yang menyebutkan tentang Jibril,
وَلَهُ سِتُّ مِائَةِ جَنَاحٍ كُلُّ جَنَاحٍ مِنْهَا قَدْ سَدَّ الْأُفُقَ
“Dan Ia (Jibril) memiliki enam ratus sayap, setiap sayap dapat menutupi antara langit dan bumi.”([7])
Demikian pula hadis yang lain tentang kisah ayah dari Jabir bin Abdullah, yaitu Abdullah bin Haram yang meninggal dalam perang Uhud. Maka kemudian ada seorang wanita yang menangisi Abdullah bin Haram yang mati syahid. Maka kemudian Nabi ﷺ mengatakan,
تَبْكِينَ أَوْ لاَ تَبْكِينَ مَا زَالَتِ المَلاَئِكَةُ تُظِلُّهُ بِأَجْنِحَتِهَا حَتَّى رَفَعْتُمُوهُ
“Dia menangis atau tidak menangis, malaikat senantiasa akan tetap menaunginya (dengan sayapnya) sampai kalian mengangkatnya.”([8])
Intinya, ada banyak sekali dalil yang menunjukkan bahwasanya malaikat adalah makhluk yang memiliki sayap. Adapun jumlah sayapnya beragam, ada yang dua, ada yang tiga, ada yang empat, dan ada yang lebih dari itu, semuanya terserah Allah ﷻ, karena Dia yang menciptakan mereka, dan menambah berapa saja kepada ciptaan-Nya. Demikian juga kaifiyat (bagaimananya) sayap malaikat, tentu kita tidak tahu, dan tidak boleh kita menyamakan seperti sayap burung yang terdiri dari bulu-bulu. Karena kalau sayap malaikat seperti itu tentu kita akan melihatnya([9]).
- Malaikat memiliki tangan. Hal ini sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَالْمَلَائِكَةُ بَاسِطُو أَيْدِيهِمْ أَخْرِجُوا أَنْفُسَكُمُ
“Sedang para malaikat memukul dengan tangannya sambil berkata, ‘Keluarkanlah nyawamu’.” (QS. Al-An’am: 93)
بِأَيْدِي سَفَرَةٍ
“di tangan para penulis (malaikat)” (QS Ábasa : 15)
Abu Hurairah berkata :
قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، إِنَّا إِذَا رَأَيْنَاكَ رَقَّتْ قُلُوبُنَا وَكُنَّا مِنْ أَهْلِ الْآخِرَةِ، وَإِذَا فَارَقْنَاكَ أَعْجَبَتْنَا الدُّنْيَا، وَشَمَمْنَا النِّسَاءَ وَالْأَوْلَادَ قَالَ: ” لَوْ تَكُونُونَ – أَوْ قَالَ: لَوْ أَنَّكُمْ تَكُونُونَ – عَلَى كُلِّ حَالٍ عَلَى الْحَالِ الَّتِي أَنْتُمْ عَلَيْهَا عِنْدِي، لَصَافَحَتْكُمُ الْمَلَائِكَةُ بِأَكُفِّهِمْ، وَلَزَارَتْكُمْ فِي بُيُوتِكُمْ، وَلَوْ لَمْ تُذْنِبُوا، لَجَاءَ اللهُ بِقَوْمٍ يُذْنِبُونَ كَيْ يَغْفِرَ لَهُمْ “
Kami berkata, “Wahai Rasulullah, jika kami melihatmu maka lembutlah hati kami dan kami menjadi ahli akhirat, namun jika kami meninggalkanmu maka kami terpesona dengan dunia, kamia mencium wanita dan anak-anak”. Nabi berkata, “Jika kalian dalam seluruh kondisi seperti kondisi kalian ketika bersamaku maka para malaikat akan menjabat tangan kalian dengan telapak tangan mereka, dan sungguh mereka akan mengunjungi kalian di rumah-rumah kalian. Jika kalian tidak berdosa maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang berdosa agar Allah mengampuni mereka” ([10])
- Malaikat punya jantung. Hal ini sebagaimana firman Allah ﷻ,
وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Dan syafaat (pertolongan) di sisi-Nya hanya berguna bagi orang yang telah diizinkan-Nya (memperoleh syafaat itu). Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati (jantung) mereka, mereka berkata, ‘Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?’ Mereka menjawab, ‘(Perkataan) yang benar’, dan Dialah Yang Maha Tinggi, Maha Besar.” (QS. Saba’: 23)
Tentunya kita tidak tahu jantung malaikat seperti apa, dan tentu jantungnya tidak seperti jantung kita manusia yang di dalamnya mengalir darah-darah, katup kanan dan kiri, ada pembuluh darah, dan sebagainya. Malaikat tidak demikian, akan tetapi Allah ﷻ menyebutkan bahwasanya mereka punya jantung. Dan ini menunjukkan bahwasanya nama yang sama tidak melazimkan hakikatnya sama, karena manusia dan malaikat punya jantung, akan tetapi hakikat keduanya berbeda.
