Tafsir Surat At Takwir
Surat At-Takwir adalah salah satu surat yang menggambarkan tentang dahsyatnya hari kiamat. Dalam suatu hadist yang diriwayatkan oleh Imam At-Tirmidzi Nabi bersabda :
“Barangsiapa yang ingin merasakan hari kiamat seperti menyaksikannya dengan mata kepala sendiri, hendaklah ia membaca “idza syamsu kuwirat, idza syamaaunfatarat, dan idza syamaaunsyaqat”. (HR At-Tirmidzi)
Ketiga surat ini terdapat di dalam Al Quran pada Juz ‘Amma yang terdapat kemiripan pada isinya yaitu menjelaskan tentang dahsyatnya hari kiamat, tentang bagaimana perubahan kondisi alam semesta sebagai pertanda akan munculnya hari akhirat, hari yang abadi yang tiada penghujungnya.
Di awal surat At-Takwir, Allah bersumpah dengan 12 sumpah berturut-turut tentang kejadian-kejadian hari kiamat yang sangat dahsyat untuk menekankan dan menegaskan bahwasanya pada hari tersebut setiap jiwa mengetahui apa yang telah dia kerjakan selama di dunia sebagaimana bunyi ayat setelahnya setelah Allah bersumpah di ayat-ayat sebelumnya.
Allah berfirman pada ayat yang pertama:
- إِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ
“tatkala matahari digulung”
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa matahari adalah makhluk yang sangat besar. Para ilmuwan menyatakan bahwasanya diameter matahari 109 kali lebih besar dari diameter bumi. Adapun jarak dari bumi ke matahari menurut mereka sekitar 150 juta km, ini adalah jarak yang sangat jauh. Wallahu a’lam akan kebenarannya. Para ilmuan juga menyatakan bahwa di permukaan matahari terjadi ledakan-ledakan yang besar, dari situlah timbul sinar yang sangat kuat. Meskipun jarak antara bumi dengan matahari sejauh itu tetapi panasnya matahari sampai ke bumi.
Surat At-Takwir adalah surat makiyyah, surat yang diturunkan oleh Allah tatkala Nabi berada di fase mekah menghadapi orang musyrikin yang mengingkari tentang adanya hari kiamat dan hari kebangkitan. Dan matahari adalah makhluk besar yang setiap hari dilihat oleh orang-orang musyrikin. Karenanya Allah menjelaskan bahwa matahari yang selama ini terbit di sebelah timur kemudian terbenam di sebelah barat tidak akan selamanya demikan. Akan ada suatu saat dimana gerakan tersebut akan berubah.
Ayat ini didukung dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
الشَّمْسُ وَالقَمَرُ مُكَوَّرَانِ يَوْمَ القِيَامَةِ
“Matahari dan bulan dilipat pada hari kiamat” (HR Al-Bukhari no 3200)
Dalam bahasa Arab, makna dari At-takwir berputar pada 3 makna sebagaimana penafsiran para salaf.
Yang pertama at-takwir artinya جَمْعُ بَعْضِ الشَّيْءِ إِلَى بَعْضٍ “Dikumpulkan satu dengan yang lainnya” كَتَكْوِيرِ الْعِمَامَةِ، وَهُوَ لَفُّهَا عَلَى الرَّأْسِ seperti takwiir sorban, yaitu melipatnya dan menggulungnya di kepala. Makna kedua dari takwir adalah إِذَا ذَهَبَ ضَوْءُهَا dzahaba dhouuha “hilang cahayanya” ini diantara makna takwir yang disebutkan oleh para salaf dalam tafsir mereka. Dan makna ketiga dari takwir adalah إِذَا رُمِيَ بِهاَ yaitu dilemparkan. Sehingga kalimat tatkala matahari ditakwir, bisa diartikan dengan tatkala matahari dilipat, lalu dilemparkan, sehingga tatkala itu matahari hilang cahayanya. (lihat Tafsir At-Thobari 24/128-131)
Para ulama telah menjelaskan bahwa tatkala kita belajar ilmu tafsir, kebanyakan perkataan-perkataan para salaf yang berbeda-beda dalam satu ayat bukanlah tafsir thadhadh (tafsir yang saling bertentangan), tetapi termasuk tafsir tanawu’ (tafsir yang beraneka ragam dan tidak saling bertentangan). Berbeda dengan perselisihan dalam masalah fiqih, perselisihan yang terdapat di dalam pembahasan fiqih kebanyakannya adalah bertentangan (kontradiktif), madzhab ini mengatakan demikian madzab itu mengatakan demikian. Madzhab yang satu mengatakan menyentuh wanita tidak membatalkan wudhu sedangkan madhzab lain mengatakan membatalkan wudhu. Adapun dalam masalah tafsir, kebanyakan perselisihan yang terjadi bukanlah perselisihan yang saling kontradiktif tetapi perselisihan yang saling mendukung. Sebagaimana makna at-takwir kita dapati ada 3 tafsiran dari salaf, yang pertama dilipat, yang kedua hilang cahanya, dan yang ketiga dilemparkan. Apabila diteliti, masing-masing tafsiran tersebut mempunyai sandaran dalil baik ditinjau dari sisi bahasa atau adanya hadist-hadist Nabi yang mendukung tafsiran tersebut.
