Kaum Musyrik Arab Beriman Dengan Tauhid Rububiyyah([1])
Oleh DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
Dalil-dalil yang menunjukan bahwa kaum musyrik Arab mengakui tauhid Rububiyyah
Sangat banyak dalil yang menunjukan bahwa kaum musyrik Arab mengakui dan meyakini tauhid Rububiyyah, bahwa Allah yang menciptakan dan mengatur alam semesta, yang memberi rezeki, serta yang menghidupkan dan mematikan.
Pertama: Dalil-dalil yang menunjukan ketika mereka ditanya siapakah yang mengatur alam semesta maka dengan serta merta mereka menjawab bahwa Allah yang mengatur seluruhnya. Di antaranya adalah ayat-ayat berikut:
Firman Allah:
قُلْ مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ وَالْأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الْأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللَّهُ فَقُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ
“Katakanlah: ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka katakanlah, ‘Mangapa kamu tidak bertakwa kepada-Nya)?’” (QS Yunus: 31)
قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ، قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ، قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ، سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ
“Katakanlah: ‘Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak ingat?’ Katakanlah: ‘Siapakah Empunya langit yang tujuh dan Empunya ´Arsy yang besar?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘Maka apakah kamu tidak bertakwa?’ Katakanlah: ‘Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab)-Nya, jika kamu mengetahui?’ Mereka akan menjawab: ‘Kepunyaan Allah.’ Katakanlah: ‘(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kamu ditipu?’” (QS al-Mu`minun: 84-89)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Maka mengapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar).” (QS al-‘Ankabut: 61)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Katakanlah: ‘Segala puji bagi Allah.’ Tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya).” (QS al-‘Ankabut: 63)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
“Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Allah.’ Katakanlah: ‘Segala puji bagi Allah.’ Tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.” (QS Luqman: 25)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka menjawab: ‘Allah.’” (QS al-Zumar: 38)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ خَلَقَهُنَّ الْعَزِيزُ الْعَلِيمُ
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?’ Niscaya mereka akan menjawab: ‘Semuanya diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.’” (QS al-Zukhruf: 9)
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَهُمْ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan sungguh jika kamu bertanya kepada mereka: ‘Siapakah yang menciptakan mereka?’ Niscaya mereka menjawab: ‘Allah.’ Maka bagaimanakah mereka dapat dipalingkan (dari menyembah Allah)?” (QS Az-Zukhruf: 87)
Kedua: Mereka juga berdoa kepada Allah. Tentu saja ini merupakan dalil yang kuat bahwa mereka mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Bahkan tatakala dalam keadaan terdesak mereka ikhlas beribadah kepada Allah. Di antara dalil-dalil tentang ini adalah:
Firman Allah:
فَإِذَا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يُشْرِكُونَ
“Maka apabila mereka naik kapal mereka mendoa kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya; Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka sampai ke darat, tiba-tiba mereka (kembali) mempersekutukan (Allah).” (QS al-‘Ankabut: 65)
Ibnu Jarir berkata:
يَقُولُ تَعَالَى ذِكْرُهُ: فَإِذَا رَكِبَ هَؤُلَاءِ الْمُشْرِكُونَ السَّفِينَةَ فِي الْبَحْرِ، فَخَافُوا الْغَرَقَ وَالْهَلَاكَ فِيهِ {دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ} يَقُولُ: أَخْلَصُوا لِلَّهِ عِنْدَ الشِّدَّةِ الَّتِي نَزَلَتْ بِهِمُ التَّوْحِيدَ، وَأَفْرَدُوا لَهُ الطَّاعَةَ، وَأَذْعَنُوا لَهُ بِالْعُبُودَةِ، وَلَمْ يَسْتَغِيثُوا بِآلِهَتِهِمْ وَأَنْدَادِهِمْ، وَلَكِنْ بِاللَّهِ الَّذِي خَلَقَهُمْ {فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبِرِّ} يَقُولُ: فَلَمَّا خَلَّصَهُمْ مِمَّا كَانُوا فِيهِ وَسَلَّمَهُمْ، فَصَارُوا إِلَى الْبَرِّ إِذَا هُمْ يَجْعَلُونَ مَعَ اللَّهِ شَرِيكًا فِي عِبَادَتِهِمْ، وَيَدْعُونَ الْآلِهَةَ وَالْأَوْثَانَ مَعَهُ أَرْبَابًا
“Allah berfirman bahwa apabila mereka kaum musyrik naik kapal di laut dan mereka takut tenggelam dan binasa di laut maka ((mereka pun berdoa kepada Allah dengan ikhlas)). Mereka mengikhlaskan tauhid kepada Allah tatkala dalam keadaan terdesak yang menimpa mereka. Merekapun mengesakan ketaatan hanya kepada Allah, dan mereka tunduk beribadah kepada Allah, mereka tidak ber-istighatsah kepada sesembahan-sesembahan mereka, akan tetapi mereka ber-istighatsah kepada Allah yang telah menciptakan mereka. ((Tatkala Allah menyelamatkan mereka ke darat)) yaitu tatkala Allah menghilangkan kesulitan mereka dan menyelamatkan sehingga akhirnya mereka tiba di darat, ternyata mereka kembali menjadikan sekutu bagi Allah dalam beribadah, dan mereka selain berdoa kepada Allah juga berdoa kepada sesembahan-sesembahan dan berhala-berhala mereka.” ([2])
Al-Qurthubi berkata:
قَوْلُهُ تَعَالَى: (فَإِذا رَكِبُوا فِي الْفُلْكِ) يَعْنِي السُّفُنَ وَخَافُوا الْغَرَقَ (دَعَوُا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ) أَيْ صَادِقِينَ فِي نِيَّاتِهِمْ، وَتَرَكُوا عِبَادَةَ الْأَصْنَامِ وَدُعَاءَهَا. (فَلَمَّا نَجَّاهُمْ إِلَى الْبَرِّ إِذا هُمْ يُشْرِكُونَ) أَيْ يَدْعُونَ مَعَهُ غَيْرَهُ
“((Maka jika mereka di lautan)) yaitu di atas kapal dan mereka takut tenggelam maka ((mereka pun berdoa kepada Allah dengan ikhlas)), meluruskan niat mereka dan meninggalkan peribadahan serta berdoa kepada berhala-berhala. Tatkala Allah menyelamatkan mereka ke darat mereka kembali berbuat kesyirikan yaitu mereka berdoa kepada Allah dan juga kepada selain Allah.” ([3])
Ketiga: Kaum musyrik juga beribadah kepada Allah. Tentu ini menunjukkan bahwa mereka mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Kaum musyrik juga melakukan ibadah haji, meskipun tercampuri dengan syirik dan bidah. Namun mereka berhaji kepada Allah. Talbiyah mereka menunjukan akan pengakuan mereka akan keesaan Allah dalam Rububiyyah. Ibnu ‘Abbas berkata:
كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَقُولُونَ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيكَ لَكَ – قَالَ – فَيَقُولُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « وَيْلَكُمْ قَدْ قَدْ ». فَيَقُولُونَ إِلاَّ شَرِيكًا هُوَ لَكَ تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ. يَقُولُونَ هَذَا وَهُمْ يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ
“Dahulu kaum musyrik berkata: ‘Labbaik laa syarika laka’ (Kami memenuhi panggilanmu Ya Allah, tidak ada syarikat bagi-Mu).” Maka Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata, “Celaka kalian, sudah cukup, cukup (yaitu jangan disambung lagi).” Namun kaum musyrik itu melanjutkan: “Kecuali sekutu yang merupakan milik-Mu, Engkau memilikinya dan dia tidak memiliki apa-apa.” Mereka mengucapkan ini tatkala mereka tawaf di Ka’bah.”([4])
Keempat: Ketika kaum musyrik melakukan kemaksiatan mereka mengklaim bahwa mereka diperintah oleh Allah untuk melakukannya.