- Malaikat punya telinga dan pundak. Dalam hadis Nabi ﷺ bersabda,
أُذِنَ لِي أَنْ أُحَدِّثَ عَنْ مَلَكٍ مِنْ مَلَائِكَةِ اللَّهِ مِنْ حَمَلَةِ الْعَرْشِ، إِنَّ مَا بَيْنَ شَحْمَةِ أُذُنِهِ إِلَى عَاتِقِهِ مَسِيرَةُ سَبْعِ مِائَةِ عَامٍ
“Aku telah diberi izin untuk menceritakan tentang sesosok malaikat dari malaikat-malaikat Allah yang bertugas memikul ‘Arsy. Sesungguhnya, jarak antara ujung telinga dengan bahunya adalah tujuh ratus tahun perjalanan.”([11])
- Malaikat punya mata. Ada beberapa hadis yang menjelaskan hal ini, di antaranya seperti hadis tentang malaikat Israfil. Nabi ﷺ bersabda tentangnya,
كَأَنَّ عَيْنَيْهِ كَوْكَبَانِ دُرِّيَّانِ
“Seakan-akan kedua matanya seperti dua bintang yang bersinar.”([12])
- Malaikat bisa menjelma. Di antara ciri utama dari malaikat adalah dia bisa mengubah fisiknya (menjelma). Dalil akan hal ini sangat banyak sekali. Di antaranya seperti malaikat Jibril yang sering menjelma sebagai Dihyah Al-Kalbi([13]). Demikian pula malaikat Jibril pernah menjelma sebagai orang Arab Badui, sebagaimana disebutkan dalam hadis Jibril. Jika sekiranya dalam hadis Jibril itu malaikat Jibril menjelma sebagai Dihya Al-Kalbi, maka tentu ‘Umar tidak akan mengatakan,
لَا يُرَى عَلَيْهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلَا يَعْرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ
“Tidak tampak padanya bekas-bekas perjalanan. Tidak seorang pun dari kami mengenalnya.”
Namun di akhir hadis Nabi ﷺ mengatakan,
فَإِنَّهُ جِبْرِيلُ أَتَاكُمْ يُعَلِّمُكُمْ دِينَكُمْ
“Itulah Jibril, dia mendatangi kalian untuk mengajarkan kepada kalian tentang agama kalian.”([14])
Perlu kita ketahui bahwasanya malaikat ketika menjelma, maka dia akan menjelma dengan penjelmaan yang sempurna. Oleh karenanya ketika kita membaca kisah Nabi Luth ‘alaihissalam, beliau sangat takut dengan kehadiran malaikat yang menjelma sebagai laki-laki yang tampan, karena takut kedatangan mereka diketahui oleh kaumnya di kota Sodom yang mereka semua praktisi homoseksual. Bahkan sampai ketika kaum Nabi Luth u meminta tamunya untuk diserahkan kepada kaumnya, Nabi Luth ‘alaihissalam belum sadar bahwa yang datang kepadanya itu malaikat. Nabi Luth ‘alaihissalam mengatakan,
وَلَا تُخْزُونِ فِي ضَيْفِي أَلَيْسَ مِنْكُمْ رَجُلٌ رَشِيدٌ
“Janganlah kamu membuatku malu di hadapan tamuku ini. Tidak adakah di antaramu orang yang pandai?” (QS. Hud: 78)
Di antara dalil akan hal ini juga adalah hadis dalam Shahih Bukhari, di mana Nabi ﷺ bersabda tentang malaikat maut yang menjelma menjadi manusia lalu mendatangi Nabi Musa ‘alaihissalam.
أُرْسِلَ مَلَكُ المَوْتِ إِلَى مُوسَى عَلَيْهِمَا السَّلاَمُ، فَلَمَّا جَاءَهُ صَكَّهُ، فَرَجَعَ إِلَى رَبِّهِ، فَقَالَ: أَرْسَلْتَنِي إِلَى عَبْدٍ لاَ يُرِيدُ المَوْتَ، قَالَ: ارْجِعْ إِلَيْهِ فَقُلْ لَهُ يَضَعُ يَدَهُ عَلَى مَتْنِ ثَوْرٍ، فَلَهُ بِمَا غَطَّتْ يَدُهُ بِكُلِّ شَعَرَةٍ سَنَةٌ، قَالَ: أَيْ رَبِّ، ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: ثُمَّ المَوْتُ، قَالَ: فَالْآنَ
“Suatu hari malaikat maut diutus kepada Musa u. Ketika menemuinya, Nabi Mua u memukulnya (menamparnya hingga matanya terluka). Maka malaikat maut kembali kepada Rabbnya dan berkata, ‘Engkau mengutusku kepada hamba yang tidak menginginkan mati’. Maka Allah berfirman, ‘Kembalilah dan katakan kepadanya agar dia meletakkan tangannya di atas punggung seekor lembu jantan. Setiap bulu lembu yang ditutupi oleh tangannya berarti umurnya satu tahun baginya’. Nabi Musa u bertanya, ‘Wahai Rabb, setelah itu apa?’ Allah berfirman, ‘Kematian’. Maka Nabi Musa u berkata, ‘Sekaranglah waktunya’.”([15])
- Malaikat bukan lelaki dan bukan juga wanita
Tidak bolehnya memberi nama anak perempuan dengan nama malaikat dan bolehnya memberi nama anak laki-laki dengan nama malaikat (sebagaimana telah lalu) tidaklah menunjukan bahwa malaikat adalah laki-laki. Karena malaikat tidak berjenis kelamin sebagaimana manusia. Karenanya malaikat juga tidak menikah dan tidak bernak pinak. Saíd bin Al-Musayyib berkata :
الْمَلَائِكَةُ لَيْسُوا ذُكُورًا وَلَا إِنَاثًا وَلَا يَأْكُلُونَ وَلَا يَشْرَبُونَ وَلَا يَتَنَاكَحُونَ وَلَا يَتَوَالَدُونَ
“Malaikat bukanlah lelaki dan juga bukan wanita, mereka tidak makan dan minum, mereka tidak menikah dan tidak beranak pinak” ([16])
Ibnu Taimiyyah berkata :
فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَأْكُلُ وَلَا تَشْرَبُ وَلَا تَنْكِحُ وَلَا تَنْسِلُ
“Sesungguhnya para malaikat tidak makan dan tidak minum, tidak menikah dan tidak beranak-pinak” ([17])
- Malaikat tidak makan dan tidak minum.