Sehingga untuk mengompromikan tafsiran-tafsiran tersebut apabila dicermati kembali, secara bahasa takwir yaitu dilipat sebagaimana imaamah yang dilipat. Makna bahasanya bisa dipahami tetapi hakekat senyatanya bagaimana matahari dilipat –wallahu’alam- tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah bagaimana Allah mengumpulkan bagian yang satu dengan bagian yang lain. Kemudian setelah dilipat maka hilanglah cahayanya kemudian matahari tersebut dilemparkan ke dalam neraka jahannam. Sebagaimana apa yang terdapat dalam sebuah hadist yang shahih, Rasulullah bersabda :
الشَّمْسُ وَالْقَمَرُ ثَوْرَانِ مُكَوَّرَانِ فِي النَّارِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
“Matahari dan bulan seolah-olah seperti dua ekor banteng yang dilemparkan ke neraka di hari kiamat.” (HR. Thahawi dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Ad-Dho’ifah 1/242 no 124)
Salah satu bukti luasnya neraka jahannam adalah Allah akan melemparkan matahari dan rembulan ke dalam neraka Jahannam. Diantara faidah Allah berbuat demikian kata para ulama adalah :
Pertama; matahari tersebut sebagai bahan bakar di akhirat, dan
Kedua; untuk menghinakan orang-orang yang menyembah matahari dan bulan. Orang-orang yang selama di dunia menyembah matahari dan bulan akan mendapati sesembahan mereka juga dimasukkan ke dalam neraka jahannam. Hal ini tentu sangat menyedihkan mereka karena apa yang mereka sembah ternyata ikut di neraka bahkan ikut membakar mereka. (Lihat Syarh Musykil Al-Aatsaar 1/170 dan Fathul Baari 6/300)
Hal ini sesuai dengan firman Allah :
إِنَّكُمْ وَمَا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ حَصَبُ جَهَنَّمَ أَنْتُمْ لَهَا وَارِدُونَ (98) لَوْ كَانَ هَؤُلَاءِ آلِهَةً مَا وَرَدُوهَا وَكُلٌّ فِيهَا خَالِدُونَ (99)
Sesungguhnya kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah, adalah umpan Jahannam, kamu pasti masuk ke dalamnya. Andaikata berhala-berhala itu Tuhan, tentulah mereka tidak masuk neraka. Dan semuanya akan kekal di dalamnya (QA Al-Anbiyaa’ : 98-99)
Asy-Syingqithi berkata :
هَذِهِ الْآيَةُ تَدُلُّ عَلَى أَنَّ جَمِيعَ الْمَعْبُودَاتِ مَعَ عَابِدِيهَا فِي النَّارِ
“Ayat ini menunjukan bahwa seluruh sesembahan (selain Allah) bersama para penyembahnya di neraka” (Daf’u iihaam al-idththiroob ‘an Aayaatil Kitaab hal 156)
Oleh karena itu ayat yang pertama ini memberi peringatan kepada kaum musyrikin yang setiap hari mereka menyaksikan matahari terbit dari sebelah timur terbenam di sebelah barat dan senantiasa bercahaya, kelak di akhirat akan semua itu akan hilang, cahayanya akan hilang dan matahari tersebut akan dilipat oleh Allah kemudian dilemparkan ke dalam neraka jahannam.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
- وَإِذَا النُّجُومُ انْكَدَرَتْ
“dan tatkala bintang-bintang berjatuhan”
Apabila diteliti perkataan salaf terhadap tafsir انْكَدَرَتْ juga terbagi menjadi dua pendapat. Pertama انْكَدَرَتْ artinya تَنَاثَرَتْ “berserakan” atau تَسَاقَطَتْ “berjatuhan”, dan sebagian tafsiran yang lain bermakna تَغَيَّرَتْ yang artinya “berubah” yaitu hilang cahayanya (lihat Tafsir At-Thobari 24/132-133) Kedua tafsiran adalah tafsiran yang tidak bertentangan karena apabila bintang-bintang berjatuhan maka telah terjadi perubahan padanya dan hilang cahayanya.
Al-Kalbi dan ‘Athoo’ berkata :
تُمْطِرُ السَّمَاءُ يَوْمَئِذٍ نُجُومًا فَلَا يَبْقَى نَجْمٌ إِلَّا وَقَعَ
“Pada hari itu langit menurunkan hujan bintang, maka tidak tersisa satu bintangpun kecuali jatuh (ke permukaan bumi)” (Tafsir Al-Baghowi 8/346)
Kejadian ini juga merupakan perkara yang mengerikan yang terjadi pada hari kiamat. Kita saksikan di atas bintang-bintang yang begitu banyak yang mungkin jumlahnya berjuta-berjuta bahkan lebih. Seandainya sebuah meteor jatuh hal itu sudah menakutkan padahal meteor ukurannya kecil dibandingkan jika seandainya bintang yang sangat besar itu jatuh menimpa bumi ini. Lalu bagaimana jika bintang-bintang yang ada di langit semuanya berjatuhan. Sungguh itu adalah perkara yang mengerikan dan ini akan terjadi pada hari kiamat kelak.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
- وَإِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ
“dan tatkala gunung-gunung dijalankan”
Ada dua pendapat dalam ayat ini, pertama قُلِعَتْ مِنَ الْأَرْضِ، وَسُيِّرَتْ فِي الْهَوَاءِ yaitu dicabut dari pasaknya lalu dijadikan berjalan terbang di udara, dan kedua تَحَوُّلُهَا عَنْ مَنْزِلَةِ الْحِجَارَةِ، فَتَكُونُ كَثِيبًا مَهِيلًا yaitu dirubah dari batu yang kokoh menjadi debu yang berhamburan (lihat Tafsir Al-Qurthubi 19/228)
Gunung-gunung yang kita saksikan begitu kokohnya, tegak, tegar, bahkan Allah mengatakan dalam Al Quran:
وَإِلَى الْجِبَالِ كَيْفَ نُصِبَتْ
“Dan gunung-gunung, bagaimana ditegakkan oleh Allah.” (QS Al-Ghasyiyah : 19)
Sampai-sampai orang-orang menjadikan gunung sebagai perumpamaan seperti kalimat “orang itu tegar seperti gunung” yaitu kokoh seperti gunung. Akan tetapi ternyata gunung pada hari kiamat kelak akan terbang dijalankan oleh Allah. Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
وَتَرَى الْجِبَالَ تَحْسَبُهَا جَامِدَةً وَهِيَ تَمُرُّ مَرَّ السَّحَابِ صُنْعَ اللَّهِ الَّذِي أَتْقَنَ كُلَّ شَيْءٍ إِنَّهُ خَبِيرٌ بِمَا تَفْعَلُونَ
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal dia berjalan sebagaimana jalannya awan. (Begitulah) perbuatan Allah yang membuat dengan kokoh tiap-tiap sesuatu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS An-Naml : 88)
Kondisi gunung-gunung dalam hari kiamat melalui beberapa tahapan. Yang pertama Allah akan mencabut gunung-gunung tersebut dari pasaknya kemudian Allah menerbangkannya. Allah berfirman :
وَسُيِّرَتِ الْجِبَالُ فَكَانَتْ سَرَابًا
“Dan gunung-gunung pun dijalankan sehingga menjadi fatamorgana.” (QS An-Naba’ : 20)
Setelah gunung-gunung tersebut diterbangkan, Allah akan menghancurkan gunung-gunung tersebut sehingga seakan-akan fatamorgana yang tadinya dilihat setelah itu menjadi hilang setelah Allah menghancurkannya. Allah berfirman:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْجِبَالِ فَقُلْ يَنسِفُهَا رَبِّي نَسْفًا
Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang gunung-gunung, maka katakanlah “Tuhanku akan menghancurkannya (pada hari kiamat) sehancur-hancurnya.” (QS Thaha : 105)
Bumi akan rata menjadi lembah yang tidak ada kemiringan padanya. Gunung-gunung pun dihancurkan kemudian akan menjadi seperti debu yang beterbangan. Sebagaimana firman Allah :
وَبُسَّتِ الْجِبَالُ بَسًّا (5) فَكَانَتْ هَبَاءً مُّنبَثًّا (6)
“Dan gunung-gunung dihancurkan sehancur-hancurnya. Maka jadilah ia seperti debu-debu yang beterbangan.” (QS Al-Waqi’ah : 5-6)
Allah juga menggambarkannya dalam ayat yang lain. Allah berfirman:
وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنْفُوشِ
“Dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.” (QS Al-Qari’ah : 5)
Seperti inilah kondisi gunung tatkala hari kiamat. Pertama Allah terbangkan, kemudian Allah menghancurkannya seperti debu yang tidak ada bekasnya. Kejadian seperti ini tentu saja akan menimbulkan ketakutan dan kengerian pada hari kiamat kelak ketika manusia menyaksikan bagaimana matahari dilipat, bintang-bintang berjatuhan, dan gunung-gunung diperjalankan kemudian dihancurkan oleh Allah.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
- وَإِذَا الْعِشَارُ عُطِّلَتْ
“dan tatkala unta-unta yang bunting ditinggalkan”
Adalah jamak (kata plural) dari نَاقَةٌ عُشَرَاءُ yaitu unta betina yang hamil besar dimana usia kehamilannya sudah 10 bulan ke atas dan sebentar lagi akan melahirkan. Jadi ketika usia kandungan unta telah mencapai 10 bulan unta tersebut dinamakan عُشَرَاءُ , dan demikian terus namanya hingga melahirkan. Karena biasanya usia kandungan unta adalah 12 bulan dan terkadang bisa sampai 13 bulan. Unta yang sudah kandungannya sudah berusia 10 bulan lebih adalah harta yang berharga bagi orang-orang arab di zaman dahulu, karenanya Allah menggunakannya sebagai permisalan. Kalau unta ingin melahirkan, biasanya sang pemilik unta sudah mengetahuinya, maka sang pemilik unta akan mengawasi kapan untanya akan melahirkan. Bahkan terkadang perkara-perkara yang lain tidak dia perdulikan demi memperhatikan proses melahirkan unta tersebut.
