BAB 2 : (RUKUN KEDUA) IMAN KEPADA MALAIKAT
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Kita tentu sangat tahu bahwasanya semakin kuat iman kita terhadap rukun-rukun iman, maka akan semakin kokoh pula akar-akar iman kita, karena rukun iman itu ibarat akar, semakin akarnya kuat maka akan semakin kuat pula pohonnya dan buahnya semakin indah. Oleh karenanya hendaknya kita berusaha mengukuhkan akar-akar keimanan kita, karena tentunya jika pohon keimanan kita semakin bagus dan semakin indah, maka tentu akan memberikan pengaruh terhadap derajat seseorang di akhirat dan juga derajat seseorang di surga kelak. Maka pembahasan kita pada kesempatan ini adalah tentang rukun iman yang kedua, yaitu Iman kepada malaikat.
Urgensi Iman Kepada Malaikat
Ada banyak urgensi dari iman kepada malaikat, dan kita bisa melihatnya dari poin-poin di bawah ini :
- Iman kepada malaikat termasuk rukun iman
Telah kita sebutkan bahwasanya iman itu memiliki banyak cabang, akan tetapi rukun iman kepada malaikat merupakan akar-akar keimanan, yang merupakan pokok-pokok utama, yang jika seseorang memperkuatnya maka dia akan memiliki buah atau pohon keimanan yang sangat baik. Oleh karenanya Allah ﷻ menyebutkan dalam banyak ayat di mana Allah ﷻ menggandengkan antara iman kepada Allah dengan iman kepada malaikat. Seperti firman Allah ﷻ,
وَلَكِنَّ الْبِرَّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالْكِتَابِ وَالنَّبِيِّينَ
“Akan tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir, malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi.” (QS. Al-Baqarah: 177)
Demikian juga firman Allah ﷻ,
وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا
“Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sungguh, orang itu telah tersesat sangat jauh.” (QS. An-Nisa’: 136)
Nabi ﷺ juga bersabda,
الْإِيمَان أَنْ تُؤْمِنَ بِاللهِ، وَمَلَائِكَتِهِ، وَكُتُبِهِ، وَرُسُلِهِ، وَالْيَوْمِ الْآخِرِ، وَتُؤْمِنَ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
“Iman adalah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para Rasul-Nya, hari akhir, dan takdir baik dan buruk.”([1])
Inilah dalil-dalil bahwasanya iman kepada malaikat memiliki urgensi yang sangat besar karena berkaitan dengan rukun iman.
- Terdapat penyimpangan-penyimpangan terkait iman kepada malaikat
Pembahasan iman kepada malaikat menjadi pembahasan yang cukup penting karena ada penyimpangan-penyimpangan dalam hal ini. Di antara penyimpangan-penyimpangan tersebut antara lain :
- Orang-orang Ateis tentu tidak akan beriman kepada malaikat. Jangankan beriman dengan malaikat, Tuhan saja mereka tidak mengimani([2]).
- Kaum musyrikin Arab yang mengkultuskan malaikat hingga menjadikan malaikat sebagai putri-putri Allah, dan penyimpangan mereka ini dijelaskan dalam banyak ayat, seperti firman Allah ﷻ,
وَجَعَلُوا الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثًا أَشَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ
“Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat hamba-hamba (Allah) Yang Maha Pengasih itu sebagai anak perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan (malaikat-malaikat itu)? Kelak akan dituliskan kesaksian mereka dan akan dimintakan pertanggungjawaban.” (QS. Az-Zukhruf: 19)
إِنَّ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِالْآخِرَةِ لَيُسَمُّونَ الْمَلَائِكَةَ تَسْمِيَةَ الْأُنْثَى
“Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, sungguh mereka menamakan para malaikat dengan nama perempuan.” (QS. An-Najm: 27)
Oleh karenanya ketika Allah ﷻ mencela orang-orang Nasrani dan Yahudi, Allah ﷻ mengatakan,
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan orang-orang Yahudi berkata, ‘Uzair putra Allah’, dan orang-orang Nasrani berkata, ‘Al-Masih putra Allah’. Itulah ucapan yang keluar dari mulut mereka. Mereka meniru ucapan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknat mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (QS. At-Taubah: 30)
Apa perkataan orang kafir sebelum mereka? Yaitu mereka mengatakan bahwasanya malaikat itu adalah putri-putri Allah. Maka tentu ini adalah kesyirikan karena menganggap bahwasanya Allah memiliki anak. Apabila kita melihat kebiasaan mereka yang suka membunuh anak perempuan, sementara mereka meyakini bahwa Tuhan memiliki anak perempuan, tentunya di sini kita bisa melihat kontradiktif yang sangat jelas.
