MUQODDIMAH
Kebutuhan seorang hamba terhadap dzikir “mengingat Penciptanya” lebih dari kebutuhannya terhadap makanan dan minuman. Dengan mengingat-Nya, hati seorang hamba akan menjadi tenteram dan bahagia. Karena begitu banyaknya keutamaan dzikir, sampai-sampai Ibnul Qoyyim rahimahullah -dalam kitabnya al-Wabil as-Shoyyib- menyebutkan kurang lebih seratus keutamaan dan manfaat dzikir. Dan ternyata keutamaan dan manfaat tersebut tidak hanya berkaitan dengan manfaat keagaaman, bahkan berkaitan juga dengan manfaat duniawi. Berikut beberapa manfaat dzikir pagi petang :
Pertama : Menjadikan seseorang tidak sibuk dengan dosa-dosa lisan, seperti ghibah, namimah, dan perkataan-perkataan yang sia-sia. Adapun di zaman kita sekarang, waktu yang kita gunakan untuk berdzikir dapat membantu memalingkan kita dari membaca berita-berita yang tidak jelas kebenarannya, yang sering kali isinya adalah kedustaan, pengadu dombaan, dan penanaman kebencian diantara kaum muslimin.
Kedua : Orang yang berdzikir (mengingat Allah) maka Allah akan mengingatnya. Allah berfirman :
فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ
“Karena itu, ingatlah engkau kepada-Ku, niscaya Aku ingat (pula) kepadamu” (Qs. Al-Baqoroh : 152).
Ketiga : Dzikir akan menenangkan hati dan jiwa serta menghilangkan kesedihan dan kegalauan. Adapun di zaman kita sekarang, dzikir dapat membantu kita menghilangkan dan mencegah stress. Hal ini merupakan manfaat yang sangat penting terutama di zaman sekarang ini.
Keempat : Dzikir akan memantapkan aqidah seseorang, mengingat banyaknya lafal-lafal dzikir pagi petang yang berisi tentang pengesaan Allah. Yang membuat Tauhid seorang hamba semakin kokoh di setiap pagi dan petangnya. Dengan tauhid inilah, akan hilang segala perkara yang ditakutkan dan dikawatirkan oleh seorang hamba.
Kelima : Dzikir pagi petang akan menguatkan seseorang dan menjadikannya sabar dalam menghadapi ujian kehidupan.
Allah berfirman :
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ لَعَلَّكَ تَرْضَى
Maka bersabarlah engkau (Muhammad) atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu sebelum matahari terbit dan sebelum terbenam dan bertasbihlah (pula) pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu merasa senang (Qs. Thaha : 130)
فَاصْبِرْ عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ الْغُرُوبِ (39) وَمِنَ اللَّيْلِ فَسَبِّحْهُ وَأَدْبَارَ السُّجُودِ
Maka bersabarlah engkau (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan bertasbihlah sambil memuji Tuhanmu sebelum terbit matahari dan sebelum terbenam(nya). Dan bertasbihlah kepada-Nya di malam hari dan setiap selesai shalat (Qs. Qoof : 39-40)
Keenam : Salah satu manfaat dzikir –diantaranya dzikir pagi dan petang– yaitu dzikir akan menjadi penjaga bagi seorang muslim. Betapa banyak keburukan yang sewaktu-waktu bisa menimpa seorang muslim, baik gangguan dari yang tampak maupun gangguan dari yang tidak tampak, seperti gangguan syaitan dan hasadnya orang-orang yang hasad.