Pada hari kiamat kelak, jika ada orang yang mengurus unta maka dia akan meningalkan untanya (Lihat Tafsri Al-Qurthubi 19/229). Ini adalah gambaran bahwa pada hari kiamat kelak apabila ada harta yang paling dia cintai maka dia akan ketakutan dan tidak akan memperdulikan harta tersebut. Harta apapun yang sangat dia cintai akan dia tinggalkan pada hari kiamat karena dahsyatnya hari tersebut.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
- وَإِذَا الْوُحُوشُ حُشِرَتْ
“dan tatkala binatang-binatang liar dikumpulkan”
Terkait makna حُشِرَتْ ada 2 pendapat di kalangan ulama ahli tafsir. Pertama artinya umitat yaitu dimatikan oleh Allah, dan kedua yaitu akan dikumpulkan.
Hal ini sebagaimana firman Allah :
وَما مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلا طائِرٍ يَطِيرُ بِجَناحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثالُكُمْ مَا فَرَّطْنا فِي الْكِتابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ
Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatupun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dikumpulkan (QS Al-An’aam : 38)
Allah juga berfirman :
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَثَّ فِيهِمَا مِنْ دَابَّةٍ وَهُوَ عَلَى جَمْعِهِمْ إِذَا يَشَاءُ قَدِيرٌ
Di antara (ayat-ayat) tanda-tanda-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan makhluk-makhluk yang melata Yang Dia sebarkan pada keduanya. Dan Dia Maha Kuasa mengumpulkan semuanya apabila dikehendaki-Nya (QS Asy-Syuuroo : 29)
Pada hakikatnya kedua pendapat ini tidak bertentangan, karena setelah hewan-hewan dikumpulkan kemudian diqisosoh lalu dikatakan kepadanya “Jadilah engkau pasir!”, sebagaimana yang telah lau dijelaskan dalam tafsir ayat terakhir dari surat An-Naba’. Akhirnya hewan-hewan tersebut pun sirna, sehingga yang tertinggal hanyala jin dan manusia yang akan kekal pada hari kiamat.
الْوُحُوشُ adalah hewan-hewan yang liar. Secara umum hewan itu terbagi menjadi dua jenis. Ada hewan الأَلِيْفَة jinak yaitu hewan-hewan yang dekat dengan manusia seperti kambing, sapi. Ada hewan المُتَوَحِّشَةُ liar yaitu hewan-hewan yang tidak hidup dengan manusia seperti hewan-hewan yang liar dan sangar. Namun maksud ayat ini adalah seluruh hewan akan dikumpulkan, jangankan hewan yang jinak bahkan hewan yang liar dan buas juga akan dikumpulkan.
Allah mengatakan bahwa pada hari kiamat hewan-hewan liar akan dikumpulkan. Bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa seluruh hewan-hewan liar termasuk yang sudah punah akan dibangkitkan oleh Allah dan akan dikumpulkan pada hari tersebut. Maka akan datang berbagai macam model hewan baik singa, macan, dan hewan-hewan liar lainnya. Semua akan dikumpulkan pada hari tersebut karena dahsyatnya hari tersebut.
Kemudian Allah Subhanallahu Wata’ala berfirman:
- وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ
“dan tatkala lautan dibakar”
Ini juga merupakan perkara yang sangat mengerikan. Makna dari sisi bahasa الْبِحَارُ mencakup seluruh kumpulan air mencakup seperti lautan, selat, sungai, danau dan lain sebagainya. Oleh karena itu, Allah berfirman :
وَهُوَ الَّذِي مَرَجَ الْبَحْرَيْنِ هَٰذَا عَذْبٌ فُرَاتٌ وَهَٰذَا مِلْحٌ أُجَاجٌ وَجَعَلَ بَيْنَهُمَا بَرْزَخًا وَحِجْرًا مَّحْجُورًا
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut mengalir (berdampingan), yang ini tawar dan segar dan yang lain sangat asin lagi pahit, dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang tidak bisa ditembus.” (QS Al-Furqan : 53)
Sehingga terkadang sungai juga disebut الْبِحَارُ dalam bahasa arab. Dan kita tahu bahwa sungai terpisah dari lautan. Diantara keduanya ada penghalang sehingga tidak bercampur.
Allah berfirman وَإِذَا الْبِحَارُ سُجِّرَتْ yaitu “tatkala lautan di-tasjir”. Ini sama dengan firman Allah :
وَالْبَحْرِ الْمَسْجُورِ
“Dan demi laut yang dinyalakan” (QS At-Thuur : 6)
Terdapat khilaf tentang makna سُجِّرَتْ di kalangan para ahli tafsir. Ada yang mengatakan artinya أُوقِدَتْ “dinyalakan” dan ada yang mengartikan dengan مُلِئَتْ yaitu “penuh” kemudian meluap keluar dari lautan (Tafsir At-Thobari 21/568).
Kita tahu bahwa air laut di dunia ini menutupi lebih dari 2/3 permukaan bumi ini, lebih dari 70% isinya adalah air laut. Tanah yang kita pijak ini bagiannya kurang dari 30%. Kebanyakannya diisi oleh air dengan berbagai macam jenisnya, ada lautan, ada sungai, ada danau, ada selat, dan lainnya. Pada hari kiamat kelak Allah akan menjadikan air laut tersebut penuh lalu meluap dan kemudian terjadi banjir hebat sehingga para ulama mengatakan bahwa seluruh air akan bersatu. Yang tadinya Allah menjadikan barzakh yaitu adanya pemisah/pembeda antara air laut dan air sungai, maka Allah akan angkat mengangkat barzakh tersebut sehingga bercampurlah dan bersatu padu antara air asin dan air tawar.