Di antara dalil akan hal ini adalah ketika malaikat-malaikat yang menjelma menjadi tamu Nabi Ibrahim u ketika hendak berkunjung kepada Nabi Luth u. Kata Allah ﷻ,
فَرَاغَ إِلَى أَهْلِهِ فَجَاءَ بِعِجْلٍ سَمِينٍ، فَقَرَّبَهُ إِلَيْهِمْ قَالَ أَلَا تَأْكُلُونَ، فَأَوْجَسَ مِنْهُمْ خِيفَةً قَالُوا لَا تَخَفْ وَبَشَّرُوهُ بِغُلَامٍ عَلِيمٍ
“Maka diam-diam dia (Ibrahim) pergi menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), lalu dihidangkannya kepada mereka (tetapi mereka tidak mau makan). Ibrahim berkata, ‘Mengapa tidak kamu makan’. Maka dia (Ibrahim) merasa takut terhadap mereka. Mereka berkata, ‘Janganlah kamu takut’, dan mereka memberi kabar gembira kepadanya dengan (kelahiran) seorang anak yang alim (Ishaq)’.” (QS. Adz-Dzariyat: 26-28)
Dan ayat ini juga menjadi dalil bahwasanya malaikat itu mengubah wujudnya menjadi manusia.
Adapun dalam Taurat disebutkan bahwa para malaikat yang menjelma jadi manusia ketika bertemu dengan nabi Ibrahim ‘alaihissalam mereka memakan hidangan yang disiapkan oleh Nabi Ibrahim ‘alaihis salam([18]), demikian juga para malaikat yang menjelma jadi manusia memakan hidangan yang disajikan oleh Nabi Luth ‘alaihis salam([19]).
- Malaikat juga mati.
Dzhohirnya malaikat masuk dalam keumuman firman Allah
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Setiap yang bernyawa akan merasakan kematian” (QS Ali ‘Imron : 185)
Demikian juga malaikat masuk dalam keumuman firman Allah :
كُلُّ مَنْ عَلَيْهَا فَانٍ، وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ
“Semua yang ada di bumi itu akan binasa, Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan” (QS Ar-Rahman : 26-27)
Demikian juga masuk dalam keumuman firman Allah :
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing)” (QS Az-Zumar : 68)
Setelah menjelaskan perselisihan ulama tentang yang dikecualikan dalam ayat di atas, Ibnu Hajar berkata :
وَيَدُلُّ عَلَى أَنَّ الْمُسْتَثْنَى غَيْرُ الْمَلَائِكَةِ مَا أَخْرَجَهُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَحْمَدَ فِي زَوَائِدِ الْمُسْنَدِ وَصَحَّحَهُ الْحَاكِمُ مِنْ حَدِيثِ لَقِيطِ بْنِ عَامِرٍ مُطَوَّلًا وَفِيهِ يَلْبَثُونَ مَا لبثتم ثُمَّ تُبْعَثُ الصَّائِحَةُ فَلَعَمْرُ إِلَهِكَ مَا تَدَعُ عَلَى ظَهْرِهَا مِنْ أَحَدٍ إِلَّا مَاتَ حَتَّى الْمَلَائِكَةُ الَّذِينَ مَعَ رَبِّكَ
“Dan yang menunjukan bahwa “yang dikecualikan” selain malaikat adalah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad di Zawaid al-Musnad dan dishahihkan oleh Al-Hakim, yaitu dari hadis Laqith bin ‘Amir yang panjang, dan isinya diantaranya sabda Nabi : “Merekapun menetap sebagaimana kalian menetap, lalu ditiuapkan sangkakala, maka demi Allah tiuapan keras tersebut tidaklah meninggalkan seorangpun di atas muka bumi kecuali mati, bahkan para malaikat yang bersama Rabbmu” ([20])
Ibnu Taimiyyah berkata :
الَّذِي عَلَيْهِ أَكْثَرُ النَّاسِ، أَنَّ جَمِيعَ الْخَلْقِ يَمُوتُونَ حَتَّى الْمَلَائِكَةُ وَحَتَّى عِزْرَائِيلُ مَلَكُ الْمَوْتِ. وَرُوِيَ فِي ذَلِكَ حَدِيثٌ مَرْفُوعٌ إلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَالْمُسْلِمُونَ وَالْيَهُودُ وَالنَّصَارَى مُتَّفِقُونَ عَلَى إمْكَانِ ذَلِكَ وَقُدْرَةِ اللَّهِ عَلَيْهِ؛ وَإِنَّمَا يُخَالِفُ فِي ذَلِكَ طَوَائِفُ مِنْ الْمُتَفَلْسِفَةِ أَتْبَاعِ ” أَرِسْطُو ” وَأَمْثَالِهِمْ … مِمَّنْ زَعَمَ أَنَّ ” الْمَلَائِكَةَ ” هِيَ الْعُقُولُ وَالنُّفُوسُ وَأَنَّهُ لَا يُمْكِنُ مَوْتُهَا بِحَالِ بَلْ هِيَ عِنْدَهُمْ آلِهَةٌ وَأَرْبَابٌ لِهَذَا الْعَالَمِ