Al-Imam Al-Qurthubi pernah berkata tentang salah satu bacaan dzikir pagi petang :
هذا خبَرٌ صحيحٌ وقولٌ صادق علمناه دليلَه دليلاً وتجربة، فإنِّي منذ سمعته عملت به فلم يضرَّني شيءٌ إلى أن تركته، فلدغتني عقربٌ بالمدينة ليلاً، فتفكرتُ فإذا أنا قد نسيت أن أتعوذ بتلك الكلمات
“Ini adalah hadits yang shahih dan perkataan yang benar, kami telah mengetahui argumentasinya, baik secara dalil maupun dengan pengalaman. Sesungguhnya semenjak aku mendengar dzikir ini akupun mengamalkannya, dan aku tidak pernah ditimpa dengan kemudorotan hingga sampai suatu ketika aku tidak membacanya, lalu akupun disengat kalajengking di malam hari di kota Madinah. Akupun merenungkan (sebab musibah yang menimpaku ini), ternyata aku lupa membaca doa berlindung kepada Allah dengan dzikir ini” (al-Futuhaat Ar-Robbaaniyah, Ibnu ‘Allan 3/100)
Motivasi Allah agar hambaNya berdzikir pagi dan petang
Allah berfirman :
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ
Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang (Qs. An-Nuur : 36)
As-Sa’di berkata :
خَصَّ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ لِشَرَفِهِمَا وَلِتَيَسُّرِ السَّيْرِ فِيْهِمَا إِلَى اللهِ وَسُهُوْلَتِهِ، وَيَدْخُلُ فِي ذَلِكَ التَّسْبِيْحُ فِي الصَّلاَةِ وَغَيْرِهَا، وَلِهَذَا شُرِّعَتْ أَذْكَارُ الصَّبَاحِ وَالْمَسَاءِ وَأَوْرَادِهِمَا عِنْدَ الصَّبَاحِ وَالْمَسَاءِ
“Allah mengkhususkan dua waktu ini (pagi dan petang) karena mulianya dua waktu ini, dan karena mudahnya seseorang untuk berjalan mendekatkan diri kepada Allah di kedua waktu tersebut. Dan termasuk di dalam hal ini (perintah untuk bertasbih di dua waktu ini) adalah tasbih dalam sholat, dan di luar sholat. Karenanya disyari’atkan dzikir pagi petang dan wirid-wiridnya tatkala pagi dan petang” (Tafsir As-Sa’di hal 569)
Allah juga berfirman :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اذْكُرُوا اللَّهَ ذِكْرًا كَثِيرًا (41) وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)
“Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan menyebut nama) Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya, dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzab:41-42) .
Al-Baidhowi berkata :
وَتَخْصِيْصُهُمَا بِالذِّكْرِ لِلدَّلاَلَةِ عَلَى فَضْلِهِمَا عَلَى سَائِرِ الأَوْقَاتِ لِكَوْنِهِمَا مَشْهُوْدَيْنِ
“Dan dikhususkan waktu pagi dan petang untuk berdzikir menunjukkan akan keutamaan dua waktu ini dibandingkan waktu-waktu yang lain, karena dua waktu ini (pagi dan petang) di saksikan (oleh malaikat)” (Tafsir Al-Baidoowi 4/233)
Ibnu Katsir berkata, “Firman Allah (dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang) yaitu tatkala pagi dan petang, seperti firman Allah :
فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَوَاتِ وَالأرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ
Maka bertasbihlah kepada Allah pada waktu kamu berada di petang hari dan pada waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagiNya-lah segala puji di langit dan di bumi dan pada waktu kamu berada di petang hari dan pada waktu kamu berada di waktu Zuhur (Qs. Ar-Ruum 17-18) (Tafsir Ibnu Katsir 6/436)
Allah juga berfirman :
وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالْإِبْكَارِ (55)
“Bertasbihlah seraya memuji Rabb-mu pada waktu petang dan pagi.” (QS. Al-Mu’min:55)
Kapan waktu dzikir pagi petang?
Para ahli bahasa berselisih pendapat mengenai batasan waktu as-shobaah (pagi) dan al-masaa’ (petang) secara al-lughoh (bahasa)([1])
Adanya perbedaan secara bahasa tentang batasan waktu pagi dan petang menyebabkan para ulama juga berselisih mengenai kapan disyari’atkannya membaca dzikir pagi([2]) dan kapan membaca dzikir petang ([3])
Pendapat yang paling kuat adalah pendapat Asy-Syaikh Muhamamad bin Sholih al-‘Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata :
ويدخل الصباح من طلوع الفجر وينتهي بارتفاع الشمس ضحا ويدخل المساء من صلاة العصر وينتهي بصلاة العشاء أو قريبا منها. فالأذكار التي قيدت بالصباح والمساء هذا وقتها والأذكار التي قيدت بالليل تكون بالليل مثل آية الكرسي … فلابد أن تكون في الليل نفسه
“Waktu as-shobaah dimulai dari terbit fajar hingga matahari naik di waktu duha. Dan waktu al-masaa’ (petang) dimulai dari sholat ashar dan berakhir dengan sholat isya atau dekat dengan waktu sholat isya. Maka dzikir-dzikir yang terikat waktunya dengan pagi dan petang, inilah waktunya. Dan dzikir-dzikir yang terikat dengan malam maka waktunya di malam hari, seperti ayat kursiy … maka harus dibaca tatkala malam” (Syarh Riyaadh as-Sholihin 5/537)
Kesimpulannya :
Dzikir pagi dimulai dari terbit fajar (adzan subuh) hingga waktu dhuha. Adapun dzikir petang ada dua bentuk:
- Apabila disebutkan dibaca di waktu petang, maka waktu membacanya adalah dari sholat asar hingga sholat isya.
