Urgensinya Tauhid al-Uluhiyah
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Pertama : Sesungguhnya intisari dakwah para nabi adalah menyeru kepada tauhid dan menjauhkan manusia dari segala bentuk kesyirikan.
Apakah para nabi tidak membahas tauhid rububiyah? Mereka juga membahasnya, akan tetapi inti sari dari dakwah mereka adalah tauhid uluhiyah. Kebanyakan umat seperti umat Nabi Shalih, Nabi Nuh, Nabi Hud, Nabi Ibrahim ‘alaihimussalam mengakui adanya Allah ﷻ, hanya saja mereka beribadah kepada selain Allah ﷻ. Oleh karenanya Allah ﷻ berfirman,
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ فَمِنْهُمْ مَنْ هَدَى اللَّهُ وَمِنْهُمْ مَنْ حَقَّتْ عَلَيْهِ الضَّلَالَةُ فَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَانْظُرُوا كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُكَذِّبِينَ
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”, maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya. Maka berjalanlah kamu dimuka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (QS. An-Nahl: 36)
Allah ﷻ berfirman,
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ فَقَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, lalu ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah oleh kamu Allah, (karena) sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain Dia. Maka mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (QS. Al-Mukminun: 23)
Allah ﷻ berfirman,
وَإِلَى عَادٍ أَخَاهُمْ هُودًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka, Hud. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain dari-Nya. Maka mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya?” (QS. Al-A’raf: 65)
Allah ﷻ berfirman,
وَإِلَى ثَمُودَ أَخَاهُمْ صَالِحًا قَالَ يَا قَوْمِ اعْبُدُوا اللَّهَ مَا لَكُمْ مِنْ إِلَهٍ غَيْرُهُ
“Dan (Kami telah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka Shaleh. Ia berkata: “Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya.” (QS. Al-A’raf: 73)
Sampai-sampai di antara kaumnya ada yang berkata,
قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Mereka berkata: “Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar”.” (QS. Al-A’raf: 70)
Sebaliknya dakwah yang selalu diserukan oleh setan dan Iblis adalah agar orang-orang terjerumus dalam kesyirikan. Inilah prioritas dakwah Iblis, yaitu agar manusia menjadi pengikutnya di Neraka jahanam. Sehingga Iblis berusaha menjerumuskan manusia ke dalam kesyirikan dengan berbagai macam model-modelnya.
Kedua : Tauhid uluhiyah mengandung tauhid rububiyah dan tauhid asma wasifat. Ini dikarenakan yang berhak disembah adalah yang esa dalam rububiyah dan esa dalam tauhid asma wasifat. Ketika kita tahu hanya Allah ﷻ yang menciptakan alam semesta maka hanya Allah ﷻ yang berhak untuk disembah. Jika ternyata ada dzat lain yang ikut dalam penciptaan alam semesta tentu dia juga berhak untuk disembah. Namun kenyataannya tidak ada yang ikut bersama Allah ﷻ dalam penciptaan alam semesta, karena Allah ﷻ maha esa dalam rububiyah-Nya. Keesaan dalam rububiyah artinya Allah ﷻ maha esa dalam menciptakan, menguasai alam semesta, dan mengatur alam semesta.
Dzat yang esa dalam rububiyah dan asma wasifat-Nya maka hanya dialah yang berhak untuk disembah. Jika ada selain Allah ﷻ yang ikut dalam menciptakan alam semesta dan sama kuatnya dengan Allah ﷻ maka dia juga berhak untuk disembah. Akan tetapi ketika Allah ﷻ esa dalam rububiyah dan sifat-sifatnya maka hanya Allah ﷻ yang berhak untuk disembah. Allah ﷻ berfirman,
قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ، اللَّهُ الصَّمَدُ، لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ، وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ
“Katakanlah (Muhammad), “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
Dari sini kita tahu bahwasanya tauhid uluhiyah adalah puncak. Karena hubungan antara uluhiyah, rububiyah, dan asma wasifat adalah:
- Orang yang mengakui rububiyah berkonsekuensi dia harus mentauhidkan uluhiyah.
- Orang yang mengakui asma wasifat berkonsekuensi dia harus mentauhidkan uluhiyah.
- Orang yang menauhidkan uluhiyah Allah ﷻ maka sudah pasti dia telah menauhidkan Allah ﷻ dari sisi rububiyah dan asma wasifat-Nya.