“Pendapat mayoritas manusia bahwasanya seluruh makhluk akan mati, bahkan para malaikat, bahkan ‘Izraiil malaikat maut -dan diriwayatkan sebuah hadis marfu’ yang disandarkan kepada Nabi shallallahu álaihi wasallam-. Kaum muslimin, Yahudi, dan Nashoro sepakat matinya malaikat merupakan perkara yang mungkin dan Allah mampu akan hal tersebut. Yang menyelisihi ini hanyalah sekelompok dari ahli filsafat dari para pengikut Aristoteles dan yang semisalnya…yang menyangka bahwa malaikat adalah akal-akal dan jiwa-jiwa dan bahwasanya tidak mungkin mati sama sekali, bahkan menurut mereka bahwa akal-akal tersebut adalah tuhan-tuhan dan pengatur alam ini” ([21])
- Sifat-sifat akhlak (perangai)
Ada beberapa sifat-sifat malaikat yang bisa kita ketahui berdasarkan dalil-dalil yang ada. Di antara sifat-sifat tersebut antara lain,
Pertama : Malaikat memiliki sifat malu.
Hal ini sebagaimana dalam hadis, di mana ‘Aisyah i menceritakan,
كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُضْطَجِعًا فِي بَيْتِي، كَاشِفًا عَنْ فَخِذَيْهِ، أَوْ سَاقَيْهِ، فَاسْتَأْذَنَ أَبُو بَكْرٍ فَأَذِنَ لَهُ، وَهُوَ عَلَى تِلْكَ الْحَالِ، فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُمَرُ، فَأَذِنَ لَهُ، وَهُوَ كَذَلِكَ، فَتَحَدَّثَ، ثُمَّ اسْتَأْذَنَ عُثْمَانُ، فَجَلَسَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَسَوَّى ثِيَابَهُ، فَدَخَلَ فَتَحَدَّثَ، فَلَمَّا خَرَجَ قَالَتْ عَائِشَةُ: دَخَلَ أَبُو بَكْرٍ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُمَرُ فَلَمْ تَهْتَشَّ لَهُ وَلَمْ تُبَالِهِ، ثُمَّ دَخَلَ عُثْمَانُ فَجَلَسْتَ وَسَوَّيْتَ ثِيَابَكَ فَقَالَ: أَلَا أَسْتَحِي مِنْ رَجُلٍ تَسْتَحِي مِنْهُ الْمَلَائِكَةُ
“Suatu ketika Rasulullah ﷺ sedang berbaring di rumah saya dengan membiarkan kedua pahanya atau kedua betisnya terbuka. Tak lama kemudian, Abu Bakar minta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah mempersilakannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang (tentang suatu hal). Lalu ‘Umar bin Khattab datang dan meminta izin kepada Rasulullah untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilakannya untuk masuk dalam kondisi beliau tetap seperti itu dan terus berbincang-bincang (tentang suatu hal). Kemudian ‘Utsman bin ‘Affan datang dan meminta izin kepada beliau untuk masuk ke dalam rumah beliau. Maka Rasulullah pun mempersilakannya untuk masuk seraya mengambil posisi duduk dan membetulkan pakaiannya. Lalu Utsman masuk dan langsung bercakap-cakap dengan beliau tentang berbagai hal. Setelah Utsman keluar dari rumah, ‘Aisyah bertanya, ‘Ya Rasulullah, tadi ketika Abu Bakar masuk ke rumah engkau tidak terlihat tergesa-gesa untuk menyambutnya. Kemudian ketika ‘Umar datang dan masuk, engkau pun menyambutnya dengan biasa-biasa saja. Akan tetapi ketika ‘Utsman bin ‘Affan datang dan masuk ke rumah maka engkau segera bangkit dari pembaringan dan langsung mengambil posisi duduk sambil membetulkan pakaian engkau. Sebenarnya ada apa dengan hal ini semua ya Rasulullah?’ Rasulullah ﷺ, ‘Wahai Aisyah, bagaimana mungkin aku tidak merasa malu kepada seseorang yang para malaikat saja merasa malu kepadanya?’.”([22])
Kedua : Malaikat terganggu dengan bau yang tidak enak (sedap).
Seperti dalam hadis di mana Nabi ﷺ menyebutkan bahwasanya malaikat terganggu dengan bau bawang dari mulut seseorang. Nabi ﷺ bersabda,
مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
“Barangsiapa makan bawang merah dan putih serta bawang bakung- janganlah dia mendekati masjid kami, karena sesungguhnya malaikat merasa terganggu dengan bau yang tidak enak sebagaimana anak cucu Adam juga merasa terganggu (disebabkan baunya).”([23])
Ketiga : Malaikat tidak masuk ke rumah yang ada anjing dan gambar makhluk atau patungnya. Nabi ﷺ bersabda,
لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ
“Sesungguhnya malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar (patung).”([24])
Keempat : Malaikat berbicara.