- Bahkan sebagian kaum musyrikin Arab menyembah para malaikat.
Selain pengkultusan malaikat sebagai putri Allah, mereka juga ternyata menyembah para malaikat. Allah berfirman :
وَجَعَلُوا الْمَلَائِكَةَ الَّذِينَ هُمْ عِبَادُ الرَّحْمَنِ إِنَاثًا أَشَهِدُوا خَلْقَهُمْ سَتُكْتَبُ شَهَادَتُهُمْ وَيُسْأَلُونَ، وَقَالُوا لَوْ شَاءَ الرَّحْمَنُ مَا عَبَدْنَاهُمْ مَا لَهُمْ بِذَلِكَ مِنْ عِلْمٍ إِنْ هُمْ إِلَّا يَخْرُصُونَ
Dan mereka menjadikan malaikat-malaikat yang mereka itu adalah hamba-hamba Allah Yang Maha Pemurah sebagai orang-orang perempuan. Apakah mereka menyaksikan penciptaan malaika-malaikat itu? Kelak akan dituliskan persaksian mereka dan mereka akan dimintai pertanggung-jawaban. Dan mereka berkata: “Jikalau Allah Yang Maha Pemurah menghendaki tentulah kami tidak menyembah mereka (malaikat)“. Mereka tidak mempunyai pengetahuan sedikitpun tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga belaka” (QS Az-Zukhruf : 19-20)
Padahal ternyata yang mereka sembah bukanlah malaikat melainkan para jin. Allah ﷻ pada hari kiamat kelak memanggil malaikat, di mana Allah berkata kepada para malaikat,
أَهَؤُلَاءِ إِيَّاكُمْ كَانُوا يَعْبُدُونَ، قَالُوا سُبْحَانَكَ أَنْتَ وَلِيُّنَا مِنْ دُونِهِمْ بَلْ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ أَكْثَرُهُمْ بِهِمْ مُؤْمِنُونَ
“Apakah mereka ini dahulu menyembah kepadamu?” Para malaikat itu menjawab, ‘Mahasuci Engkau. Engkaulah pelindung kami, bukan mereka; bahkan mereka telah menyembah jin; kebanyakan mereka beriman kepada jin itu’.” (QS. Saba’: 40-41)
Maksudnya adalah dahulu para jin banyak yang mengaku sebagai malaikat, yang kemudian akhirnya disembah oleh orang-orang musyrikin([3]).