Hal ini sebagaimana Allah kisahkan dalam firman-Nya:
وَإِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً قَالُوا وَجَدْنَا عَلَيْهَا آبَاءَنَا وَاللَّهُ أَمَرَنَا بِهَا
“Dan apabila mereka melakukan perbuatan keji, mereka berkata: ‘Kami mendapati nenek moyang kami mengerjakan yang demikian itu, dan Allah menyuruh kami mengerjakannya.’”
Maka Allah membantah mereka dengan firman-Nya:
قُلْ إِنَّ اللَّهَ لَا يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ أَتَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: ‘Sesungguhnya Allah tidak menyuruh (mengerjakan) perbuatan yang keji.’ Mengapa kamu mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.” (QS al-A’raf: 28)([5])
Kelima: Kaum musyrik berdalil dengan takdir Allah untuk melegalkan syirk yang mereka lakukan.
Allah berfirman:
وَقَالَ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا عَبَدْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ نَحْنُ وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ دُونِهِ مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ فَعَلَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَهَلْ عَلَى الرُّسُلِ إِلَّا الْبَلَاغُ الْمُبِينُ
“Dan berkatalah orang-orang musyrik: ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apapun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatupun tanpa (izin)-Nya.’ Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka; maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang.” (QS al-Nahl: 35)
سَيَقُولُ الَّذِينَ أَشْرَكُوا لَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا أَشْرَكْنَا وَلَا آبَاؤُنَا وَلَا حَرَّمْنَا مِنْ شَيْءٍ كَذَلِكَ كَذَّبَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ حَتَّى ذَاقُوا بَأْسَنَا قُلْ هَلْ عِنْدَكُمْ مِنْ عِلْمٍ فَتُخْرِجُوهُ لَنَا إِنْ تَتَّبِعُونَ إِلَّا الظَّنَّ وَإِنْ أَنْتُمْ إِلَّا تَخْرُصُونَ
“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan: ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apapun.’ Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah: ‘Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?’ Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta.” (QS al-An’am: 148)
Keenam: Kaum musyrik Arab di zaman Nabi serta di zaman Nabi-Nabi sebelumnya bukanlah mengingkari eksistensi Allah. Namun yang mereka ingkari adalah seruan untuk menyembah Allah semata.
Tentang kaum musyrik di Zaman Nabi shallallahu álaihi wasallam, Allah berfirman:
وَعَجِبُوا أَنْ جَاءَهُمْ مُنْذِرٌ مِنْهُمْ وَقَالَ الْكَافِرُونَ هَذَا سَاحِرٌ كَذَّابٌ، أَجَعَلَ الْآلِهَةَ إِلَهًا وَاحِدًا إِنَّ هَذَا لَشَيْءٌ عُجَابٌ
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: ‘Ini adalah seorang ahli sihir yang banyak berdusta.’ Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan Yang Satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan.” (QS Shad: 4-5)
Tentang kaum Nabi Shalih, Allah berfirman:
قَالُوا تَقَاسَمُوا بِاللَّهِ لَنُبَيِّتَنَّهُ وَأَهْلَهُ ثُمَّ لَنَقُولَنَّ لِوَلِيِّهِ مَا شَهِدْنَا مَهْلِكَ أَهْلِهِ وَإِنَّا لَصَادِقُونَ
“Mereka (dari kaum Tsamud) berkata: ‘Bersumpahlah kamu dengan nama Allah, bahwa kita sungguh-sungguh akan menyerangnya dengan tiba-tiba beserta keluarganya di malam hari, kemudian kita katakan kepada warisnya (bahwa) kita tidak menyaksikan kematian keluarganya itu, dan sesungguhnya kita adalah orang-orang yang benar.’” (QS al-Naml: 49)
Tentang kaum Nabi Hud, Allah berfirman:
قَالُوا أَجِئْتَنَا لِنَعْبُدَ اللَّهَ وَحْدَهُ وَنَذَرَ مَا كَانَ يَعْبُدُ آبَاؤُنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ
“Mereka berkata: ‘Apakah kamu datang kepada kami, agar kami hanya menyembah Allah saja dan meninggalkan apa yang biasa disembah oleh bapak-bapak kami? Maka datangkanlah azab yang kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar.’” (QS al-A’raf: 70)
Tentang kaum Nabi Syu’aib, Allah berfirman:
قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ إِنَّكَ لَأَنْتَ الْحَلِيمُ الرَّشِيدُ
“Mereka berkata: ‘Hai Syu´aib, apakah salatmu menyuruhmu agar kami meninggalkan apa yang disembah oleh bapak-bapak kami atau melarang kami memperbuat apa yang kami kehendaki tentang harta kami. Sesungguhnya kamu adalah orang yang sangat penyantun lagi berakal.’” (QS Hud: 87)
Ketujuh: Siapa yang menelaah kitab-kitab yang menjelaskan tentang sirah Nabi shallallahu álaihi wasallam maka ia akan mendapati:
- Banyak orang-orang musyrik yang bernama ‘Abdullah (hamba Allah).
- Mereka sangat menganggungkan Ka’bah. Mereka tahu bahwa Ka’bah adalah rumah Allah. Bahkan ketika Ka’bah dalam kondisi rusak maka mereka yang merenovasi Ka’bah.
- Seringkali kaum musyrik (Abu Jahl dan lain-lain) apabila bersumpah maka mereka bersumpah dengan nama Allah.