Banyak dalil yang menunjukkan hal ini, dan malaikat juga berbicara kepadanya banyak pihak. Di antaranya malaikat berbicara kepada Allah ﷻ. Sebagaimana dalam Al-Qur’an,
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, ‘Aku hendak menjadikan khalifah di bumi’. Mereka berkata, ‘Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?’ Dia berfirman, ‘Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” (QS. Al-Baqarah: 30)
Di antaranya juga malaikat berbicara kepada sesama para malaikat. Sebagaimana dalam hadis disebutkan,
إِذَا أَحَبَّ اللَّهُ عَبْدًا نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبَّهُ، فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ القَبُولُ فِي أَهْلِ الأَرْضِ
“Apabila Allah mencintai seorang hamba, maka Dia akan menyeru Jibril, ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah ia’. Maka Jibril pun mencintai orang tersebut, lalu Jibril menyeru kepada penghuni langit (para malaikat), ‘Sesungguhnya Allah mencintai fulan, maka cintailah fulan’. Maka penduduk langit pun mencintai orang tersebut, hingga akhirnya ditetapkan bagi fulan untuk diterima di bumi.”([25])
Demikian pula ketika Jibril membawa Nabi ﷺ mi’raj ke langit, maka setiap masuk ke langit berikutnya terjadi percakapan antara malaikat Jibril dan malaikat penjaga pintu langit.([26])
Di antaranya pula malaikat berbicara kepada para nabi, dan dalil akan hal ini sangat banyak. Malaikat berbicara kepada Nabi Muhammad ﷺ, kepada Nabi Ibrahim u, dan juga kepada Nabi Luth u, dan yang lainnya.
Di antaranya juga malaikat berbicara kepada orang-orang saleh. Seperti ketika malaikat Jibril datang kepada Maryam, sebagaimana firman Allah ﷻ,
فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا، قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا، قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَامًا زَكِيًّا
“Lalu Kami mengutus ruh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna. Dia (Maryam) berkata, ‘Sungguh, aku berlindung kepada Tuhan Yang Maha Pengasih terhadapmu, jika engkau orang yang bertakwa’. Dia (Jibril) berkata, ‘Sesungguhnya aku hanyalah utusan Tuhanmu, untuk menyampaikan anugerah kepadamu seorang anak laki-laki yang suci’.” (QS. Maryam: 17-19)
Demikian pula dalam hadis, di mana Nabi ﷺ bersabda,
زَارَ رَجُلٌ أَخًا لَهُ فِي قَرْيَةٍ، فَأَرْصَدَ اللَّهُ لَهُ مَلَكًا عَلَى مَدْرَجَتِهِ، فَقَالَ: أَيْنَ تُرِيدُ؟ قَالَ: أَخًا لِي فِي هَذِهِ الْقَرْيَةِ، فَقَالَ: هَلْ لَهُ عَلَيْكَ مِنْ نِعْمَةٍ تَرُبُّهَا؟ قَالَ: لَا، إِنِّي أُحِبُّهُ فِي اللَّهِ، قَالَ: فَإِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكَ، أَنَّ اللَّهَ أَحَبَّكَ كَمَا أَحْبَبْتَهُ
“Seorang laki-laki menziarahi saudaranya di suatu daerah. Maka Allah mengirim malaikat di jalan yang dia lewati. Maka malaikat itu bertanya, ‘Ke mana engkau hendak pergi?’. Lelaki tersebut berkata, ‘Aku hendak menziarahi saudaraku di kampung ini’. Malaikat bertanya, ‘Apakah karena dia mempunyai harta yang ada bersamamu dan sedang engkau pelihara?’ Lelaki tersebut menjawab, ‘Tidak, akan tetapi karena aku mencintainya karena Allah’. Maka malaikat berkata, ‘Sesungguhnya aku adalah utusan Rabbmu, yang diutus kepadamu mengabarkan bahwa Dia mencintaimu karena engkau mencintai saudaramu karena Allah’.”([27])
Di antaranya juga malaikat berbicara dengan orang yang tidak saleh, untuk memberi azab atau hukuman. Seperti ketika Allah ﷻ menguji tiga orang dari Bani Israil. Di antara mereka ada yang buta, korengan (kudis) di kepala, dan yang satunya lagi berpenyakit baros. Kemudian Allah mengutus malaikat untuk mengembalikan kesehatan mereka. Maka yang buta bisa melihat, yang korengan akhirnya tumbuh rambut di kepalanya dengan indah, kemudian yang berpenyakit baros akhirnya sembuh. Setelah itu, malaikat datang kedua kalinya kepada mereka dan menjelma dengan sosok yang berpenyakitan seperti penyakit mereka sedia kala. Intinya, yang berhasil lolos dari ujian adalah orang buta, adapun yang lainnya karena kufur nikmat maka Allah kembalikan kondisi mereka seperti sedia kala. Intinya kisah ini masyhur, dan di dalam kisah ini ada dialog antara malaikat dan orang-orang yang diuji tersebut.([28])
Di antaranya juga malaikat berbicara kepada penghuni surga. Seperti dalam surah Ar-Ra’d, kata Allah ﷻ,