Ketiga : Allah ﷻ menciptakan jin dan manusia untuk tauhid uluhiyah. Allah ﷻ berfirman,
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ
“Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-zariyat: 56)
Tujuan kita diciptakan adalah beribadah kepada Allah ﷻ. Sehingga tauhid uluhiyah adalah tujuan dari penciptaan manusia dan jin.
Keempat: Perkara pertama yang wajib bagi mukalaf (manusia yang dibebani syariat) adalah tauhid uluhiyah. Seseorang yang pertama kali masuk Islam maka cukup baginya mengucapkan syahadatain.
Kelima : Banyaknya keutamaan yang diraih olah yang yang memurnikan tauhid al-Uluhiyah, diantaranya :
Pertama : Orang yang bertauhid dengan tauhid yang tinggi dan bersih dari segala bentuk kesyirikan maka akan diampuni dosa-dosanya.
Dalam hadits qudsi Allah ﷻ berfirman,
يَا ابْنَ آدَمَ إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي لاَ تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً
“Wahai anak Adam, jika engkau mendatangi-Ku dengan dosa sepenuh bumi kemudian engkau tidak berbuat syirik pada-Ku dengan sesuatu apa pun, maka Aku akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi itu pula.”([1])
Hadits Qudsi ini juga diperkuat dengan hadits Sahibul Bithaqah. Rasulullah ﷺ bersabda,
جُلٍ مِنْ أُمَّتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا فَيَقُولُ لاَ يَا رَبِّ فَيَقُولُ أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ ثُمَّ يَقُولُ أَلَكَ عُذْرٌ أَلَكَ حَسَنَةٌ فَيُهَابُ الرَّجُلُ فَيَقُولُ لاَ. فَيَقُولُ بَلَى إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ قَالَ فَيَقُولُ يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ فَيَقُولُ إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ. فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كِفَّةٍ وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ
“Ada seseorang yang terpilih dari umatku pada hari kiamat dari kebanyakan orang ketika itu, lalu dibentangkan catatan (rapor) amalnya yang berjumlah 99 catatan. Setiap catatan jika dibentangkan sejauh mata memandang. Kemudian Allah menanyakan padanya, “Apakah engkau mengingkari sedikit pun dari catatanmu ini?” Ia menjawab, “Tidak sama sekali wahai Rabbku.” Allah bertanya lagi, “Apakah yang mencatat hal ini berbuat zalim padamu?” Lalu ditanyakan pula, “Apakah engkau punya uzur atau ada kebaikan di sisimu?” Dipanggillah laki-laki tersebut dan ia berkata, “Tidak.” Allah pun berfirman, “Sesungguhnya ada kebaikanmu yang masih kami catat dan sungguh tidak akan ada kezaliman atasmu hari ini.” Lantas dikeluarkanlah satu bithaqah (kartu) yang bertuliskan syahadat ‘laa ilaha ilallah wa anna muhammadan ‘abduhu wa rosuluh’. Lalu ia bertanya, “Apa pengaruh kartu ini jika dibandingkan dengan catatan-catatanku yang penuh dosa tadi?” Allah berkata padanya, “Sesungguhnya engkau tidak akan dizalimi.” Lantas diletakkanlah catatan-catatan dosa di salah satu daun timbangan dan kartu ‘laa ilaha illallah’ di daun timbangan lainnya. Ternyata daun timbangan penuh dosa tersebut terkalahkan dengan beratnya kartu ‘laa ilaha illalah’ tadi.([2])
Setiap kita yang bertauhid memiliki bithaqah (kartu) laa ilaha illalah namun kualitasnya berbeda-beda. Semakin seseorang jauh dari segala bentuk kesyirikan dan ketergantungan pada selain Allah, dia senantiasa memperhatikan segala gerak-geriknya, tidak memandang kecuali karena Allah, tidak berucap melainkan karena Allah dan tidaklah dia melangkahkan kaki kecuali juga karena Allah ﷻ maka akan semakin berkualitas juga bithaqahnya. Muhammad bin Al-Fadl Al-Balkhi r pernah berkata,
وَقَالَ مُحَمَّدُ بْنُ الْفَضْلِ الْبَلْخِيُّ: مَا خَطَوْتُ مُنْذُ أَرْبَعِينَ سَنَةً خُطْوَةً لِغَيْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Aku tidak pernah melangkahkan kaki semenjak 40 tahun lamanya kepada selain Allah ﷻ”([3])
Demikian juga dalam hadits Muadz bin jabal h disebutkan,
وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لَا يُعَذِّبَ مَنْ لَا يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
“Sedangkan hak para hamba yang pasti dipenuhi Allâh ialah sesungguhnya Allâh tidak akan menyiksa orang yang tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun”([4])
Kedua : Demikian juga orang yang bertauhid adalah orang yang akan mendapatkan syafaat Rasulullah ﷺ terbanyak di hari kiamat kelak.