- Apabila ditentukan dalam dalil di baca pada waktu malam, maka dzikir yang seperti ini harus dibaca pada waktu malam dan tidak boleh dibaca sebelum matahari terbenam.
Semakin segera seseorang membaca dzikir pagi maka penjagaan dari Allah semakin segera baginya. Sebagaimana Nabi berdzikir setelah setelah sholat subuh hingga terbit matahari.
عن سِمَاكٍ: قلت لجابر بن سمرة: أكنتَ تجالس رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قال: نعم كثيراً؛ فكان لا يقوم منْ مُصَلاه الذي صلى فيه الغداة حتى تطلع الشمس؛ فإذا طلعت قام صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Dari Simak ia berkata : Aku bertanya kepada Jabir bin Samuroh, “Apakah engkau sering duduk bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”. Ia berkata, “Iya, sering. Beliau tidaklah bangkit dari tempat beliau sholat yang beliau sholat subuh di situ hingga terbit matahari. Jika matahari telah terbit maka beliau bangkit” (HR Abu Dawud no 1294 dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Akan tetapi jika dia tidak sempat untuk membaca dzikir pagi hingga terbit matahari maka tidak mengapa baginya berdzikir setelah matahari terbit, bahkan boleh berdzikir hingga menjelang dzuhur. Karena -sebagaimana telah lewat pembahasannya- secara bahasa as-shobaah berakhir hingga menjelang dzuhur.
Demikian juga dzikir petang hendaknya dimulai setelah masuk waktu ashar. Allah berfirman :
وَسَبِّحُوهُ بُكْرَةً وَأَصِيلًا (42)
“Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang” (QS. Al-Ahzab: 42)
Al-Jauhari (wafat 393 H) berkata :
والأَصِيلُ: الْوَقْتُ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلى الْمَغْرِبِ
“Al-ashiil adalah waktu setelah ashar hingga maghrib” (As-Shihah 4/1623 lihat juga Lisanul ‘Arob 11/17 dan Taajul ‘Aruus 27/449)
Akan tetapi jika tidak sempat berdzikir hingga matahari tenggelam maka tidak mengapa berdzikir setelah maghrib hingga akhir waktu sholat isya (tengah malam).
Allah berfirman :
فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ (17) وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (18)
Maka bertasbihlah kepada Allah pada waktu kamu berada di petang hari dan pada waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagiNya-lah segala puji di langit dan di bumi dan pada waktu kamu berada di petang hari dan pada waktu kamu berada di waktu Zuhur (Qs. Ar-Ruum 17-18)
Ibnu ‘Abbas berkata :
جَمَعَتِ الصَّلَوَاتِ، {فَسُبْحَانَ اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ} الْمَغْرِبُ وَالْعِشَاءُ {وَحِينَ تُصْبِحُونَ} صَلَاةُ الصُّبْحِ {وَعَشِيًّا} صَلَاةُ الْعَصْرِ {وَحِينَ تُظْهِرُونَ} صَلَاةُ الظُّهْرِ
“Ayat ini mengumpulkan sholat-sholat (5 waktu). (Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari) yaitu maghrib dan isya. (dan waktu kamu berada di waktu subuh) yaitu sholat subuh. (dan di waktu kamu berada pada petang hari) yaitu sholat ashar. (dan di waktu kamu berada di waktu Zuhur) yaitu sholat dzuhur” (Tafsiir At-Thobari 18/475), dan inilah tafsir yang dipilih oleh al-Baghowi (6/264), Ibnu ‘Athiyyah (lihat al-Muharror al-Wajiiz 4/332).
Di sini Ibnu ‘Abbas menafsirkan al-masaa’ dengan sholat magrib dan isya. Dan sebagaimana telah lewat pula bahwa secara bahasa al-masaa’ berakhir tengah malam.
Adab dalam berdzikir pagi petang:
Ada beberapa adab yang hendaknya diperhatikan tatkala membaca dzikir pagi petang. Adab-adab tersebut yaitu:
Pertama : Hendaknya membaca dzikir-dzikir yang telah valid dari Nabi shallallahu ‘alihi wasallam. Adapun dzikir-dzikir yang berasal dari hadits-hadits yang sanadnya lemah hendaknya ditinggalkan
Kedua : Hendaknya membacanya dengan penuh penghayatan terhadap kandungan maknanya agar manfaat dzikir tersebut lebih dirasakan dan mendatangkan pahala yang lebih besar. Bukan membacanya sambil pikiran melayang kemana-mana.