جَنَّاتُ عَدْنٍ يَدْخُلُونَهَا وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ وَالْمَلَائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ، سَلَامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ
“(yaitu) surga-surga ‘Adn, mereka masuk ke dalamnya bersama dengan orang yang saleh dari nenek moyangnya, pasangan-pasangannya, dan anak cucunya, sedang para malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan), ‘Selamat sejahtera atasmu karena kesabaranmu’. Maka alangkah nikmatnya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ra’d: 23-24)
Demikian pula dalam ayat yang lain Allah ﷻ berfirman,
وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا وَفُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا سَلَامٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ
“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Tuhannya diantar ke dalam surga secara rombongan. Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (surga) dan pintu-pintunya telah dibukakan, penjaga-penjaganya (malaikat) berkata kepada mereka, ‘Keselamatan atasmu, berbahagialah kamu! Maka masuklah, kamu kekal di dalamnya’.” (QS. Az-Zumar: 73)
Di antaranya juga malaikat berbicara kepada para penghuni neraka. Allah ﷻ berfirman,
وَسِيقَ الَّذِينَ كَفَرُوا إِلَى جَهَنَّمَ زُمَرًا حَتَّى إِذَا جَاءُوهَا فُتِحَتْ أَبْوَابُهَا وَقَالَ لَهُمْ خَزَنَتُهَا أَلَمْ يَأْتِكُمْ رُسُلٌ مِنْكُمْ يَتْلُونَ عَلَيْكُمْ آيَاتِ رَبِّكُمْ وَيُنْذِرُونَكُمْ لِقَاءَ يَوْمِكُمْ هَذَا قَالُوا بَلَى وَلَكِنْ حَقَّتْ كَلِمَةُ الْعَذَابِ عَلَى الْكَافِرِينَ
“Orang-orang yang kafir digiring ke neraka Jahanam secara rombongan. Sehingga apabila mereka sampai kepadanya (neraka) pintu-pintunya dibukakan dan penjaga-penjaga (malaikat) berkata kepada mereka, ‘Apakah belum pernah datang kepadamu rasul-rasul dari kalangan kamu yang membacakan ayat-ayat Tuhanmu dan memperingatkan kepadamu akan pertemuan (dengan) harimu ini?’ Mereka menjawab, ‘Benar, ada’, tetapi ketetapan azab pasti berlaku terhadap orang-orang kafir.” (QS. Az-Zumar: 71)
Demikian juga dalam ayat yang lain,
وَنَادَوْا يَا مَالِكُ لِيَقْضِ عَلَيْنَا رَبُّكَ قَالَ إِنَّكُمْ مَاكِثُونَ
“Dan mereka berseru, ‘Wahai (Malaikat) Malik! Biarlah Tuhanmu mematikan kami saja’. Dia menjawab, ‘Sungguh, kamu akan tetap tinggal (di neraka ini)’.” (QS. Az-Zukhruf: 77)
Adapun menganggap malaikat tidak bisa berbicara dengan perkataan akan tetapi hanya bahasa tubuh, maka ini tidaklah benar([29]).
Kelima : Malaikat mendoakan kebaikan bagi orang-orang saleh, dan mendoakan keburukan bagi orang-orang yang buruk.
Ibnu Batthal -rahimahullah- berkata,
وَمَعْلُوْمٌ أَنَّ دُعَاءَ الْمَلَائِكَةِ مُجَابٌ
“Menjadi perkara yang lumrah diketahui bahwasanya doa para malaikat dikabulkan -oleh Allah ﷻ-.” ([30])
Sering kali Rasulullah ﷺ berdalil dengan doa malaikat bahwa barang siapa yang melakukan suatu kebaikan maka akan didoakan malaikat atau barang siapa yang melakukan suatu dosa akan dilaknat oleh malaikat atau hadis-hadis yang semisal dengan itu. Karena, sejatinya doa mereka dikabulkan oleh Allah ﷻ. Di antara contohnya adalah Rasulullah ﷺ pernah mengancam suatu perbuatan kemaksiatan, dimana malaikat akan mendoakan keburukan bagi pelakunya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ bersabda,
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ، هَاجِرَةً فِرَاشَ زَوْجِهَا، لَعَنَتْهَا الْمَلَائِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Apabila seorang wanita tidur sementara dia meninggalkan tempat tidur suaminya, maka malaikat akan melaknatnya hingga pagi hari.” ([31])
Kenapa Rasulullah ﷺ mengancam dengan doa dari malaikat? Tidaklah Nabi ﷺ mengancam suatu perbuatan keburukan dengan doa dari malaikat, kecuali karena doa malaikat pasti dikabulkan. Oleh karenanya, Ibnu Hajar -rahimahullah- mengomentari hadis ini,
وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى قَبُولِ دُعَاءِ الْمَلَائِكَةِ مِنْ خَيْرٍ أَوْ شَرٍّ لِكَوْنِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَوَّفَ بِذَلِكَ
“Pada hadis ini terdapat dalil bahwasanya doa malaikat itu dikabulkan, baik doa untuk kebaikan maupun doa keburukan, karena Nabi ﷺ memberi ancaman dengan doa malaikat.” ([32])
Artinya doa malaikat itu dikabulkan oleh Allah ﷻ, baik doa dalam kebaikan maupun keburukan.