Rasulullah ﷺ bersabda ketika ditanya oleh Abu Hurairah h
مَنْ أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِكَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ؟
“Siapakah yang paling bahagia meraih syafaátmu pada hari kiamat?”
Beliau ﷺ pun menjawab,
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ، خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
“Orang yang paling bahagia dengan syafaatku di hari kiamat adalah orang yang mengucapkan ‘la ilaha illallah’ secara ikhlas dari kalbunya.”([5])
Nabi ﷺ juga bersabda,
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ. فَتَعَجَّلَ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ. وَإِنِّي اِخْتَبَأْتُ دَعْوَتِي شَفَاعَةً ِلأُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ. فَهِيَ نَائِلَةٌ، إِنْ شَاءَ اللهُ، مَنْ مَاتَ مِنْ أُمَّتِي لاَ يُشْرِكُ بِاللهِ شَيْئًا
“Setiap Nabi mempunyai doa yang mustajab (diperkenankan dengan cepat). Setiap Nabi segera mempergunakannya. Sesungguhnya aku menyimpan doa itu, untuk dapat memberi syafaat (pertolongan) kepada umatku di hari kiamat. doa tersebut Insya Allah maqbul, untuk umatku yang meninggal dunia tanpa menyekutukan Allah dengan suatu apapun.”([6])
Ketiga : Seseorang yang benar-benar memurnikan tauhidnya maka ia akan masuk surga tanpa hisab.
Asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menuliskan salah satu judul dalam kitab tauhidnya
بَابٌ مَنْ حَقَّقَ التَّوحِيدَ دَخَلَ الجَنَّةَ بِغَيرِ عَذَابٍ وَلَا حِسَابٍ
“Bab barang siapa yang memurnikan Tauhid akan masuk surga tanpa azab dan hisab”
Nabi ﷺ juga menyebutkan bahwa sifat-sifat orang-orang yang masuk surga tanpa hisab di antaranya,
هُمُ الَّذِينَ لاَ يَسْتَرْقُونَ وَلاَ يَكتوونَ وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ وَعَلَى رَبِّـهِمْ يَتَوَكَّلُونَ
“Mereka itu adalah orang yang tidak minta diruqyah, tidak melakukan kay dan tidak melakukan tathayyur serta mereka bertawakkal hanya kepada Rabb mereka.”([7])
Meminta untuk diruqyah adalah sesuatu yang tidak haram begitu pula berobat dengan kay, keduanya hanya sampai tingkatan makruh. Namun ketika seseorang tetap berusaha untuk tidak melakukan keduanya, hal ini menunjukkan tingkat tawakkalnya yang sangat tinggi kepada Allah ﷻ. Inilah sebab yang menjadikan mereka masuk surga tanpa azab dan tanpa hisab.
Metode Al-Qur’an Dalam Memerintahkan Untuk Bertauhid Uluhiyah.