- Nabi shallallahu álaihi wasallam setiap musim haji mendakwahi kaum musyrik di Mina. Sebab kaum musyrik sedang melaksanakan ibadah haji juga.
Semua ini tidaklah mengherankan karena kaum Quraisy (kaum musyrik Mekah) semuanya adalah keturunan Nabi Isma’íl bin Ibrahim álaihimas salam. Keduanya telah membangun Ka’bah. Sehingga pengagungan terhadap Ka’bah terus terjaga pada keturunan mereka, meskipun kaum Quraisy melakukan syirik, sekalipun mengakui adanya Allah.
Pernyataan para salaf tentang hal ini
Berikut ini perkataan para sahabat dan tabiín yang menjelaskan akan hal ini.
Ibnu Jarir At-Thobari -Imamnya para ahli tafsir- dalam tafsirnya (Jaami’ul Bayaan ‘an takwiil Aayi Al-Qur’aan tatkala menafsirkan surat Yusuf ayat 106), beliau berkata :
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُمْ بِاللَّهِ إِلَّا وَهُمْ مُشْرِكُونَ} يَقُولُ تَعَالَى ذِكْرُهُ: وَمَا يُقِرُّ أَكْثَرُ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ وَصَفَ عَزَّ وَجَلَّ صِفَتَهُمْ بِقَوْلِهِ: {وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ} بِاللَّهِ، أَنَّهُ خَالِقُهُ وَرَازِقُهُ وَخَالِقُ كُلِّ شَيْءٍ، إِلَّا وَهُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ فِي عِبَادَتِهِمُ الْأَوْثَانَ وَالْأَصْنَامَ، وَاتِّخَاذِهِمْ مِنْ دُونِهِ أَرْبَابًا، وَزَعْمِهِمْ أَنَّهُ لَهُ وَلَدًا، تَعَالَى اللَّهُ عَمَّا يَقُولُونَ. وَبِنَحْوِ الَّذِي قُلْنَا فِي ذَلِكَ قَالَ أَهْلُ التَّأْوِيلِ
“Perkataan tentang penafsiran firman Allah “Dan tidaklah kebanyakan mereka beriman kepada Allah kecuali mereka berbuat kesyirikan” (QS Yusuf : 106)
Allah berkata : Dan tidaklah kebanyakan mereka –yaitu yang telah disifati oleh Allah dengan firmanNya وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ “Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya” (QS Yusuf : 105)- mengakui bahwasanya Allah pencipta mereka, pemberi rizki kepada mereka, dan pencipta segala sesuatu melainkan mereka berbuat kesyirikian kepada Allah dalam peribadatan mereka kepada patung-patung dan arca-arca dan menjadikan selain Allah sebagai tandingan bagi Allah dan persangkaan mereka bahwasanya Allah memiliki anak. Maha tinggi Allah dari apa yang mereka ucapkan. Dan para ahli tafsir berpendapat seperti pendapat kami ini” ([6])
Setelah itu Imam Ibnu Jarir At-Thobari menyebutkan perkataan para ahli tafsir dari kalangan para sahabat dan para tabi’in tentang tafsiran ayat ini. Beliau kemudian meriwayatkan dengan sanadnya dari Ibnu Abbas –radhiallahu ‘anhumaa-, beliau berkata :
مِنْ إِيمَانِهِمْ إِذَا قِيلَ لَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَاءَ، وَمَنْ خَلَقَ الْأَرْضَ، وَمَنْ خَلَقَ الْجِبَالَ؟ قَالُوا: اللَّهُ، وَهُمْ مُشْرِكُونَ
“Termasuk keimanan mereka adalah jika dikatakan kepada mereka : Siapakah yang menciptakan langit?, siapakah yang menciptakan bumi?, siapakah yang menciptakan gunung?, mereka menjawab : Allah. Namun mereka berbuat kesyirikan” ([7])
Ibnu Jarir juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Ikrimah –rahimahullah- beliau berkata :
مِنْ إِيمَانِهِمْ إِذَا قِيلَ لَهُمْ: مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ؟ قَالُوا: اللَّهُ، وَإِذَا سُئِلُوا: مَنْ خَلَقَهُمْ؟ قَالُوا: اللَّهُ وَهُمْ يُشْرِكُونَ بِهِ بَعْدُ
Termasuk kemimanan mereka adalah jika dikatakan kepada mereka: Siapakah yang menciptakan langit?, mereka menjawab : Allah. Jika mereka ditanya: Siapakah yang menciptakan kalian?, mereka menjawab : Allah. Padahal mereka berbuat kesyirikan kepada Allah” ([8])
Ikrimah juga berkata :
هُوَ قَوْلُ اللَّهِ: {وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ لَيَقُولَنَّ اللَّهُ}، فَإِذَا سُئِلُوا عَنِ اللَّهِ وَعَنْ صِفَتِهِ، وَصَفُوهُ بِغَيْرِ صِفَتِهِ، وَجَعَلُوا لَهُ وَلَدًا، وَأَشْرَكُوا بِهِ
“Itulah firman Allah “Jika engkau bertanya kepada mereka, siapakah yang menciptakan langit dan bumi?, maka mereka akan berkata : Allah” (QS Luqmaan : 25 dan Az-Zumar : 38). Maka jika mereka ditanya tentang Allah dan sifatNya maka mereka mensifati Allah dengan sifat-sifat yang bukan merupakan sifat-sifat Allah, dan mereka menjadikan bagi Allah anak, dan mereka berbuat kesyirikan kepada Allah” ([9])
Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dengan beberapa jalan dari Mujahid -rahimahullah-, diantaranya beliau berkata :
إِيمَانُهُمْ قَوْلُهُمُ: اللَّهُ خَالِقُنَا، وَيَرْزُقُنَا، وَيُمِيتُنَا، فَهَذَا إِيمَانٌ مَعَ شِرْكِ عِبَادَتِهِمْ غَيْرَهُ
“Keimanan mereka adalah perkataan mereka : Allah pencipta kami dan Yang memberi rizki kepada kami dan mematikan kami. Inilah keimanan (mereka) bersama keyirikan mereka dengan beribadah kepada selain Allah” ([10])
Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Qotaadah rahimahullah, beliau berkata :
فِي إِيمَانِهِمْ هَذَا، إِنَّكَ لَسْتَ تَلْقَى أَحَدًا مِنْهُمْ إِلَّا أَنْبَأَكَ أَنَّ اللَّهَ رَبُّهُ، وَهُوَ الَّذِي خَلَقَهُ، وَرَزَقَهُ، وَهُوَ مُشْرِكٌ فِي عِبَادَتِهِ