Apabila seseorang didoakan kebaikan oleh malaikat, tentu dia akan merasa bahagia dengan doa tersebut, karena doa tersebut dari makhluk Allah ﷻ yang agung, tulus, perhatian terhadap orang-orang yang saleh dan akan dikabulkan oleh Allah ﷻ.
Disamping itu, di antara tafsir dari firman Allah ﷻ,
تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ. سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ
“Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhannya untuk mengatur semua urusan. Sejahteralah (malam itu) sampai terbit fajar.” (QS. Al-Qadr: 4-5)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa malaikat Jibril dan para malaikat turun ke bumi pada saat malam kemulian (lailatul qadr). Mereka turun untuk mendoakan orang-orang yang beriman, orang-orang yang sedang mendirikan salat malam, membaca Al-Qur’an, mentadabburi ayat-ayat Allah ataupun kegiatan-kegiatan ibadah di malam-malam ganjil, terutama pada sepuluh hari terakhir di bulan Ramadan.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
Asy-Syaikh Al-Albani mengomentari hadits ini dengan berkata :
“Hadis ini mengisyaratkan akan batilanya hadis yang masyhur di lisan masyarakat أَوَّلُ مَا خَلَقَ
اللهُ نُوْرُ نَبِيِّكَ يَا جَابِرُ “Yang pertama Allah ciptakan adalah cahaya Nabimu wahai Jabir” dan hadis-hadis yang semisalnya yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu álaihi wasallam diciptakan dari cahaya. Karena hadis ini merupakan dalil yang jelas bahwa hanya para malaikat-lah yang diciptakan dari cahaya bukan Adam dan anak keturunannya, maka perhatikanlah dan janganlah engkau termasuk orang-orang yang lalai.
Adapun yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Ahmad dalam kitabnya “As-Sunnah” (hal 151) dari Ikrimah ia berkata, خُلِقَتِ الْمَلاَئِكَةُ مِنْ نُوْرِ الْعِزَّةِ، وَخُلِقَ إِبْلِيْسُ مِنْ نَارِ الْعِزَّةَ “Malaikat diciptakan dari cahaya kemuliaan dan Iblis diciptakan dari cahaya kemuliaan”, demikian juga dari Abdullah bin ‘Amr dimana dia berkata, خَلَقَ اللهُ الْمَلاَئِكَةَ مِنْ نُوْرِ الذِّرَاعَيْنِ وَالصَّدْرِ “Allah menciptakan malaikat dari cahaya dua lengan bawah dan dada” maka ini semua adalah dari Isri’iliyaat yang tidak boleh dijadikan dalil, karena ia tidak datang dari Rasulullah yang benar dan dibenarkan shallallahu ‘alaihi wasallam” (As-Shahihah 1/820)
([3]) Al-Ibaanah al-Kubroo, Ibnu Batthoh 6/303.
Karenanya dalam banyak ayat Allah menamakan malaikat Jibril dengan ruh. Allah berfirman :
قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ
Katakanlah: “Ruhul Qudus (Jibril) menurunkan Al Quran itu dari Tuhanmu dengan benar, untuk meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)” (QS An-Nahl : 102)
نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ
“Dia (ak-Qurán) dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril)” (QS Asy-Syuáro : 193)
فَأَرْسَلْنَا إِلَيْهَا رُوحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا
“lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna” (QS Maryam : 17)
([4]) Sebagaimana yang disebut oleh Ahlul Kalam ketika mendefinisikan malaikat.
Az-Zamakhsyari al-Muktazili berkata, الْمَلاَئِكَةُ أَجْسَامٌ “Malaikat adalah jism-jism” (Tafsir al-Kassyaaf 4/261)
At-Taftazaani al-Ásyári berkata, الْمَلاَئِكَةُ أَجْسَامٌ لَطِيْفَةٌ “Malaikat adalah jism-jism yang lembut” (Syarh al-Maqoshid 2199)
Tentu yang dimaskud para ahlul kalam dengan jism malaikat bukanlah jism yang seperti fisik manusia dan hewan, maksud mereka adalah jism ruhani, akan tetapi sebaiknya kita tidak menggunakan lafal jism untuk malaikat karena secara bahasa lafal “jism” jika disebutkan maka yang dimaksud adalah jism sejenis dengan jism/badan manusia dan hewan.
([5]) Lihat penjelasan Ibnu Taimiyyah di : Majmu’ al-Fatawa 17/342
([6]) HR. Ibnu Majah No. 223, HR. Abu Daud No. 3641, HR. At-Tirmidzi No. 2682, dan dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
([9]) Lihat Tafsir Al-Manaar, Muhammad Rasyid Rido 1/212
([10]) HR Ahmad no 8043 dan dishahihkan oleh para pentahqiq al-Musnad.