Pertama: Al-Qur’an berdalil dengan pengakuan terhadap rububiyah untuk tauhid uluhiyah. Yang seperti ini sangat banyak di dalam Al-Qur’an, karena orang-orang musyrikin mengakui tauhid rububiyah. Ini adalah hal yang wajar, karena nenek moyang orang-orang Quraisy yaitu Nabi Ismail adalah orang yang membangun Kakbah. Kita dapati mereka beribadah haji, bernazar, dan banyak yang bernama Abdullah sebelum Nabi Muhammad ﷺ lahir. Nabi Muhammad ﷺ juga sering mendakwahi mereka di musim haji karena mereka musyrikin. Orang-orang musyrikin Arab menyembah Allah ﷻ dan juga menyembah berhala. Jumlah berhala yang berada di sekitar Kakbah berjumlah 360 berhala([8]). Patung-patung tersebut merupakan simbol dari orang-orang saleh yang mereka sembah. Padahal yang berhak hanyalah yang menciptakan alam semesta. Oleh karenanya di antara metode Al-Qur’an agar mereka meninggalkan perbuatan syirik adalah dengan memanfaatkan pengakuan mereka terhadap rububiyah. Contohnya Allah ﷻ berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ، الَّذِي جَعَلَ لَكُمُ الْأَرْضَ فِرَاشًا وَالسَّمَاءَ بِنَاءً وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَنْدَادًا وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa, Dialah yang menjadikan bumi sebagai hamparan bagimu dan langit sebagai atap, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu Dia menghasilkan dengan hujan itu segala buah-buahan sebagai rezeki untukmu; karena itu janganlah kamu mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kamu mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 21-22)
Allah ﷻ berfirman,
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?” Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah “Mengapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?” (QS. Yunus: 31)
Sering Allah ﷻ berdalil dengan pengakuan mereka terhadap rububiyah agar mereka bertauhid uluhiyah. Oleh karenanya dosa yang paling besar adalah dosa syirik, Nabi Muhammad ﷺ bersabda ketika ditanya,
أَيُّ الذَّنْبِ أَعْظَمُ؟ قَالَ: «أَنْ تَجْعَلَ لِلَّهِ نِدًّا وَهُوَ خَلَقَكَ»
“Dosa apakah yang paling besar di sisi Allah? Beliau menjawab; ‘Bila kamu menyekutukan Allah, padahal dialah yang menciptakanmu.” ([9])
Seandainya ada dua dzat yang menciptakanmu maka silahkan untuk menyembah keduanya. Namun ketika yang menciptakanmu hanya Allah ﷻ maka mengapa kamu menyembah selain Allah ﷻ? Kenapa kamu beribadah kepada mayat-mayat atau ruh-ruh? Mengapa kamu meminta kepada mayat-mayat orang saleh? Semua ini tidak boleh, kamu hanya diperbolehkan untuk menyembah Allah ﷻ karena hanya Allah ﷻ yang menciptakanmu.
Kedua: menjelaskan keburukan dan ketidakmampuan sembahan selain Allah ﷻ. Ini juga banyak di dalam Al-Qur’an. Allah ﷻ berfirman,
تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا. الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُنْ لَهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا. وَاتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ آلِهَةً لَا يَخْلُقُونَ شَيْئًا وَهُمْ يُخْلَقُونَ وَلَا يَمْلِكُونَ لِأَنْفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا وَلَا يَمْلِكُونَ مَوْتًا وَلَا حَيَاةً وَلَا نُشُورًا
“Maha suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Quran) kepada hamba-Nya, agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam, yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya. Kemudian mereka mengambil tuhan-tuhan selain daripada-Nya (untuk disembah), yang tuhan-tuhan itu tidak menciptakan apa pun, bahkan mereka sendiri diciptakan dan tidak kuasa untuk (menolak) sesuatu kemudaratan dari dirinya dan tidak (pula untuk mengambil) suatu manfaat pun dan (juga) tidak kuasa mematikan, menghidupkan dan tidak (pula) membangkitkan.” (QS. Al-Furqan: 1-3)
Dalam ayat ini Allah ﷻ menjelaskan tentang sembahan-sembahan yang tidak memiliki kemampuan. Ini seperti Nabi Ibrahim ‘alaihissalam ketika berbicara kepada ayahnya,
إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لَا يَسْمَعُ وَلَا يُبْصِرُ وَلَا يُغْنِي عَنْكَ شَيْئًا
“Ingatlah ketika ia berkata kepada bapaknya; “Wahai bapakku, mengapa kamu menyembah sesuatu yang tidak mendengar, tidak melihat dan tidak dapat menolong kamu sedikit pun?” (QS. Maryam: 42)
Allah ﷻ berfirman,
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِهِ فَلَا يَمْلِكُونَ كَشْفَ الضُّرِّ عَنْكُمْ وَلَا تَحْوِيلًا
“Katakanlah: “Panggillah mereka yang kamu anggap (tuhan) selain Allah, maka mereka tidak akan mempunyai kekuasaan untuk menghilangkan bahaya daripadamu dan tidak pula memindahkannya”. (QS. Al-Isra’: 56)