“Keimanan mereka ini, (yaitu) tidaklah engkau bertemu dengan seorangpun dari mereka kecuali ia mengabarkan kepadamu bahwasanya Allah adalah Robnya, dan Dialah yang telah menciptakannya dan memberi rizki kepadanya. Padahal dia berbuat kesyirikan dalam ibadahnya” ([11])
Ibnu Jarir At-Thobari juga meriwayatkan dengan sanadnya dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam rahimahullah, beliau berkata :
لَيْسَ أَحَدٌ يَعْبُدُ مَعَ اللَّهِ غَيْرَهُ إِلَّا وَهُوَ مُؤْمِنٌ بِاللَّهِ، وَيَعْرِفُ أَنَّ اللَّهَ رَبَّهُ، وَأَنَّ اللَّهَ خَالِقُهُ وَرَازِقُهُ، وَهُوَ يُشْرِكُ بِهِ، أَلَا تَرَى كَيْفَ قَالَ إِبْرَاهِيمُ: {أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ، أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الْأَقْدَمُونَ، فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلَّا رَبَّ الْعَالَمِينَ} قَدْ عَرَفَ أَنَّهُمْ يَعْبُدُونَ رَبَّ الْعَالَمِينَ مَعَ مَا يَعْبُدُونَ، قَالَ: فَلَيْسَ أَحَدٌ يُشْرِكُ بِهِ إِلَّا وَهُوَ مُؤْمِنٌ بِهِ، أَلَا تَرَى كَيْفَ كَانَتِ الْعَرَبُ تُلَبِّي، تَقُولُ: لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ، لَا شَرِيكَ لَكَ، إِلَّا شَرِيكٌ هُوَ لَكَ، تَمْلِكُهُ وَمَا مَلَكَ؟ الْمُشْرِكُونَ كَانُوا يَقُولُونَ هَذَا
“Tidak seorangpun yang menyembah selain Allah –bersama penyembahannya terhadap Allah- kecuali ia beriman kepada Allah dan mengetahui bahwasanya Allah adalah Robnya, dan Allah adalah penciptanya dan pemberi rizkinya, dan dia berbuat kesyirikan kepada Allah. Tidakkah engkau lihat bagaimana peraktaan Nabi Ibrahim :
قَالَ أَفَرَأَيْتُمْ مَا كُنْتُمْ تَعْبُدُونَ، أَنْتُمْ وَآبَاؤُكُمُ الأقْدَمُونَ، فَإِنَّهُمْ عَدُوٌّ لِي إِلا رَبَّ الْعَالَمِينَ
Ibrahim berkata: “Maka Apakah kamu telah memperhatikan apa yang selalu kamu sembah, kamu dan nenek moyang kamu yang dahulu?, karena Sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, kecuali Tuhan semesta alam (QS As-Syu’aroo 75-77)
Nabi Ibrahim telah mengetahui bahwasanya mereka menyembah (juga) Allah bersama dengan penyembahan mereka kepada salain Allah. Tidak seorangpun yang berbuat syirik kepada Allah kecuali ia beriman kepadaNya. Tidakkah engkau lihat bagaimana orang-orang Arab bertalbiah?, mereka berkata : “Kami memenuhi panggilanmu Ya Allah, kami memenuhi panggilanmu, tidak ada syarikat bagiMu, kecuali syarikat milikMu yang Engkau menguasainya dan dia tidak memiliki apa-apa”. Kaum musyrikin Arab dahulu mengucapkan talbiah ini” ([12])
Inilah penafsiran sahabat dan para tabi’in, semuanya sepakat bahwasanya kaum musyrikin mengakui bahwa Allah pencipta mereka dan yang member rizki kepada mereka.
Pernyataan para ahli tafsir tentang pengakuan kaum musyrikin Arab terhadap tauhid Ar-Rububiyah
Pertama : Ibnu Jarir At-Thobari (224 H-310 H), beliau berkata,
الْقَوْلُ فِي تَأْوِيلِ قَوْلِهِ تَعَالَى: {وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهَا لَيَقُولُنَّ اللَّهُ، قُلِ الْحَمْدُ لِلَّهِ، بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ} يَقُولُ تَعَالَى ذِكْرُهُ لِنَبِيِّهِ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: وَلَئِنْ سَأَلْتَ يَا مُحَمَّدُ هَؤُلَاءِ الْمُشْرِكِينَ بِاللَّهِ مِنْ قَوْمِكَ: مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً، وَهُوَ الْمَطَرُ الَّذِي يُنَزِّلُهُ اللَّهُ مِنَ السَّحَابِ … لَيَقُولُنَّ: الَّذِي فَعَلَ ذَلِكَ اللَّهُ … فَهُمْ لِجَهْلِهِمْ يَحْسِبُونَ أَنَّهُمْ لِعِبَادَتِهِمُ الْآلِهَةَ دُونَ اللَّهِ، يَنَالُونَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ زُلْفَةً وَقُرْبَةً، وَلَا يَعْلَمُونَ أَنَّهُمْ بِذَلِكَ هَالِكُونَ مُسْتَوْجِبُونَ الْخُلُودَ فِي النَّارِ.
“Perkataan tentang tafsir firman Allah, “Dan Sesungguhnya jika kamu menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”, Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami(nya) (QS Al-‘Ankabuut : 63)
Allah berkata kepada NabiNya Muhammad –shallallahu ‘alaihi wa sallam- : Jika engkau –wahai Muhammad- bertanya kepada mereka yaitu orang-orang yang musyrik kepada Allah dari kaummu “Siapakah yang menurunkan air dari langit –yaitu air hujan yang Allah turunkan dari awan-, lalu dengan air tersebut Allah menumbuhkan bumi dengan menumbuhkan tumbuhan??…”
Sungguh mereka (kaum musyrikin Arab -red) akan menjawab : Allahlah yang telah melakukan semua itu”…
Maka karena kebodohan mereka, mereka menyangka bahwasanya dengan ibadah yang mereka lakukan kepada sesembahan-sesembahan mereka selain Allah maka mereka akan meraih kedekatan di sisi Allah. Mereka tidak tahu bahwasanya dengan ibadah mereka tersebut menyebabkan kebinasaan mereka, menjadikan mereka kekal di dalam api neraka” ([13])
Para pembaca yang budiman dari perkataan Ibnu Jarir At-Thobari di atas sangatlah jelas dua perkara;
– Ibnu Jarir menyatakan bahwa kaum musyrikin Arab di zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengakui bahwa Allah-lah yang menurunkan air hujan dan menumbuhkan tanaman di bumi
– Ibnu Jarir menyatakan bahwasanya kesyirikan kaum musyrikin Arab yaitu mereka menjadikan sesembahan-sesembahan mereka sebagai sarana untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah.