Mujahid berkata
فُجِّرَ بَعْضُهَا فِي بَعْضٍ، الْعَذْبُ وَالْمِلْحُ، فَصَارَتِ الْبُحُورُ كُلُّهَا بَحْرًا وَاحِدًا
“Meluap sehingga bercampur satu dengan yang lainnya, yang tawar dengan yang asin, maka jadilah seluruh lautan menjadi satu lautan” (Tafsir Al-Qurthubi 8/346-347)
Ini jika kita bawakan makna سُجِّرَتْ dengan مُلِئَتْ “penuh”
Adapun pendapat yang menyatakan سُجِّرَتْ yang lain kata para ulama adalah أُوقِدَتْ “dinyalakan” sehingga bermakna “tatkala air lautan dinyalakan oleh Allah”.
Ibnu ‘Abbas berkata :
أُوقِدَتْ فَصَارَتْ نَارًا تَضْطَرِمُ
“Lautan dinyalakan hingga menjadi api yang bergejolak” (Tafsir al-Qurthubi 8/346)
Dan sebagian salaf memaknakan سُجِّرَتْ dengan يَبِسَتْ “kering”. Qotadah berkata :
ذَهَبَ مَاؤُهَا فَلَمْ يَبْقَ فِيهَا قَطْرَةٌ
“Kering airnya hingga tidak tersisa meskipun hanya setetes” (Tafsir Al-Baghowi 8/347)
Apabila kita mengompromikan beberapa tafsiran ini maka kondisi air laut pertama kali tatkala terjadi hari kiamat yaitu air laut tersebut akan meluap kemudian meluber lalu bergabung antara air sungai dan air laut, antara air asin dan air tawar, kemudian Allah menyalakan air tersebut, Allah akan membakar air tersebut sehingga yang tadinya berupa lautan air menjadi lautan api. Setlah itu jadilah laut menjadi kering.
Hanya Allah yang mengetahui bagaimana caranya lautan air dibakar. Allah mampu mengubah kondisi yang satu menjadi kondisi yang lain. Seperti apa yang dialami oleh Nabi Ibrahim ketika Allah menjadikan api yang seharusnya membakar kemudian menjadi dingin dan penyelamat bagi Ibrahim. Allah berfirman :
قُلْنَا يَا نَارُ كُونِي بَرْدًا وَسَلَامًا عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
Kami berfirman, “Wahai api! Jadilah engkau dingin dan keselamatan bagi Ibrahim.” (QS Al-Anbiya : 69)
Begitupun Allah juga mampu menjadikan air laut menjadi api yang menyala. Oleh karena itu, sebagian ulama menyatakan bahwa air dengan rumus H20 yang tersusun dari hidrogen dan oksigen Allah mampu melepaskan dua molekul tersebut kemudian membakar dua molekul tersebut sehingga menjadi lautan api. Hanya Allah yang mengetahui caranya yang jelas lautan air kelak akan menjadi lautan api, dan ini menambah kengerian dan kedahsyatan hari kiamat.
Perkara-perkara yang terdapat pada 6 ayat di awal ini sebagaimana kata Ubay bin Ka’ab dan juga Ibnu ‘Abbas radiyallahu’anhumaa adalah perkara-perkara yang terjadi di dunia sebelum tiupan sangkakala yang kedua. Kita tahu bahwa hari kiamat terjadi dengan dua tiupan sangkakala. Allah berfirman:
وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِي السَّمَاوَاتِ وَمَن فِي الْأَرْضِ إِلَّا مَن شَاءَ اللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنظُرُونَ
“Ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (hisab).” (QS Az-Zumar : 68)
Kemudian 6 perkara berikutnya adalah perkara-perkara yang terjadi setelah ditiupkan sangkakala yang ke dua yaitu perkara-perkara yang terjadi di akhirat. Allah berfirman :
- وَإِذَا النُّفُوسُ زُوِّجَتْ
“dan tatkala jiwa-jiwa dipertemukan”
Ada 3 tafisiran dikalangan salaf tentang makna ayat ini.
Tafsiran pertama yang dimaksudkan dengan dipertemukan adalah jiwa itu dimasukkan ke dalam badannya kembali. Tadinya ruh dicabut kemudian diletakkan di alam barzakh sedangkan tubuhnya bisa jadi lapuk bersama tanah atau bisa jadi dimakan oleh binatang buas atau dimakan oleh ikan, namun pada hari tersebut ruh akan dikembalikan kepada tubuhnya semula. (Tafsir At-Thobari 24/144)
Para ulama menyatakan bahwa kondisi keterkaitan antara ruh dan badan ada beberapa jenis. Tatkala seseorang masih hidup di atas muka bumi, maka yang paling dominan adalah jasad dibandingkan dengan ruh. Karenanya jika tertimpa sesuatu yang menyakitkan maka yang pertama kali akan merasakannya adalah jasad, begitupun jika ada sesuatu yang melezatkan maka yang pertama kali merasakannya adalah jasad. Meskipun ruh juga bisa terpengaruh dengan sakit atau kelezatan yang dialami jasad tetapi hubungan antara jasad dan ruh lebih kuat/dominan pada jasad dibandingkan dengan. Adapun ketika di alam barzakh maka ruh lebih dominan dibandingkan jasad, ruh menjadi sempurna sedangkan jasad mulai rusak, sehingga kalau seseorang dikuburkan maka ruh lah yang paling dominan. Ruh yang merasakan adzab dan kenikmatan. Meskipun jasadnya akan terpengaruh akan tetapi yang paling dominan adalah ruh dibandingkan jasad, dan jasad mengikuti ruuh. Namun di hari akhirat kelak antara ruh dan jasad sama-sama dominan sehingga adzab dan kenikmatan dirasakan oleh jasad dan ruh bersamaan. Hal ini karena ruh tersebut dikumpulkan kembali dengan jasadnya. (lihat hubungan antara ruuh dan Jasad di kitab-kitab berikut : Ar-Ruuh, Ibnul Qoyyim hal 43-44, Al-Ajwibah Al-Muhimmah, Ibnu Hajar hal 7-8, syarh al-‘Aqiidah at-Thohaawiyah, Ibnu Abil ‘Izz al-Hanafi 2/578-579, dan penjelasan Asy-Syaikh Sholih Alu Syaikh terhadap al-Aqidah at-Thohawiyah)
Tafsiran kedua yang dimaksud dengan dipertemukan adalah masing-masing orang dikumpulkan dengan yang sejalan dengannya. Orang kafir akan dikumpulkan dengan sesama orang kafir, orang munafik akan dikumpulkan dengan sesama orang munafik, orang yahudi akan dikumpulkan dengan sesama orang yahudi, orang nasrani akan dikumpulkan dengan orang nasrani, orang yang menyembah matahari akan dikumpulkan dengan sesama penyembah matahari, pezina dikumpulkan dengan sesama pezina, begitupun dengan orang beriman akan dikumpulkan dengan sesama orang beriman, orang bertakwa akan dikumpulkan dengan sesama orang bertakwa. Oleh karena itu, Allah berfirman dalam Al Qur’an :
احْشُرُوا الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ وَمَا كَانُوا يَعْبُدُونَ
(Diperintahkan kepada malaikat), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan apa yang dahulu mereka sembah.” (QS Ash-Shaffat : 22)
Allah juga berfirman dalam ayat yang lain :
وَكُنتُمْ أَزْوَاجًا ثَلَاثَةً (7) فَأَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَيْمَنَةِ (8) وَأَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ مَا أَصْحَابُ الْمَشْأَمَةِ (9) وَالسَّابِقُونَ السَّابِقُونَ (10) أُولَٰئِكَ الْمُقَرَّبُونَ (11)
“Dan kamu menjadi tiga golongan. Yaitu golongan kanan, alangkah mulianya golongan kanan itu. Dan golongan kiri, alangkah sengsaranya golongan kiri itu. Dan orang-orang yang paling dahulu (beriman), merekalah yang paling dahulu (masuk surga). Mereka itulah orang yang dekat (kepada Allah).” (QS Al-Waqi’ah : 7-11)
Oleh karena itu, masing-masing manusia pada hari kiamat nanti akan bergandengan bersama kelompoknya masing-masing. Orang musyrik akan berkumpul bersama orang musyrik, orang bertauhid akan berkumpul bersama orang bertauhid, dan seterusnya. Demikianlah Allah akan mengelompokkan mereka pada hari kiamat kelak.