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ. وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ حَتَّى إِذَا فُزِّعَ عَنْ قُلُوبِهِمْ قَالُوا مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ قَالُوا الْحَقَّ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْكَبِيرُ
“Katakanlah: “Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu saham pun dalam (penciptaan) langit dan bumi dan sekali-kali tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu, sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata “Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?” Mereka menjawab: (Perkataan) yang benar”, dan Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. As-Saba’: 22-23)
Apakah sembahan yang kalian sembah selain Allah ﷻ pernah menciptakan lalat, biji-bijian, atau tumbuhan? Tidak ada sembahan selain Allah ﷻ yang bisa menciptakan sesuatu. Sembahan selain Allah ﷻ juga tidak pernah ikut serta dalam mengatur dan menciptakan langit dan bumi. Juga Allah ﷻ tidak pernah meminta bantuan sama sekali kepada selain-Nya. Allah ﷻ berfirman,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ ضُرِبَ مَثَلٌ فَاسْتَمِعُوا لَهُ إِنَّ الَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَنْ يَخْلُقُوا ذُبَابًا وَلَوِ اجْتَمَعُوا لَهُ وَإِنْ يَسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْئًا لَا يَسْتَنْقِذُوهُ مِنْهُ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوبُ
“Hai manusia, telah dibuat perumpamaan, maka dengarkanlah olehmu perumpamaan itu. Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah sekali-kali tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, tiadalah mereka dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Amat lemahlah yang menyembah dan amat lemah (pulalah) yang disembah.” (QS. Al-Hajj: 73)
Allah ﷻ berfirman,
وَالَّذِينَ تَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ مَا يَمْلِكُونَ مِنْ قِطْمِيرٍ. إِنْ تَدْعُوهُمْ لَا يَسْمَعُوا دُعَاءَكُمْ وَلَوْ سَمِعُوا مَا اسْتَجَابُوا لَكُمْ وَيَوْمَ الْقِيَامَةِ يَكْفُرُونَ بِشِرْكِكُمْ وَلَا يُنَبِّئُكَ مِثْلُ خَبِيرٍ
“Dia memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan menundukkan matahari dan bulan, masing-masing berjalan menurut waktu yang ditentukan. Yang (berbuat) demikian itulah Allah Tuhanmu, kepunyaan-Nya-lah kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru (sembah) selain Allah tiada mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tiada mendengar seruanmu; dan kalau mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu. Dan di hari kiamat mereka akan mengingkari kesyirikanmu dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagai yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” (QS. Fatir: 13-14)
Ini adalah contoh dari keburukan atau ketidakmampuan sembahan selain Allah ﷻ yang Allah ﷻ jelaskan di dalam Al-Qur’an.
Ketiga: Allah ﷻ mengingatkan kaum musyrikin Arab bahwa mereka ketika dalam kondisi genting mereka bertauhid. Allah ﷻ berfirman,
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) menyekutukan (Allah)” (QS. Al-‘Ankabut: 65)
Oleh karenanya di zaman kakeknya Nabi Muhammad ﷺ ketika raja Abrahah datang ingin menghancurkan kota Makkah maka semua orang meninggalkan sembahan-sembahan mereka dan berdoa kepada Allah ﷻ di Kakbah([10]). Oleh karenanya Allah ﷻ ingatkan orang musyrikin Arab: “Bahwa kalian pernah bertauhid dalam kondisi genting, maka lakukanlah tauhid tersebut dalam kondisi genting maupun dalam kondisi lapang. Jangan sampai kalian ketika dalam kondisi lapang meminta kepada berhala-berhala”.
Ini adalah beberapa metode Al-Qur’an dalam memerintahkan untuk bertauhid uluhiyah.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) HR. Tirmidzi no. 3540 dan dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Sahih At-Tirmidzi no. 3540
([2]) HR. Tirmidzi no. 2639 dan Ibnu Majah no. 4300, Syaikh Al-Albani dalam Misykat Al-Mashabih no. 5492 mengatakan bahwa hadits ini sanadnya sahih.
([3]) Lihat : Jami Al-‘Ulum wa Al-Hikam 1/214
([4]) HR. Bukhari no. 2856 dan Muslim no. 30
Dalam hadits ini Abu Hurairah tidak sedang bertanya kepada Nabi siapa yang berhak mendapatkan syafaat, akan tetapi beliau bertanya tentang siapakah orang yang paling bahagia dalam meraih syafaat. Karenanya beliau bertanya dengan menggunakan ism at-tafdhiil (أَسْعَدُ). Karenanya Nabi menjawab dengan menjelaskan bahwa orang yang paling berbahagia adalah orang yang ikhlas. Dan ikhlash di sini adalah ikhlash yang khusus, karena kita tahu bahwa ikhlash bertingkat-tingkat. (Lihat Irsyaad As-Saari, al-Qoshtholani 1/195).
([7]) HR. Ahmad no. 4339 dan Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad no. 911, hadits ini juga dinilai sahih oleh Al-Albani dalam Sahih Al-Adab Al-Mufrad no. 700.
([8]) Lihat: HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra No. 11233.