Al-Qurthubi rahimahullah berkata :
إِنَّمَا يَحْصُلُ الثَّوَابُ الْجَسِيمُ لِمَنْ قَامَ بِحَقِّ هَذِهِ الْكَلِمَاتِ فَاسْتَحْضَرَ مَعَانِيَهَا بِقَلْبِهِ وَتَأَمَّلَهَا بِفَهْمِهِ
“Pahala yang besar hanyalah diraih oleh orang yang menegakkan hak dari kalimat-kalimat (dzikir ini) lalu menghadirkan kandungan maknanya di hatinya serta menghayati maknanya dengan memahaminya” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari 11/205)
Asy-Syaikh Muhammad Al-Mukhtaar Asy-Syingqithi -hafizohullah- (beliau adalah anggota kibar ulama dan pengajar di mesjid Nabawi) berkata :
مَا دُمْتَ تَقْرَأُ الأَذْكَارَ فَأَبْشِرْ بِكُلِّ خَيْرٍ….حَتَّى وَلَوْ أَصَابَتْكَ مُصِيْبَةٌ فَإِنَّ اللهَ يُخْرِجُكَ مِنْ ضِيْقِهَا وَبَلاَئِهَا وَكَرْبِهَا بِمَثَاقِيْلِ الْحَسَنَاتِ الَّتِي لَمْ تَخْطُرْ عَلَى بَالِكَ…
مَا حَافَظَ عَبْدٌ عَلَى الأَذْكَارِ إِلاَّ شَرَحَ اللهُ صَدْرَهُ، وَاللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ لاَ تَجِدُ أَحَدًا مَكْرُوْبًا وَلاَ مَنْكُوْبًا وَلاَ ضَاقَتْ عَلَيْهِ الدُّنْيَا بِهُمُوْمِهِ وَهُمُوْمِ أَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَلَزِمَ أَذْكَارَ الصَّباَح ِوَالْمَسَاءِ إِلاَّ جَعَلَ اللهُ لَهُ مِنْ بَيْنِ أَطْبَاقِ الدُّنْيَا فَرَجًا وَمَخْرَجًا !!
وَإِنَّكَ وَاللهِ لَتَعْجَبُ مِنْ بَعْضِهِمْ، إِنَّ عَلَيْهِ مِنْ هُمُوْمٍ فِي نَفْسِهِ وَمَالِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ لاَ يَفْتُرُ مِنْ قِرَاءَةِ سُنَّةِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَاتِّبَاعِ هَدْيِهِ فِي الصَّبَاحِ وَالْمَسَاءِ وَإِذَا تَجِدُهُ أَشْرَحَ النَّاسِ صَدْرًا وَأَكْمَلَهُمْ يَقِيْنًا، فَبَخٍ بَخٍ كَمْ لَهُ مِنَ الأَجْرِ وَالدَّرَجَاتِ الْعُلَى عِنْدَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِهَذَا الْيَقِيْنِ، حَصِّنْ نَفْسَكَ بِأَذْكَارِ الصَّبَاحِ…اِقْرأْهَا وَلَكِنْ اِقْرَأْهَا قِرَاءَةَ الْمُتَأَمِّلِ
“Selama engkau rutin membaca dzikir maka bergembiralah untuk meraih seluruh kebaikan….bahkan meskipun engkau sedang ditimpa musibah, maka sungguh Allah akan mengeluarkanmu dari sempitnya musibah tersebut, dari penderitaan dan bencana musibah tersebut, yaitu dengan sebab kebaikan-kebaikan yang berat (karena dzikirmu) yang tidak terbetik dalam benakmu.
Tidaklah seorang hamba menjaga agar selalu membaca dzikir kecuali Allah akan melapangkan (membahagiakan) hatinya. Demi Allah yang tidak ada sesembahan selainNya, engkau tidak akan mendapati seorangpun dalam kondisi menderita, galau dengan beban urusannya, urusan istrinya dan anak-anaknya, lalu ia selalu membaca dzikir pagi dan petang kecuali Allah akan memberikan kepadanya -diantara lipatan dunia ini- jalan keluar dan solusi !!.
Dan sungguh engkau akan heran dengan kondisi sebagian orang, sementara ia memikul beban problematika dirinya, problematika hartanya, istrinya, dan anak-anaknya akan tetapi ia tidak pernah malas untuk membaca sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan mengikuti petunjuk Nabi di waktu pagi dan petang (yaitu membaca dzikir pagi dan petang), tiba-tiba engkau mendapatinya menjadi orang yang paling lapang dadanya dan paling kuat keyakinannya..