Tafsiran ketiga yaitu sebagaimana perkataan ‘Athoo’ :
زُوِّجَتْ نُفُوسُ الْمُؤْمِنِينَ بِالْحُورِ الْعِينِ
‘’jiwa-jiwa kaum mukminin dipertemukan (yaitu dinikahkan) dengan bidadari’’ (Tafsir Al-Baghowi 8/347)
Kemudian Allah berfirman :
- وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ
“dan tatkala bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya”
Asal kata dari الْمَوْءُودَةُ adalah maknanya diberi beban berat, karena berasal dari kata kerja وَأَدَ, Ibnu Faris berkata :
(وَأَدَ) الْوَاوُ وَالْهَمْزَةُ وَالدَّالُ: كَلِمَةٌ تَدُلُّ عَلَى إِثْقَالِ شَيْءٍ بِشَيْءٍ…وَالْمَوْءُودَةُ مِنْ هَذَا، لِأَنَّهَا تُدْفَنُ حَيَّةً، فَهِيَ تُثْقَلُ بِالتُّرَابِ الَّذِي يَعْلُوهَا
‘’ وَأَدَHuruf wawu, hamzah, dan daal adalah kata yang menunjukan makna memberatkan sesuatu dengan sesuatu… diantaranya adalah karena anak wanita itu dikubur hidup-hidup, maka anak wanita itu diberi beban berat yaitu tanah yang menutupinya’’ (Mu’jam Maqoosyiis al-Lughoh 6/78, lihat juga Tafsir al-Qurthubi 19/232)
- بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ
“atas dosa apa dia dibunuh?”
Salah satu kebiasaan jahiliyah pada sebagian kabilah Arab (bukan semua orang arab), jika ada anak perempuan yang lahir maka mereka akan dikubur hidup-hidup, sebagaimana yang Allah sebutkan di dalam Al Qur’an.
وَإِذَا بُشِّرَ أَحَدُهُم بِالْأُنثَىٰ ظَلَّ وَجْهُهُ مُسْوَدًّا وَهُوَ كَظِيمٌ (58) يَتَوَارَىٰ مِنَ الْقَوْمِ مِن سُوءِ مَا بُشِّرَ بِهِ ۚ أَيُمْسِكُهُ عَلَىٰ هُونٍ أَمْ يَدُسُّهُ فِي التُّرَابِ ۗ أَلَا سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (59)
“Padahal, apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, wajahnya menjadi hitam (merah padam), dan dia sangat marah. Dia bersembunyi dari orang banyak, disebabkan kabar buruk yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan (menanggung) kehinaan atau akan membenamkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ingatlah alangkah buruknya (putusan) yang mereka tetapkan itu.” (QS An-Nahl : 58-59)
Para ulama mengatakan bahwa ada dua sebab mengapa orang-orang arab jahiliyah dulu membunuh putri-putri mereka.
Pertama, adalah karena mereka malu dengan kehinaan. Disebutkan bahwasanya pada zaman jahiliyyah telah terjadi peperangan antara dua kabilah. Kemudian putri sang pemimpin kabilah ditawan oleh kabilah yang lain. Akhirnya kabilah tersebut ingin menebus putrinya yang ditawan, namun ternyata putrinya yang ditawan itu lebih memilih tinggal dengan kabilah yang menawannya karena dia jatuh cinta dengan lelaki dari kabilah tersebut. Hal ini menjadikan orang tuanya malu dan marah karena merasa terhina. Dari peristiwa dia bersumpah apabila dia mempunyai anak perempuan lagi akan dia bunuh. Sehingga perbuatan tersebut menjadi adat kebiasaan, setiap ada anak perempuan yang dilahirkan akan dibunuh. Mereka tidak mau setiap kalah perang mereka ditawan oleh kabilah lain karena ini adalah penghinaan bagi mereka, apakah yang ditawan itu adalah putri mereka atau istri mereka. Perbuatan membunuh tersebut mereka lakukan boleh jadi tatkala anak perempuannya baru lahir atau sudah besar, apabila sudah besar anaknya tersebut dirias kemudian dibawa jalan-jalan lalu dibunuh dengan dimasukkan ke dalam sumur. Ini sebab pertama, yaitu malu karena merasa terhinakan.
Kedua, sebagaimana yang disebutkan di dalam Al Qur’an. Allah berfirman :
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖ نَّحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚ
“Dan jangan kalian membunuh anak-anak kalian karena takut miskin, Kamilah yang memberi rizki kepada dan kepada kalian.” (QS Al-Isra’ : 31)
Sesungguhnya ini adalah kebiasaan yang sangat buruk, bagaimana seorang anak dibunuh tanpa dosa. Kalau membunuh orang lain adalah perbuatan yang sangat tercela maka bagaimana lagi dengan membunuh anak sendiri?. Anak perempuan yang biasanya lebih membutuhkan kelembutan dan kasih sayang daripada anak lelaki?
Allah mengatakan bahwasanya yang ditanya kelak adalah bayi-bayi tersebut. Pada asalnya yang seharusnya bertanggung jawab adalah yang membunuh, dia lah seharusnya yang ditanya kenapa dia tega membunuh. Tetapi dalam ayat ini Allah mengatkan bahwasanya yang dibunuh lah yang ditanyai oleh Allah. Ini merupakan ungkapan dalam bahasa arab untuk mengejek atau menghinakan pelakunya sehingga bertanya kepada korban. Ini adalah penghinaan untuk orangtua yang telah membunuh putrinya tersebut.