Meskipun malaikat ditugaskan oleh Allah untuk mengatur sebagaian kejadian alam akan tetapi malaikat sama sekali tidak memiliki rububiyah, malaikat tidak menciptakan sama sekali, mereka hanya menjalankan perintah Allah. Karenanya mereka tidak berhak untuk disembah. Allah berfirman memperingatkan jangan sampai menyembah para malaikat :
وَلَا يَأْمُرَكُمْ أَنْ تَتَّخِذُوا الْمَلَائِكَةَ وَالنَّبِيِّينَ أَرْبَابًا أَيَأْمُرُكُمْ بِالْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
“dan (tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai tuhan. Apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?” (QS Ali Ímron : 80)
- Penyimpangan para filsuf yang meyakini bahwa malaikat hanyalah kekuatan rohani manusia yang menyeru kepada kebaikan([4]). Mengapa mereka mengatakan demikian? Pemahaman mereka ini dibangun dari pemahaman bahwasanya kenabian adalah suatu perkara yang bisa diusahakan, sehingga menurut mereka siapa saja (manusia) bisa jadi nabi dengan melalui pelatihan-pelatihan dan cara-cara tertentu. Setelah itu maka akan timbul tiga kekuatan yaitu al-quwwah al-Qudsiyyah, quwwatu takhyil, dan quwwatu ta`tsir, yang akan menjadikan seseorang sebagai seorang nabi. Al-Quwwah al-Qudsiyyah (الْقُوَّةَ الْقُدْسِيَّةَ) yaitu kekuatan ilmiah yang lebih daripada biasanya yang mengakibatkan seseorang bisa meraih ilmu tanpa belajar. Quwwah Takhyiliyyah (قُوَّةٌ تَخَيُّلِيَّةٌ) yaitu berkhayal pada dirinya sendiri seakan-akan ada bentuk-bentuk atau mendengar suara-suara, sebagaimana seorang yang sedang mimpi melihat dan mendengar sesuatu dalam mimpinya. Yaitu maksud mereka bentu-bentuk khayalan tersebut adalah malaikat, dan suara-suara khayalan tersebut adah firman Allah. Intinya malaikat yang dilihat oleh para nabi hanyalah khayalan dan bukan hakekat. Quwwatu ta’tsir (قُوَّةُ التَّأْثِيْرِ) yaitu memberi pengaruh kepada umat (orang-orang) sehingga bisa memberi pengaruh kepada alam lalu munculah mukjizat. Dengan memiliki tiga kekuatan ini maka seseorang bisa menjadi nabi.([5])
Dengan demikian mereka mengatakan bahwa malaikat bukanlah penyambung dari Tuhan. Maka dengan demikian para ulama mengatakan bahwasanya meyakini bahwasanya kenabian adalah sesuatu perkara yang bisa diusahakan adalah kekufuran.
- Pemahaman yang meyakini adanya malaikat namun mengingkari bahwa malaikat memiliki sayap. Pernyataan ini diungkapkan oleh sebagian ahlil kalam([6]). Intinya, orang-orang terdahulu mengatakan bahwasanya sayap malaikat hanyalah simbol-simbol tertentu. Mengapa mereka mengatakan demikian? Tentunya karena akal mereka tidak sampai dalam memahami hal tersebut. Sulit bagi mereka untuk bisa memikirkan tentang sayap malaikat, terutama yang berjumlah ganjil. Allah ﷻ berfirman dalam Al-Qur’an,
الْحَمْدُ لِلَّهِ فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ جَاعِلِ الْمَلَائِكَةِ رُسُلًا أُولِي أَجْنِحَةٍ مَثْنَى وَثُلَاثَ وَرُبَاعَ يَزِيدُ فِي الْخَلْقِ مَا يَشَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathir: 1)
Jika sayap itu jumlahnya dua atau empat, maka tentu mudah untuk dipikirkan dan diterima oleh akal mereka, ada satu atau dua di kiri dan kanan. Akan tetapi berbeda ketika Allah ﷻ menyebutkan tiga, mereka mengatakan bahwa bentuk malaikat akan menjadi aneh, tidak seimbang. Akhirnya, akal mereka tidak bisa menerima bentuk sayap tersebut, dan mengatakan bahwasanya sayap malaikat hanyalah simbol-simbol tertentu, dan bukan sayap secara hakikat.([7])
- Sebagian orang jahil dari kaum muslimin yang mengolok-olok malaikat. Contoh seperti perkataan mereka tatkala Nabi ﷺ bersabda tentang malaikat,
إِذَا دَعَا الرَّجُلُ امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ، فَأَبَتْ أَنْ تَجِيءَ، لَعَنَتْهَا المَلاَئِكَةُ حَتَّى تُصْبِحَ
“Jika seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur, lalu ia enggan untuk memenuhi ajakan suaminya, maka ia akan dilaknat Malaikat hingga pagi.”([8])
Kata sebagian wanita, “Untuk apa malaikat mengurusi urusan rumah tangga seseorang?” Ini jelas di antara bentuk mengolok-olok malaikat.