Dan sebagaimana telah berlalu nukilan perkataan Ibnu Jarir At-Thobari diatas tatkala menafsirkan QS Yusuf : 106 dimana beliau dengan sangat tegas menjelaskan bahwasanya kaum musyrikin dahulu mengakui bahwasanya Allah adalah pencipta mereka dan pemberi rizki kepada mereka. Bahkan beliau menegaskan bahwa pendapat ini adalah pendapat para ahli tafsir. Dan Ibnu Jarir tidak menyebutkan adanya khilaf diantara para ahli tafsir dalam hal ini. Padahal kebiasaannya Ibnu Jarir jika ada khilaf diantara para ahli tafsir maka ia akan menyebutkannya.
Kedua : Az-Zamakhsyari (467 H-538 H)
Beliau berkata dalam kitab tafsir beliau Al-Kasysyaaf :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّماواتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ، الضمير في سَأَلْتَهُمْ لأهل مكة فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ فكيف يصرفون عن توحيد الله وأن لا يشركوا به، مع إقرارهم بأنه خالق السماوات والأرض
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”. (QS Al-‘Ankabuut : 61)
“Kata ganti (orang ketiga jamak-red) dalam firman Allah (Jika engkau bertanya kepada mereka) yang dimaksud adalah penduduk kota Mekah. (Maka bagaimana mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)), bagaimana mereka bisa dipalingkan dari bertauhid kepada Allah dan dipalingkan dari tidak berbuat kesyirikan kepada Allah?? Padahal mereka mengakui bahwasanya Allah pencipta langit dan bumi” ([14])
Sangatlah jelas bahwasanya Az-Zamakhsyari menetapkan bahwasanya kaum musyrikin kota Mekah mengakui bahwasanya Allah pencipta langit dan bumi, akan tetapi pengakuan mereka tersebut tidak membuat mereka mentauhidkan Allah dalam uluhiyah (peribadatan).
Ketiga : Al-Fakhr Ar-Roozi (544 H – 604 H)
Beliau berkata dalam tafsiir beliau tentang firman Allah :
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّماواتِ وَالْأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُولُنَّ اللَّهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Dan Sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” tentu mereka akan menjawab: “Allah”. (QS Al-‘Ankabuut : 61)
Beliau berkata :
ثُمَّ قَالَ تَعَالَى: فَأَنَّى يُؤْفَكُونَ يَعْنِي هُمْ يَعْتَقِدُونَ هَذَا فَكَيْفَ يُصْرَفُونَ عَنْ عِبَادَةِ اللَّهِ، مَعَ أَنَّ مَنْ عُلِمَتْ عَظَمَتُهُ وَجَبَتْ خدمته، ولا عظمة فوق عظمة خالق السماوات وَالْأَرْضِ
“Kemudian Allah berfirman ‘Maka bagaimana mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)’ yaitu mereka (kaum musyrikin-red) mengakui hal ini (bahwasanya Allah maha pencipta-red) maka bagaimana mereka bisa dipalingkan dari peribadatan kepada Allah?. Padahal barangsiapa yang mengetahui keagungan Allah maka wajib baginya untuk tunduk kepadaNya, dan tidak ada keagungan yang lebih tinggi dari keagungan Pencipta langit dan bumi” ([15])
Keempat : Imam Al-Qurtubi (wafat 671 H)
Beliau berkata ;
قَوْلُهُ تَعَالَى: (وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ نَزَّلَ مِنَ السَّماءِ مَاءً) أَيْ مِنَ السَّحَابِ مَطَرًا. (فَأَحْيا بِهِ الْأَرْضَ مِنْ بَعْدِ مَوْتِها) أَيْ جَدْبِهَا وَقَحْطِ أَهْلِهَا. (لَيَقُولُنَّ اللَّهُ) أَيْ فَإِذَا أَقْرَرْتُمْ بِذَلِكَ فَلِمَ تُشْرِكُونَ بِهِ وَتُنْكِرُونَ الْإِعَادَةَ.
“Firman Allah “Jika engkau bertanya kepada mereka : Siapakah yang menurunkan air dari langit” yaitu hujan yang turun dari awan, “Lalu Allah menghidupkan bumi dengan air tersebut setelah matinya bumi” yaitu musim kemarau dan kering ??, maka “mereka benar-benar akan berkata Allah”. Yakni jika kalian mengakui hal ini maka kenapa kalian berbuat syirik kepada Allah dan mengingkari pengembalian (yaitu Allah menghidupkan kembali mayat-mayat dari kuburan mereka pada hari kiamat kelak-red)?? …”([16])
Dari perkataan Al-Qurtubi di atas sangatlah jelas dua perkara ;
– Imam al-Qurthubi menyatakan bahwasanya kaum musyrikin mengakui bahwasanya Allah-lah yang telah menurunkan air hujan.
– Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwasanya pengakuan mereka ini dijadikan dalil oleh Allah untuk melazimkan mereka untuk beriman kepada tauhid ululhiyah (yaitu dengan tidak berbuat kesyirikan) dan melazimkan mereka untuk beriman dengan hari kiamat, dimana Allah mampu untuk menghidupkan kembali mayat-mayat dari kuburan mereka.