Ironisnya, zaman sekarang dijumpai adanya praktek pembunuhan anak-anak secara modern yaitu melakukan praktek aborsi (pengguguran), dan ini adalah bentuk pembunuhan terhadap anak. Perbuatan ini banyak dilakukan di negara-negara barat bahkan dijadikan muktamar-muktamar untuk menekan agama islam agar menerapkan aturan ini, bahwasanya seorang wanita bebas melakukan pengguguran. Mereka ingin wanita muslimah ikut rusak sebagaimana rusaknya wanita mereka karena bebas berhubungan dengan para wanitanya, jika hamil tinggal digugurkan saja. Perbuatan ini adalah bentuk jahiliyah yang sangat parah yaitu melakukan penggguguran terhadap anak-anak.
Kemudian Allah berfirman:
- وَإِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْ
“dan tatkala catatan-catatan amal dibuka lebar”
Al-Qurthubi menjelaskan bahwa lembaran-lembaran catatan amal yang berada di tangan para malaikat ditutup tatkala seseorang meninggal dunia, dan tatkala hari kiamat dibuka kembali untuk dilihat olehnya hasil catatan amalnya selama hidupnya (lihat Tafsir Al-Qurthubi 19/234)
Hal ini sebagaimana firman Allah
بَلْ يُرِيدُ كُلُّ امْرِئٍ مِنْهُمْ أَنْ يُؤْتَى صُحُفًا مُنَشَّرَةً
Bahkan tiap-tiap orang dari mereka berkehendak supaya diberikan kepadanya lembaran-lembaran yang terbuka (QS Al-Muddatstsir : 52)
Al-Baghowi berkata :
صَحَائِفَ الْأَعْمَالِ تُنْتَشَرُ لِلْحِسَابِ
‘’Lembaran-lembaran catatan amal terbuka untuk dihisab (Tafsir Al-Baghowi 8/348)
Pada hari kiamat kelak seluruh catatan amal yang pernah kita lakukan selama di dunia semua akan terbuka. Seluruh isi catatan amal tersebut berdasarkan amalan kita selama di dunia, kemudian dituliskan oleh malaikat. Sehingga hakekatnya yang mencatat catatan amal kita adalah kita sendiri. Oleh karena itu, jangan sampai kita mengisi buku catatan-catatan amal kita dengan catatan buruk yang mana catatan-catatan tersebut akan dibuka oleh Allah pada hari kiamat kelak. Allah berfirman:
وَكُلَّ إِنْسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنْشُورًا
“Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah Kitab yang dijumpainya terbuka.” (QS Al-Isra’: 13)
Bahkan kata para ulama, orang yang tidak bisa membaca akan bisa membaca dengan sendirinya pada hari tersebut. Di samping itu tidak perlu repot, catatan amal tersebut akan terbuka dengan sendirinya. Oleh karena itu, orang-orang kafir dan orang-orang yang melakukan kemaksiatan akan ketakutan ketika mereka melihat catatan amal mereka.
وَكُلُّ شَيْءٍ فَعَلُوهُ فِي الزُّبُرِ (52) وَكُلُّ صَغِيرٍ وَكَبِيرٍ مُّسْتَطَرٌ (53)
“Dan segala sesuatu yang telah mereka perbuat tercatat dalam buku-buku catatan (yang ada di tangan Malaikat). Dan segala (urusan) yang kecil maupun yang besar adalah tertulis.” (QS. Al-Qamar: 52-53)
Jangankan dosa besar seperti berzina atau meyentuh wanita yang bukan mahram, lirikan mata saja akan dicatat oleh Allah. Allah juga berfirman :
يَعْلَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ
“Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan oleh hati.” (QS Al-Mu’min: 19)
Apabila kita melakukan hal-hal yang diharamkan oleh Allah, maka itu semua akan dicatat dengan detail dan tidak ada yang terluputkan oleh Allah. Seluruh ghibah yang kita lakukan, pandangan mata kita lakukan, kedzhaliman yang kita lakukan, uang haram yang kita makan, penghinaan ke orang lain yang kita lakukan, kedustaan yang kita lakukan, dan apapun yang kita lakukan maka semuanya akan tercatat pada catatan amalan tersebut.
Kemudian Allah berfirman:
- وَإِذَا السَّمَاءُ كُشِطَتْ
“dan tatkala langit dilenyapkan”
At-Thobari berkata :
وَإِذَا السَّمَاءُ نُزِعَتْ وَجُذِبَتْ، ثُمَّ طُوِيَتْ
‘’Dan tatkala langit dicabut dan ditarik kemudian dilipat’’ (Tafsir At-Thobari 24/149)
كُشِطَتْ diambil dari kata الْكَشْطُ yang dalam bahasa arab artinya adalah قَلْعٌ عَنْ شِدَّةِ الْتِزَاقٍ ‘’mencabut sesuatu yang sangat melengket’’. Al-Qurthubi berkata
فَالسَّمَاءُ تُكْشَطُ كَمَا يُكْشَطُ الْجِلْدُ عَنِ الْكَبْشِ وَغَيْرُهُ
‘’Maka langitpun dicabut sebagaimana kulit dicabut dari domba dan hewan lainnya’’ (Tafsir Al-Qurthubi 19/235)
Kalau ada kambing atau unta yang disembelih, kemudian dikuliti, proses kulitnya dilepas itu disebut الْكَشْطُ. Jadi pada hari kiamat kelak Allah akan merobek langit tersebut seperti ditariknya kulit dari hewan. Kita saksikan sekarang langit yang begitu hebat, tidak ada satu bagian pun yang berlubang. Semuanya kokoh dibangun oleh Allah dengan tujuh lapis. Langit tesrebut lengket di angkasa begitu kuat, akan tetapi pada hari kiamat kelak semua langit akan dirobek oleh Allah. Adapun yang mengetahui hakikat proses pencabutan langit dari tempatnya adalah Allah semata, kita hanya mencoba memahami dari sisi bahasa.
Kemudian Allah berfirman:
- وَإِذَا الْجَحِيمُ سُعِّرَتْ
“dan tatkala neraka jahannam dinyalakan”.
Allah berfirman tentang api neraka :
فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Maka takutlah kalian kepada api neraka yang bahan bakarnya batu dan manusia, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS Al-Baqarah : 24)
Bayangkan bahan bakar api neraka adalah manusia dan batu bukan bensin, minyak tanah, dan lainnya. Bahan bakar yang berasal dari batu panasnya lebih pedih. Oleh karena itu, bahan bakar neraka jahannam adalah batu. Manusia disiksa dengan hal seperti itu sehingga dia terbakar dan akhirnya menjadi bahan bakar itu sendiri.
Kemudian neraka jahannam itu sudah disiapkan untuk orang kafir. Karenanya diantara aqidah ahlussunnah bahwasanya neraka jahannam sudah ada begitupun surga juga sudah ada. Dan pada hari kiamat kelak neraka jahanam itu akan lebih dinyalakan apinya untuk menyambut penghuni neraka jahannam, sungguh mengerikan tamu-tamu tersebut.