Demikian juga dengan membuat cerita-cerita lucu tentang malaikat, maka hal ini sama saja kita sedang mengolok-olok malaikat, dan itu tidak boleh. Ketahuilah bahwa malaikat bukanlah makhluk yang hina, malaikat adalah makhluk yang agung. Mengapa mengolok-olok malaikat menjadi bentuk penyimpangan? Karena jika seseorang mengolok-olok malaikat maka dia tidak sedang mengagungkan malaikat, padahal Allah ﷻ sendiri mengagungkan para malaikat. Ketika dikatakan bahwa malaikat merupakan pasukan Allah, kemudian kita mengatakan sesuatu yang menganggap remeh para malaikat, maka kita telah melakukan hal yang tidak dibenarkan, yaitu tidak mengagungkan apa yang Allah agungkan.
- Memusuhi malaikat. Hal ini seperti kebiasaan orang-orang Yahudi, di mana mereka memusuhi malaikat Jibril. Allah ﷻ berfirman,
مَنْ كَانَ عَدُوًّا لِلَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَرُسُلِهِ وَجِبْرِيلَ وَمِيكَالَ فَإِنَّ اللَّهَ عَدُوٌّ لِلْكَافِرِينَ
“Barang siapa menjadi musuh Allah, malaikat-malaikat-Nya, rasul-rasul-Nya, dan musuh malaikat Jibril dan Mikail, maka sesungguhnya Allah musuh bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 98)
Jadi, menganggap malaikat sebagai musuh adalah kekufuran. Dan ketika kita membaca buku-buku sirah, maka akan kita dapati bahwa orang-orang Yahudi membenci malaikat Jibril.
Oleh karena banyaknya bentuk-bentuk penyimpangan yang terjadi dalam iman kepada malaikat, maka pembahasan yang benar tentang iman kepada malaikat menjadi hal yang urgen (penting).
- Beriman kepada malaikat akan memengaruhi kepribadian dan amal seseorang
Seseorang yang beriman kepada malaikat, maka pasti akan memberikan pengaruh terhadap kepribadian dan amalannya. Contohnya seperti seseorang yang beriman bahwa ada malaikat yang mencatat amal perbuatan, maka dia tidak akan sembarang berbicara, dan akan merasa malu kepada malaikat. Demikian pula seperti seseorang yang beriman dengan malaikat rahmat, maka dia tidak akan menyimpan patung atau memelihara anjing di rumahnya, sebagaimana yang datang dalam hadis,
لَا تَدْخُلُ الْمَلَائِكَةُ بَيْتًا فِيهِ كَلْبٌ وَلَا صُورَةٌ
“Sesungguhnya malaikat tidak akan memasuki rumah yang di dalamnya ada anjing dan gambar.”([9])
Demikian pula seseorang akan selalu menjaga bau mulut karena mengetahui bahwasanya malaikat tidak suka dengan bau yang menyengat, sebagaimana dalam sabda Nabi ﷺ,
فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
“Karena sesungguhnya malaikat merasa terganggu dengan bau yang tidak enak sebagaimana anak cucu Adam juga merasa terganggu (disebabkan baunya).”([10])
Maka seseorang yang beriman kepada malaikat akan senantiasa mengecek mulutnya bau atau tidak, kalau dia merasa bahwa mulutnya bau maka dia tidak akan ke masjid sampai mulutnya harum, karena dia tahu bahwasanya malaikat akan terganggu dengan bau yang tidak sedap. Demikian pula ketika beriman dengan malaikat, maka dia yakin bahwasanya ada malaikat yang menjaganya, bahkan malaikat dikirim untuk menjaganya, sebagaimana firman Allah ﷻ,
لَهُ مُعَقِّبَاتٌ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ يَحْفَظُونَهُ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ
“Baginya (manusia) ada malaikat-malaikat yang selalu menjaganya bergiliran, dari depan dan belakangnya. Mereka menjaganya atas perintah Allah.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Inilah beberapa urgensi dari iman kepada malaikat. Semoga kita semua bisa memahami dan mengamalkannya.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([2]) Secara umum seluruh manusia meyakini adanya malaikat, hanya segelintir orang nyeleneh saja yang tidak mengakui adaya malaikat. Kaum musyirikin dari umat-umat para nabi mereka juga mengakui adanya malaikat. Allah berfirman :
فَإِنْ أَعْرَضُوا فَقُلْ أَنْذَرْتُكُمْ صَاعِقَةً مِثْلَ صَاعِقَةِ عَادٍ وَثَمُودَ، إِذْ جَاءَتْهُمُ الرُّسُلُ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا اللَّهَ قَالُوا لَوْ شَاءَ رَبُّنَا لَأَنْزَلَ مَلَائِكَةً فَإِنَّا بِمَا أُرْسِلْتُمْ بِهِ كَافِرُونَ
Jika mereka (kaum musyrikin Arab) berpaling maka katakanlah: “Aku telah memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum ´Aad dan Tsamud”. Ketika para rasul datang kepada mereka dari depan dan belakang mereka (dengan menyerukan): “Janganlah kamu menyembah selain Allah”. Mereka menjawab: “Kalau Tuhan kami menghendaki tentu Dia akan menurunkan malaikat-malaikat-Nya, maka sesungguhnya kami kafir kepada wahyu yang kamu diutus membawanya” (QS Fushhilat : 13-14)
Kaum Nuh berkata :
مَا هَذَا إِلَّا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُرِيدُ أَنْ يَتَفَضَّلَ عَلَيْكُمْ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَأَنْزَلَ مَلَائِكَةً مَا سَمِعْنَا بِهَذَا فِي آبَائِنَا الْأَوَّلِينَ
“Dan kalau Allah menghendaki, tentu Dia mengutus beberapa orang malaikat. Belum pernah kami mendengar (seruan yang seperti) ini pada masa nenek moyang kami yang dahulu” (QS Al-Mukminun : 24)
Bahkan Firáun meskipun ia mengaku sebagai tuhan dan menampakan seakan-akan ia mengingkari adanya Tuhan, ternyata iapun berkata :
فَلَوْلَا أُلْقِيَ عَلَيْهِ أَسْوِرَةٌ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ جَاءَ مَعَهُ الْمَلَائِكَةُ مُقْتَرِنِينَ
“Mengapa tidak dipakaikan kepadanya gelang dari emas atau malaikat datang bersama-sama dia untuk mengiringkannya?” (QS Az-Zukhruf : 53)
وَفِي التَّفَاسِيرِ: أَنَّ حَيًّا يُقَالُ لَهُمْ بَنُو مُلَيْحٍ مِنْ خُزَاعَةَ كَانُوا يَعْبُدُونَ الْجِنَّ، وَيَزْعُمُونَ أَنَّ الْجِنَّ تَتَرَاءَى لَهُمْ، وَأَنَّهُمْ مَلَائِكَةٌ، وَأَنَّهُمْ بَنَاتُ اللَّهِ
“Dan di kitab-kitab tafsir (disebutkan) bahwasanya penghuni sebuah kampung yang dikenal dengan Banu Mulaih dari kabilah Khuzaáh mereka menyembah jin, dan mereka menyangka bahwa jin menampakan diri kepada mereka bahwasanya mereka adalah malaikat, dan mereka adalah putri-putri Allah” (Tafsir al-Qurthubi 14/309)
([4]) Lihat: Mu’taqad firaq al-Muslimin wa al-Yahud wa an-Nashara wa al-Watsaniyin fi Al-Malaikah Al-Muqarrabin karya Muhammad bin Abdul Wahhab Al-‘Aqil hal. 320-321
([5]) Lihat : Majmu’ al-Fatawa (11/229)
([6]) Sebagaimana dinukil oleh Al-Jaahidz dalam kitabnya “Al-Hayawaan” (3/231-234). Mereka menganggap jika jumlah sayap malaikat genap maka masih stabil dan seimbang untuk terbang, namun jika jumlah malaikat ganjil maka menurut mereka ini hanya menimbulkan ketidakseimbangan ketika terbang.