Kelima : Abu Hayyaan Al-Andalusi (wafat 745 H)
Beliau rahimahullah berkata :
لَمَّا أَخْبَرَ بِأَنَّهُمْ مُقِرُّونَ بِأَنَّ مُوجِدَ الْعَالَمِ، وَمُسَخِّرَ النَّيِّرَيْنِ، وَمُحْيِيَ الْأَرْضِ بَعْدَ مَوْتِهَا هُوَ اللَّهُ، كَانَ ذَلِكَ الْإِقْرَارُ مُلْزِمًا لَهُمْ أَنَّ رَازِقَ الْعِبَادِ إِنَّمَا اللَّهُ هُوَ الْمُتَكَفِّلُ بِهِ. وَأَمَرَ رَسُولَهُ بِالْحَمْدِ لَهُ تَعَالَى، لِأَنَّ فِي إِقْرَارِهِمْ تَوْحِيدَ اللَّهِ بِالْإِبْدَاعِ وَنَفْيَ الشُّرَكَاءِ عَنْهُ فِي ذَلِكَ، وَكَانَ ذَلِكَ حُجَّةٌ عَلَيْهِمْ، حَيْثُ أَسْنَدُوا ذَلِكَ إِلَى اللَّهِ وَعَبَدُوا الْأَصْنَامَ. بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْقِلُونَ، حَيْثُ يُقِرُّونَ بِالصَّانِعِ الرَّازِقِ الْمُحْيِي، وَيَعْبُدُونَ غَيْرَهُ
“Dan tatkala Allah mengabarkan bahwasanya mereka mengakui bahwasanya pencipta alam semesta, pengatur matahari dan bulan, dan yang menghidupkan bumi setelah matinya adalah Allah maka pengakuan mereka itu melazimkan (memberikan konsekuensi) kepada mereka (untuk mengakui-red) bahwasanya pemberi rizki kepada para hamba adalah hanyalah Allah, Dialah yang menanggung rizki para hamba. Dan Allah memerintahkan Rasulullah untuk memuji Allah karena pada pengakuan mereka tersebut yaitu mentauhidkan Allah dalam penciptaan dan tidak adanya syarikat bagi Allah dalam penciptaan maka hal itu merupakan hujjah untuk membantah mereka. Karena mereka menyandarkan hal tersebut (penciptaan) kepada Allah namun mereka menyembah berhala. “Dan kebanyakan mereka tidak berakal” karena mereka mengakui Allah sang pencipta dan yang menghidupkan akan tetapi mereka menyembah selain Allah” ([17])
Pernyataan Abul Hayyaan Al-Andalusi rahimahullah di atas jelas menunjukan bahwa :
– Beliau menyatakan bahwa kaum musyrikin mengakui bahwasanya Allah satu-satunya pencipta, bahkan Abul Hayyan menegaskan bahwasanya mereka kaum musyrikin mentauhidkan Allah dalam penciptaan
– Beliau menyatakan bahwa pengakuan kaum musyrikin ini merupakan hujjah yang menjadi bumerang untuk membantah mereka sendiri agar mereka meninggalkan penyembahan berhala.
Keenam : Ibnu Katsir (774 H)
Beliau berkata tatkala menafsirkan firman Allah QS Al-‘Ankabuut :61:
يَقُولُ تَعَالَى مُقَرِّرًا أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ، لِأَنَّ الْمُشْرِكِينَ الَّذِينَ يَعْبُدُونَ معه غيره معترفون بأنه الْمُسْتَقِلُّ بِخَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالشَّمْسِ وَالْقَمَرِ وَتَسْخِيرِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ، وَأَنَّهُ الْخَالِقُ الرَّازِقُ لِعِبَادِهِ وَمُقَدِّرٌ آجالهم، واختلافها واختلاف أرزاقهم، فتفاوت بَيْنَهُمْ، فَمِنْهُمُ الْغَنِيُّ وَالْفَقِيرُ وَهُوَ الْعَلِيمُ بِمَا يُصْلِحُ كُلًّا مِنْهُمْ، وَمَنْ يَسْتَحِقُّ الْغِنَى مِمَّنْ يستحق الفقر، فذكر أنه المستقل بِخَلْقِ الْأَشْيَاءِ الْمُتَفَرِّدِ بِتَدْبِيرِهَا، فَإِذَا كَانَ الْأَمْرُ كَذَلِكَ، فَلِمَ يُعْبَدُ غَيْرُهُ؟ وَلِمَ يُتَوَكَّلُ عَلَى غَيْرِهِ؟ فَكَمَا أَنَّهُ الْوَاحِدُ فِي مُلْكِهِ فَلْيَكُنِ الْوَاحِدَ فِي عِبَادَتِهِ، وَكَثِيرًا مَا يُقَرِّرُ تَعَالَى مَقَامَ الْإِلَهِيَّةِ بِالِاعْتِرَافِ بِتَوْحِيدِ الرُّبُوبِيَّةِ. وَقَدْ كَانَ الْمُشْرِكُونَ يَعْتَرِفُونَ بِذَلِكَ، كَمَا كَانُوا يَقُولُونَ فِي تَلْبِيَتِهِمْ: لَبَّيْكَ لَا شَرِيكَ لَكَ، إِلَّا شَرِيكًا هُوَ لَكَ، تَمْلِكُهُ وما ملك
“Karena orang-orang musyrik –yang menyembah Allah dan juga selain Allah- mengakui bahwasanya Allah bersendirian dalam menciptakan langit dan bumi, matahari dan bula, pengaturan malam dan siang, dan mereka mengakui bahwasanya Allah adalah Maha Pencipta dan Maha Pemberi bagi hamba-hambaNya…
Jika perkaranya demikian maka kenapa menyembah selain Allah?, kenapa bertawakal kepada selainNya?. Sebagaimana Allah Maha Esa dalam kerajaanNya maka hendaknya Allah juga Maha Esa di dalam penyembahanNya.
Sering kali Allah menetapkan uluhiyyahNya dengan (berdalil dengan) pengakuan (kaum musyrikin) tehadap rububiyyahNya. Kaum musyrikin Arab mengakui rububiyyah Allah, sebagaimana mereka berkata dalam talbiyah mereka : “Kami memenuhi panggilanMu Ya Allah, tidak ada syarikat bagimu, kecuali syarikat milik-Mu yang Engkau memilikinya dan dia tidak memiliki apa-apa” ([18])
Demikianlah para pembaca budiman nukilan dari perkataan para ahli tafsiir. Sangatlah jelas bahwasanya mereka seluruhnya bersepakat dalam:
– Bahwasanya kaum musyrikin Arab mengakui keesaan Allah dalam penciptaan dan pengaturan alam semesta
– Pengakuan mereka tersebut (mereka mentauhidkan Allah dalam rububiyyah) seharusnya menjadikan mereka bertauhid kepada Allah dalam uluhiyyah (peribadatan)
Adapun firman Allah:
وَإِذا قيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمنِ قالُوا وَمَا الرَّحْمنُ أَ نَسْجُدُ لِما تَأْمُرُنا وَزادَهُمْ نُفُوراً
“Dan apabila dikatakan kepada mereka:” Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang”, mereka menjawab:” Siapakah Ar-Rohmaan itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya )”?, dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman ).” (QS. Al Furqan: 60)
Maka tidak seorang mufassir pun yang memahami bahwasanya ayat ini menunjukan bahwasanya kaum musyrikin mengingkari wujud Allah.