Allah menyatakan dalam ayat ini bahwa neraka Jahannam yang sudah sangat panas tersebut ternyata dipanaskan lagi sehingga menjadi lebih panas. Ada yang menyatakan bahwa dipanaskan lagi karena kemurkaan Allah dan juga karena dosa-dosa bani Adam (lihat Tafsiir At-Thobari 24/150)
Kemudian Allah berfirman:
- وَإِذَا الْجَنَّةُ أُزْلِفَتْ
“dan tatkala surga didekatkan”
Ini adalah kemulian yang Allah berikan kepada orang-orang yang beriman sebagai bentuk penghormatan kepada mereka. Seandainya jarak surga dengan kita adalah sejuta km atau lebih dari itu, niscaya seseorang akan sabar menempuh jarak sejauh itu jika diperlihatkan kepadanya kenikmatan-kenikmatan yang luar biasa yang ada di di surga, kenikmatan-kenikmatan yang tidak pernah dilihat oleh mata, didengar oleh telinga, bahkan tidak pernah terbetik di hati. Apapun kenikmatan yang dihasratkan dan dipinta maka Allah langsung menyediakannya di surga, niscaya sejauh apapun surga itu pasti seseorang akan sabar berjalan untuk meraihnya.
Tetapi khusus bagi orang yang beriman maka Allah muliakan mereka dengan mendekatkan surga kepada mereka. Al-Hasan Al-Bashri berpendapat bukan surga yang didekatkan dari posisinya akan tetapi orang-orang berimanlah yang didekatkan kepada surga (Lihat Tafsir Al-Qurthubi 19/235). Pada hakikatnya sama saja apakah surga yang didekatkan kepada orang-orang beriman atau sebaliknya orang-orang beriman yang didekatkan kepada surga hasilnya sama surga menjadi dekat dengan orang-orang beriman.
Kemudian Allah berfirman:
- عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا أَحْضَرَتْ
“setiap jiwa mengetahui apa yang telah dia kerjakan”
Setelah Allah menyebutkan sumpah-sumpah hingga 12 sumpah, kemudian Allah menjelaskan bahwa tujuan dari sumpah-sumpah tersebut adalah untuk menekankan dan memastikan bahwa ‘’setiap jiwa mengetahui apa yang telah dia kerjakan selama dia di dunia’’ berupa amal baik dan amal keburukan. Bisa jadi dengan melihat isi catatan amal, atau amal-amalannya datang dalam bentuk tertentu yang menunjukan akan amalannya (lihat Fathul Qodiir 5/472). Jadi ayat ini merupakan جَوَابُ الْقَسَمِ (jawaban sumpah) dari 12 sumpah yang sebelumnya.
Setelah Allah berbicara tentang hari kiamat, pembahasan berpindah tentang penjelasan Allah akan Rasulullah. Seakan-akan Allah menyatakan kepada orang-orang musyrikin, “Wahai orang-orang musyrikin, kalian heran dengan kejadian-kejadian di hari kiamat tersebut. Padahal kabar tersebut datang dari Muhammad melalui malaikat jibril yang asalnya dari Allah.”
Karena kita tahu bahwasanya orang-orang musyrikin arab mereka beriman kepada Allah, hanya saja mereka kafir kepada Muhammad. Mereka beriman kepada Allah sebagai tuhan mereka namun mereka tidak percaya Muhammad sebagai utusan untuk mereka. Sehingga tatkala Rasulullah membacakan surat at-takwir tentang dahsyatnya hari kiamat, mungkin akan muncul dalam hati mereka bahwasanya berita-berita tersebut hanyalah omong kosong belaka. Oleh karena itu, untuk menjelaskan bahwasanya perkara-perkara yang dikabarkan Rasulullah tersebut adalah berita yang benar datang dari Allah melalui Jibril ‘alaihis salam maka Allah bersumpah dengan beberapa ayat berikut. Allah berfirman :
- فَلَا أُقْسِمُ بِالْخُنَّسِ
“sungguh Aku bersumpah dengan bintang-bintang yang bercahaya”
- الْجَوَارِ الْكُنَّسِ
“yang beredar (di malam hari) dan terbenam (di siang hari)”
- وَاللَّيْلِ إِذَا عَسْعَسَ
“dan malam apabila telah larut”
Terkait makna عَسْعَسَ dalam bahasa arab artinya أَدْبَرَ (pergi) atau أَقْبَلَ (datang). Sehingga bisa mengandung 2 makna, malam tatkala ia datang atau malam tatkala ia pergi. Tetapi apabila kita melihat ayat selanjutnya Allah mengatakan, وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ “tatkala subuh mulai menyingsing sinarnya” yaitu menyingsing dengan perginya malam, berarti ayat sebelumnya menunjukan tentang datangnya malam, sehingga makna عَسْعَسَ yang lebih rajih adalah tatkala أَقْبَلَ (malam tatkala ia datang). Karena jika diartikan dengan perginya malam maka akan terjadi perulangan, karena perginya malam sama halnya dengan menyingsingnya sinar subuh.
- وَالصُّبْحِ إِذَا تَنَفَّسَ
“dan demi subuh yang apabila fajarnya mulai menyingsing”
Apabila Allah bersumpah dengan makhluk-makhluknya maka itu bukan merupakan celaan bagi Allah karena terserah Allah ingin bersumpah dengan apa saja yang Dia kehendaki dengan makhluknya. Adapun kita sebagai manusia tidak boleh bersumpah kecuali dengan nama Allah, barang siapa yang bersumpah dengan selain nama Allah, maka dia telah berbuat kesyirikan. Rasulullah bersabda:
مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ
“Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah maka dia telah kafir atau berbuat syirik.” (HR. Abu Daud no. 2829, At-Tirmizi no. 1535, dan dinyatakan shahih oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ no. 6204)
Sehingga tidak boleh seseorang bersumpah selain dengan nama Allah. Adapun Allah bebas bersumpah dengan makhluk-makhluknya. Diantaranya Allah bersumpah dengan bintang sebagaimana pada ayat ini.
Allah bersumpah karena ingin menyampaikan bahwa Al Qur’an itu adalah firman Allah yang dibawa oleh utusan yang mulia yaitu jibril. Allah berfirman:
- إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُولٍ كَرِيمٍ
“sesungguhnya (Al Qur’an) itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril)”
- ذِي قُوَّةٍ عِنْدَ ذِي الْعَرْشِ مَكِينٍ
“yang memiliki kekuatan, memiliki kedudukan tingga di sisi (Allah) yang memiliki ‘Arsy”
Jibril adalah malaikat luar biasa yang merupakan penghulu para malaikat. Allah mengatakan bahwa Jibril adalah malaikat yang kuat, yang kuat disisi pemilik ‘Arsy yaitu Allah, dan dia mempunyai kedudukan yang tinggi di sisi Allah.