Riwayat Abu Hurairah ini sangat jelas menyebutkan bahwa malaikat memeiliki telapak tangan. Telah datang dari para sahabat yang lain yang juga menyebutkan malaikat akan berjabat tangan akan tetapi tanpa menyebutkan “telapak” tangan. Diantaranya hadis dari Hanzholah (HR Muslim no 2750) dan Anas bin Malik (HR Ahmad no 12796)
([12]) Silsilah Hadis Ash-Shahihah No. 1078
([13]) Lihat HR. An-Nasa’i No. 4991
Hadis ini diragukan kesahihannya oleh sebagian orang, bahkan sebagian mereka mencela Abu Hurairah h. Menurut mereka, bagaimana mungkin malaikat bisa dipukul oleh seorang manusia? Para ulama banyak menjelaskan hal ini, dan di antara yang bagus penjelasannya adalah Ibnu Baththal dalam Syarah Shahih Al-Bukhari (3/322-323). Beliau menjelaskan bahwasanya malaikat diutus kepada Nabi Musa u adalah untuk diuji sebagaimana malaikat-malaikat diutus oleh Allah untuk menguji. Jadi, ketika pertama kali Allah mengutus malaikat maut kepada Nabi Musa u, bukan untuk mencabut nyawa Nabi Musa u, akan tetapi untuk mengujinya. Sebagaimana ketika Nabi Ibrahim u tidak sadar bahwa yang ditemuinya adalah malaikat (sehingga Nabi Ibrahim menghidangkan makanan), sebagaimana ketika Nabi Luth u juga tidak sadar bahwa yang bertamu ke rumahnya adalah malaikat (sehingga Nabi Luth merasa susah dan sempit dada), sebagaimana ketika Maryam juga tidak sadar bahwa yang masuk dalam ruangannya adalah malaikat (sehingga iapun berlindung kepada Allah), maka begitu pula dengan Nabi Musa u yang juga tidak sadar bahwa yang datang menemuinya adalah malaikat, sehingga Nabi Musa u memukul wajahnya karena masuk tanpa bilang-bilang. Oleh karenanya ketika malaikat datang kedua kalinya kepada Nabi Musa u, Nabi Musa u tidak kembali memukul malaikat tersebut karena adanya pembicaraan.
Di antara dalil bahwasanya malaikat maut ketika di kirim pertama kali bukan untuk mencabut nyawa Nabi Musa u adalah sebagaimana dalam hadis, dari ‘Aisyah i,
وَعَرَفْتُ الْحَدِيثَ الَّذِي كَانَ يُحَدِّثُنَا بِهِ وَهُوَ صَحِيحٌ فِي قَوْلِهِ: إِنَّهُ لَمْ يُقْبَضْ نَبِيٌّ قَطُّ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، ثُمَّ يُخَيَّرُ
“Saya teringat ucapan yang pernah beliau sampaikan kepada kami ketika beliau masih sehat, ‘Sesungguhnya seorang nabi tidaklah diwafatkan hingga diperlihatkan kepadanya tempatnya di surga, tetelah itu, ia pun dipersilakan untuk memilih’.” (HR. Muslim No. 2444)
Oleh karena itu, hadis dalam Shahih Bukhari ini adalah hadis yang sahih, tidak boleh diragukan kesahihannya. Adapun hadis tersebut memang berbicara tentang masalah gaib, sehingga tidak perlu kita terlalu dalam membahasnya karena kita sendiri tidak tahu secara detail hakikat malaikat.
([17]) Majmu’ al-Fatawa 16/192
([18]) Lihat Kejadian 18 : 1-8
([19]) Lihat Kejadian 19 : 1-4
([21]) Majmuu’ al-Fatawa 4/259.
Diantara yang menyelisihi tentang permasalahan ini adalah Ibnu Hazm :
وَلَا نَص وَلَا إِجْمَاع على أَن الْمَلَائِكَة تَمُوت وَلَو جَاءَ بذلك نَص لقلنا بِهِ بل الْبُرْهَان مُوجب أَن لَا يموتوا لِأَن الْجنَّة دَار لَا موت فِيهَا وَالْمَلَائِكَة
“Tidak ada nash dan juga ijmak yang menunjukan bahwa para malaikat akan mati. Seandainya datang nash tentang hal ini tentu kami akan berpendapat dengannya. Bahkan dalil menunjukan bahwasanya para malaikat tidak mati, karena surga adalah negeri yang tidak kematian di dalamnya, dan di surga ada malaikat” (Al-Fishol fi al-Milal wa an-Nihal wa al-Ahwaa 4/21)
Meskipun Ibnu Hazm tidak menyatakan kematian malaikat akan tetapi pendapat beliau tidaklah dibangun di atas syubhatnya para ahli filsafat, akan tetapi melainkan karena menurut beliau tidak ada dalil yang menunjukan akan hal tersebut.
([26]) Lihat Shahih Muslim No. 162, 1/145
([27]) HR. Bukhari No. 350 dalam Adabul Mufrad, dan dinyatakan sahih oleh Syaikh Al-Albani.
([28]) Lihat Shahih Muslim No. 2964
([29]) Sebagaimana Muhammad Rasyid Rido menukil pendapat Muhammad ‘Abduh tentang pembicaraan malaikat, yang seakan-akan Muhammad Rasyid Rido masih memandang bahwa yang dimaksud dengan perkataan malaikat kepada Allah bisa jadi perkataan kondisi (لِسَانُ الْحَالِ) sebagaimana perkataan langit dan bumi dalam firman Allah قَالَتَا أَتَيْنَا طَائِعِينَ (Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati” (QS Fusshilat : 11), bukan perkataan pembicaraan lisan (لِسَانُ الْمَقَالِ). (Lihat Tafsir al-Manaar 1/213)