Adapun persangkaan bahwa ayat ini menunjukan kaum musyrikin mengingkari penamaan Allah dengan Ar-Rohmaan maka telah dibantah oleh Imamnya para ahli tafsiir Ibnu Jariir At-Thobari, beliau berkata :
وَقَدْ زَعَمَ بَعْضُ أَهْلِ الْغَبَاءِ أَنَّ الْعَرَبَ كَانَتْ لَا تَعْرِفُ الرَّحْمَنَ وَلَمْ يَكُنْ ذَلِكَ فِي لُغَتِهَا؛ وَلِذَلِكَ قَالَ الْمُشْرِكُونَ لِلنَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: {وَمَا الرَّحْمَنُ أَنَسْجُدُ لِمَا تَأْمُرُنَا} إِنْكَارًا مِنْهُمْ لِهَذَا الِاسْمِ. كَأَنَّهُ كَانَ مُحَالًا عِنْدَهُ أَنْ يُنْكِرَ أَهْلُ الشِّرْكِ مَا كَانُوا عَالِمِينَ بِصِحَّتِهِ، أَوْ كَأَنَّهُ لَمْ يَتْلُ مِنْ كِتَابِ اللَّهِ قَوْلَ اللَّهِ: {الَّذِينَ آتَيْنَاهُمُ الْكِتَابَ يَعْرِفُونَهُ} يَعْنِي مُحَمَّدًا {كَمَا يَعْرِفُونَ أَبْنَاءَهُمْ} وَهُمْ مَعَ ذَلِكَ بِهِ مُكَذِّبُونَ، وَلِنُبُوَّتِهِ جَاحِدُونَ. فَيَعْلَمُ بِذَلِكَ أَنَّهُمْ قَدْ كَانُوا يُدَافِعُونَ حَقِيقَةَ مَا قَدْ ثَبَتَ عِنْدَهُمْ صِحَّتُهُ وَاسْتَحْكَمَتْ لَدَيْهِمْ مَعْرِفَتُهُ
“Sebagian orang dungu menyangka bahwasanya orang-orang Arab tidak mengetahui Ar-Rohman dan kalimat Ar-Rohman tidak terdapat dalam bahasa mereka, karenanya kaum musyrikin berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ((Siapakah Ar-Rohmaan itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya )”?,)) QS Al-Furqoon : 60, (mereka mengatakan demikian –red) karena mereka mengingkari nama ini. Seakan-akan merupakan hal yang mustahil menurut orang dungu ini kalau kaum musyrikin mengingkari sesuatu yang mereka tahu akan kebenarannya. Atau seakan-akan orang dungu ini tidak membaca firman Allah ((Orang-orang yang telah Kami berikan Al-Kitab kepada mereka (yaitu orang-orang yahudi-red) mengetahuinya)) yaitu mengetahui (kebenaran) Nabi Muhmmad, namun meskipun demikian mereka mendustakannya dan menolak kenabiannya. Maka dari sini diketahui bahwasanya mereka (kaum musyrikin Arab) terkadang menolak apa yang mereka telah tahu kebenarannya dan telah jelas diketahui oleh mereka”([19])
Bantahan Ibnu Jarir At-Thobari ini semakin ditegaskan oleh Imam Ibnu Katsiir, dimana beliau berkata :
وَقَدْ زَعَمَ بَعْضُهُمْ أَنَّ الْعَرَبَ لَا تَعْرِفُ الرَّحْمَنَ حَتَّى رَدَّ اللَّهِ عَلَيْهِمْ ذَلِكَ بِقَوْلِهِ قُلِ ادْعُوا اللَّهَ أَوِ ادْعُوا الرَّحْمنَ أَيًّا مَا تَدْعُوا فَلَهُ الْأَسْماءُ الْحُسْنى. وَلِهَذَا قَالَ كُفَّارُ قُرَيْشٍ يَوْمَ الْحُدَيْبِيَةَ لَمَّا قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِعَلِيٍّ اكْتُبْ بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ فَقَالُوا: لَا نَعْرِفُ الرَّحْمَنَ وَلَا الرَّحِيمَ. رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَفِي بَعْضِ الرِّوَايَاتِ: لَا نَعْرِفُ الرَّحْمَنَ إِلَّا رَحْمَنَ الْيَمَامَةِ. وَقَالَ تَعَالَى وَإِذا قِيلَ لَهُمُ اسْجُدُوا لِلرَّحْمنِ قالُوا وَمَا الرَّحْمنُ أَنَسْجُدُ لِما تَأْمُرُنا وَزادَهُمْ نُفُوراً وَالظَّاهِرُ أَنَّ إِنْكَارَهُمْ هَذَا إِنَّمَا هُوَ جُحُودٌ وَعِنَادٌ وَتَعَنُّتٌ فِي كُفْرِهِمْ فَإِنَّهُ قَدْ وُجِدَ فِي أَشْعَارِهِمْ فِي الجاهلية تسمية الله بِالرَّحْمَنِ
“Sebagian orang menyangka bahwasanya kaum Arab tidak mengetahui Ar-Rahmaan hingga akhirnya Allah membantah mereka dengan firmannya : “Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. dengan nama yang mana saja kamu seru, Dia mempunyai Al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik)”. Oleh karenanya tatkala peristiwa Hudaibiyah tatkala Rasulullah shllallahu ‘alaihi wa sallam berkata kepada Ali : “Tulislah Bismillahirrohmaanirrohiim!”, maka kaum Quraisy berkata : “Kami tidak mengetahui Ar-Rohmaan dan juga Ar-Rohiim” (Diriwayatkan oleh Bukhari). Dalam riwayat yang lain (mereka berkata) : “Kami tidak mengetahui Ar-Rohmaan kecuali Rohmaan-nya Yamaamah (yaitu Musailamah Al-Kadzaab-red).
Allah berfirman “Dan apabila dikatakan kepada mereka:” Sujudlah kamu sekalian kepada Yang Maha Penyayang”, mereka menjawab:” Siapakah Ar-Rohmaan itu? Apakah kami akan sujud kepada Tuhan Yang kamu perintahkan kami (bersujud kepada-Nya )”?, dan (perintah sujud itu) menambah mereka jauh (dari iman ).
Yang dzohir bahwasanya pengingkaran mereka ini (terhadap Ar-Rohmaan-red) hanyalah sikap membangkang dan ngeyel semata dalam kekufuran mereka, karena terdapat dalam sya’ir sya’ir jahiliyah mereka penamaan Allah dengan Ar-Rohmaan” ([20])
Dari penjelasan Ibnu Jarir dan Ibnu Katsiir diatas jelas bahwasanya yang diingkari oleh kaum musyrikin adalah penamaan Allah dengan Ar-Rohman, bukan wujudnya Allah.
Dan pengingkaran mereka itu hanyalah karena sikap ngeyel, bukan karena mereka tidak mengetahui nama Ar-Rohmaan. Kalau orang yang menyangka bahwasanya kaum musyrikin Arab tidak tahu penamaan Allah dengan Ar-Rohmaan telah dicap “Orang dungu” oleh Ibnu Jariir, maka bagaimana lagi orang yang menyangka bahwasanya kaum musyrikin Arab tidak mengetahui wujudnya Allah…???