Menurut al-Imam Al-Baghowi diantara kekuatan Jibril adalah Jibril ‘alaihis salam hanya menggunakan sayapnya tatkala mengangkat negeri kaum Luuth ke angkasa lalu dibalik dan dilemparkan ke bawah, demikian juga dengan teriakan suaranya maka jadilah kaum Tsamuud tewas menjadi mayat-mayat yang terhamparkan, dan begitu cepatnya Jibril bergerak dari langit ke bumi dan dari bumi ke langit. (Lihat Tafsir Al-Baghowi 8/350)
Kemudian Allah kembali memuji Jibril ‘alaihis salam dengan berfirman:
- مُطَاعٍ ثَمَّ أَمِينٍ
“yang disana (di alam malaikat) ditaati dan dipercaya”
Jibril punya banyak anak buah yang menaatinya. Malaikat-malaikat langit patuh kepada Jibril atas perintah Allah. Malaikat jibril adalah malaikat yang terpercaya. Malaikat Jibril membawa pesan dari Allah untuk disampaikan kepada Nabi Muhammad dalam keadaan terpercaya.
Kemudian Allah berfirman tentang Nabi Muhammad:
- وَمَا صَاحِبُكُمْ بِمَجْنُونٍ
“dan sahabat kalian (Muhammad) itu bukanlah orang gila”
Allah mengatakan صَاحِبُكُمْ yaitu sahabat-sahabat kalian wahai orang musyrikin. Allah memakai ungkapan tersebut karena Nabi Muhamamad dikenal baik oleh orang-orang musyrikin. Nabi Muhammad sebelum mengumumkan bahwa dirinya adalah seorang menjadi Nabi, beliau dijuluki oleh orang-orang musyrikin sebagai Ash-Shodiqul Amin (orang yang jujur lagi terpercaya). Namun tatkala Nabi Muhammad memproklamirkan dirinya adalah seorang Nabi, beliau kemudian dituduh dengan tuduhan yang tidak-tidak diantaranya dikatakan sebagai orang gila, dukun, atau penyihir. Sehingga seakan-akan Allah bertanya, “Bukankah kalian tahu bahwa sahabat kalian Muhammad bukanlah orang gila?”
Kemudian Allah berfirman:
- وَلَقَدْ رَآَهُ بِالْأُفُقِ الْمُبِينِ
“dan sungguh, dia (Muhammad) telah melihatnya (Jibril) di ufuk yang terang”
Dalam sebuah hadist yang shahih Nabi melihat malaikat Jibril ketika Jibril di cakrawala diantara langit dan bumi. Malaikat Jibril membentangkan sayapnya yang berjumlah 600 sayap dan menutup seluruh ufuk alam semesta. Inilah bentuk asli dari malaikat Jibril, tidak ada ufuk yang terlihat karena seluruhnya tertutupi oleh malaikat jibril.
Allah bermaksud menjelaskan bahwasanya berita yang Allah sampaikan tentang dahsyatnya hari kiamat itu melalui Nabi Muhammad, Nabi Muhammad bertemu langsung dengan Malaikat Jibril dan Malaikat Jibril mengambil berita tersebut dari Allah, sehingga jalur sanadnya ada dan valid. Jadi jangan diragukan akan kedahsyatan hari kiamat, karena berita itu datang dari Muhammad yang jujur dan tidak gila yang bertemu langsung dengan malaikat Jibril yang amanah dan terpercaya yang mengambil langsung dari Allah.
Kemudian Allah berfirman:
- وَمَا هُوَ عَلَى الْغَيْبِ بِضَنِينٍ
“dan dia (Muhammad) bukanlah seorang yang bakhil (pelit) untuk menerangkan yang ghaib”
Dhonin ada 2 ada qiroah, pertama بِضَنِينٍ bidhonin dengan huruf ضَ dan بِظَنِيْنٍ bizhonin dengan huruf ظَ. Dhonin artinya bakhil (pelit) adapun zhonin artinya tertuduh. Jadi, Muhammad bukanlah orang yang bakhil dan Muhammad bukanlah orang yang tertuduh dalam menyampaikan wahyu. Artinya tidak ada wahyu yang disembunyikan oleh Rasulullah. Seseorang yang bakhil menandakan ada sesuatu yang dia sembunyikan, tetapi Rasulullah tidak bakhil dan dia tidak tertuduh, tetapi dia adalah seorang yang amanah. Oleh karena itu seluruh wahyu yang disampaikan kepada Rasulullah dari Allah sudah disampaikan kepada kita.
- وَمَا هُوَ بِقَوْلِ شَيْطَانٍ رَجِيمٍ
“dan (Al-Quran) itu bukanlah perkataan setan yang terkutuk”
Apa yang disampaikan oleh Muhammad bukanlah merupakan perkataan syaitan sebagaimana persangkaan orang-orang musyrik yang menuduh bahwasanya Muhammad adalah penyihir. Muhammad punya teman syaitan yang mewahyukan kepada beliau tentang ayat-ayat Al Quran. Sesungguhnya tuduhan tersebut adalah yang tidak benar, padahal mereka bisa dengan sendirinya membedakan mana perkataan yang benar atau perkataan syaitan.
Kemudian Allah berfirman:
- فَأَيْنَ تَذْهَبُونَ
“maka kemanakah kalian akan pergi”
Kemanakah kalian berpaling meninggalkan al-Qur’an ini?, sementara al-Qur’an adalah obat dan petunjuk bagi kalian. Jalan mana lagi yang hendak kalian tempuh yang lebih jelas daripada jalan al-Qur’an ini?
- إِنْ هُوَ إِلَّا ذِكْرٌ لِلْعَالَمِينَ
“(Al Quran) itu tidak lain adalah peringatan bagi seluruh alam semesta”
- لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ
“(yaitu) bagi siapa diantara kalian yang menghendaki menempuh jalan yang lurus”
- وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ
“dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali sesuai kehendak Allah, Tuhan seluruh alam”
Yaitu kalian tidak akan bias istiqomah di jalan yang benar kecuali atas kehendak Allah juga.
Allah berfirman :
وَلَوْ أَنَّنا نَزَّلْنا إِلَيْهِمُ الْمَلائِكَةَ وَكَلَّمَهُمُ الْمَوْتى وَحَشَرْنا عَلَيْهِمْ كُلَّ شَيْءٍ قُبُلًا مَا كانُوا لِيُؤْمِنُوا إِلَّا أَنْ يَشاءَ اللَّهُ
Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki (QS Al-An’aam : 111)
وَما كانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ
Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah (QS Yunus : 100)
إِنَّكَ لَا تَهْدِي مَنْ أَحْبَبْتَ وَلكِنَّ اللَّهَ يَهْدِي مَنْ يَشاءُ
Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya (QS Al-Qosos : 56)
Al-Baghowi berkata :
إِعْلَامٌ أَنَّ أَحَدًا لَا يَعْمَلُ خَيْرًا إِلَّا بِتَوْفِيقِ اللَّهِ وَلَا شَرًّا إِلَّا بِخِذْلَانِهِ
‘’Ini adalah pemberitahuan dari Allah bahwasanya tidak seorangpun yang mengerjakan kebaikan kecuali atas taufiq/bimbingan dari Allah, dan tidak seorangpun mengerjakan keburukan kecuali karena Allah meninggalkannya (tidak memberi taufiq kepadanya)’’ (Tafsir Al-Baghowi 8/351)