Peringatan :
Pernyataan bahwa kaum musyrikin beriman dengan rububiyah Allah, bukan berarti iman mereka sempurna. Akan tetapi mereka juga melakukan penyimpangan dalam tauhid ar-Rububiyah dari sisi dimana mereka berharap kepada sesembahan-sesembahan mereka untuk mendapatkan manfaat dan tertolaknya kemudorotan. Ini tentu merupakan kesyirikan dalam tauhid ar-Rububiyah, meskipun mereka meyakini bahwa Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi serta yang maha memberi rizki.
Artikel ini penggalan dari Buku Syarah Rukum Iman Karya Ustadz DR. Firanda Andirja, Lc. MA.
_______________________
([1]) Pembahasan ini diambil dari buku penulis yang berjudul Ketinggian Allah di atas Makhluk-Nya.
([2]) Tafsir al-Thabari, vol XVIII, hlm. 441.
([3]) Tafsir al-Qurthubi, vol. XIII, hlm. 363.
([5]) Ayat ini turun tentang kaum musyrik yang mereka tawaf di Ka’bah dalam kondisi telanjang dan mereka mengaku bahwa tawaf dalam telanjang tersebut adalah perintah Allah.
Mujahid rahimahullah berkata, “Dahulu orang-orang musyrik tawaf di Ka’bah dalam kondisi telanjang. Mereka berkata, نَطُوفُ كَمَا وَلَدَتْنَا أُمَّهَاتُنَا “Kami tawaf sebagaimana kami dilahirkan oleh ibu kami.” Salah seorang wanita dari mereka sampai meletakan sepotong kain atau sesuatu di kemaluannya dan berkata:
الْيَوْمَ يبدُو بعضُه أَوْ كُلُّهُ … وَمَا بَدا مِنْهُ فَلَا أحلّهُ
“Pada hari ini tampak sebagiannya atau semuanya, maka yang terlihat darinya maka tidak halalkan.”
Ibnu Katsir berkata (mengomentari perkataan Mujahid di atas):
كَانَتِ الْعَرَبُ -مَا عَدَا قُرَيْشًا -لَا يَطُوفُونَ بِالْبَيْتِ فِي ثِيَابِهِمُ الَّتِي لَبِسُوهَا، يَتَأَوَّلُونَ فِي ذَلِكَ أَنَّهُمْ لَا يَطُوفُونَ فِي ثِيَابٍ عَصَوُا اللَّهَ فِيهَا، وَكَانَتْ قُرَيْشٌ -وَهُمُ الحُمْس -يَطُوفُونَ فِي ثِيَابِهِمْ، وَمَنْ أَعَارَهُ أَحْمَسِيٌّ ثَوْبًا طَافَ فِيهِ، وَمِنْ مَعَهُ ثَوْبٌ جَدِيدٌ طَافٍ فِيهِ ثُمَّ يُلْقِيهِ فَلَا يَتَمَلَّكُهُ أَحَدٌ، فَمَنْ لَمْ يَجِدْ ثَوْبًا جَدِيدًا وَلَا أَعَارَهُ أَحْمَسِيٌّ ثَوْبًا، طَافَ عُرْيَانًا…وَأَكْثَرُ مَا كَانَ النِّسَاءُ يَطُفْنَ عُرَاةً بِاللَّيْلِ، وَكَانَ هَذَا شَيْئًا قَدِ ابْتَدَعُوهُ مِنْ تِلْقَاءِ أَنْفُسِهِمْ، وَاتَّبَعُوا فِيهِ آبَاءَهُمْ وَيَعْتَقِدُونَ أَنَّ فِعْلَ آبَائِهِمْ مُسْتَنِدٌ إِلَى أَمْرٍ مِنَ اللَّهِ وَشَرْعٍ، فَأَنْكَرَ اللَّهُ تَعَالَى عَلَيْهِمْ ذَلِكَ
“Dahulu orang-orang Arab -selain Qurasiy- tidaklah mereka tawaf di Ka’bah dengan menggunakan pakaian yang mereka pakai. Mereka melakukan demikian dengan dalih bahwa mereka tidak mau tawaf menggunakan pakaian yang mereka telah bermaksiat kepada Allah dengan pakaian tersebut. Adapun kaum Quraisy -yaitu al-Hums (orang-orang yang semangat beribadah)- mereka tawaf dengan pakaian mereka. Selain orang Quraisy jika diberi baju pinjaman oleh orang Qurasiy maka ia pun tawaf dengan pakaian tersebut. Siapa yang punya baju baru juga tawaf dengan baju tersebut, lalu setelah itu dibuang, sehingga tidak seorang pun yang memilikinya. Siapa yang tidak punya baju baru, dan tidak mendapat pinjaman dari orang Quraisy, maka ia pun tawaf telanjang … dan kebanyakan wanita tawaf telanjang di malam hari. Ini semua adalah perkara yang mereka ada-adakan (bidah), dan mereka hanya mengikuti nenek moyang mereka. Mereka juga meyakini bahwa perbuatan nenek moyang mereka ini bersandar kepada perintah atau syariat Allah. Maka Allah pun mengingkari mereka.” Lihat Tafsir Ibnu Katsir, vol. III, hlm. 402, Fathul-Bari, vol. III, hlm. 483, dan Sirah Ibn Hisyam, vol. I, hlm. 202.
([6]) Tafsir At-Thobari 13/372
([9]) Tafsir At-Tobari 13/373-374
([10]) Tafsir At-Tobari 13/374
([11]) Tafsir At-Tobari 13/375
([12]) Tafsir At-Tobari 13/376
([13]) Tafsir At-Thobari 18/439
([15]) Mafaatiihul Goib (tafsiir ar-Roozi) 25/90
([16]) Tafsir Al-Qurthubi atau Jaami’ Li Ahkaamil Qur’aan 13/361
([17]) Tafsir Al-Bahr Al-Muhiith 7/154
([18]) Tafsiir Al-Qur’aan Al-‘Adziim 10/528
([19]) Tafsir At-Thobari 1/130.
Maksud dari Ibnu Jarir at-Thobari bahwasanya kaum musyrikin Arab tatkala mereka mengatakan “Kami tidak tahu apa itu ar-Rohman” maka bukanlah berarti mereke mengingkari adanya Allah, akan tetapi mereka hanya sekedar membangkang, padahal mereka meyakini adanya Allah. Hal ini sebagaimana kaum yahudi yang telah tahu kebenaran kerasulan Muhammad akan tetapi mereka tetap mengingkari.