Sungguh menakjubkan, betapa banyak pahala dan derajat yang tinggi baginya di sisi Allah karena keyakinannya tersebut. Maka bentengilah dirimu dengan membaca dzikir pagi (dan petang). Bacalah dzikir-dzikir tersebut ! Akan tetapi membacanya dengan penuh penghayatan !!” (https://www.youtube.com/watch?v=Es_vcT6Dlq4)
Ketiga : Hendaknya seseorang membaca dzikir pagi petang sambil menghadirkan kerendahan dan kebutuhannya terhadap perlindungan dan penjagaan Allah di pagi dan petang hari.
Keempat : Dzikir pagi petang hendaknya dibaca semuanya. Akan tetapi jika seseorang tidak sempat untuk membaca semuanya -karena kesibukan dan yang lainnya- maka tidak mengapa ia membaca meskipun hanya sebagiannya.
Kelima : Sunnahnya seseorang membaca dzikir ini dengan suara yang lirih dan tidak dikeraskan di hadapan orang-orang agar tidak mengganggu mereka. Allah berfirman :
ادْعُوا رَبَّكُمْ تَضَرُّعًا وَخُفْيَةً إِنَّهُ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ
Berdoalah kepada Tuhanmu dengan merendahkan diri dan suara yang lembut. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas (Qs. Al-A’roof : 55)
Keenam : Tidak disyari’atkan untuk mengangkat kedua tangan tatkala membaca dzikir pagi petang, karena tidak ada dalil yang menunjukan akan hal itu. Apakah dzikir tersebut isinya adalah pujian, sanjungan, maupun doa.
Ketujuh : Tidak disyari’atkan membaca dzikir pagi petang dengan beramai-ramai baik di masjid maupun di tempat lain. Hendaknya masing-masing membacanya dengan sendiri-sendiri. Boleh saja ia meniru orang lain kalau dia memang belum tahu dan dalam rangka belajar. Adapun apabila hanya ikut mendengarkan tanpa mengucapkan dzikir-dzikir tersebut maka ia belum dikatakan telah berdzikir, meskipun ia mendapatkan ketenangan hati tatkala mendengar dzikir-dzikir tersebut.
Kedelapan : Tidak disyaratkan membaca dzikir-dzikir ini harus dalam kondisi suci. Namun jika membacanya dalam kondisi bersuci (berwudhu) tentu lebih baik.
__________________________________________________________________
Footnote:
([1] ) Secara Bahasa al-Masaa’ atau al-Imsaa’ ada dua pendapat di kalangan ahli bahasa:
Pertama : dari dzuhur hingga terbenam matahari.
Kedua : dari dzuhur hingga tengah malam.
Al-Kholil bin Ahmad Al-Farohidi (wafat 170 H) berkata :
والمساء: بعد الظُّهْر إلى صلاةِ المَغْرِب. وقال بعضٌ: إلى نِصْفِ اللَّيل
“Al-Masaa’ (petang) adalah setelah dzuhur hingga sholat magrib. Sebagian berkata : hingga tengah malam” (Al-‘Ain 7/323, hal serupa dinyatakan oleh Al-Azhari (wafat 310 H) dalam kitabnya Tahdziib al-Lughoh 13/82 dan Az-Zabiidi dalam Taajul ‘Aruus 39/530)
Demikian juga as-shobaah ada dua pendapat di kalangan ahli bahasa :
Pertama : dari terbit fajar hingga menjelang dzuhur dan
Kedua : dari tengah malam hingga menjelang dzuhur.
Al-Kholil bin Ahmad al-Farohidi berkata :
الصُّبْح والصباح: هما أوَّل النَهار
“As-subh dan as-shobaah keduanya adalah awal dari siang” (al-‘Ain 3/126, lihat juga perkataan al-Azhari dalam Tahdziib al-Lugoh 4/154)
Al-Fayyuumi berkata :
الصُّبْحُ الْفَجْرُ وَالصَّبَاحُ مِثْلُهُ وَهُوَ أَوَّلُ النَّهَارِ وَالصَّبَاحُ أَيْضًا خِلَافُ الْمَسَاءِ قَالَ ابْنُ الْجَوَالِيقِيِّ الصَّبَاحُ عِنْدَ الْعَرَبِ مِنْ نِصْفِ اللَّيْلِ الْآخِرِ إلَى الزَّوَالِ ثُمَّ الْمَسَاءُ إلَى آخِرِ نِصْفِ اللَّيْلِ الْأَوَّلِ
“as-Shubh adalah fajar, as-shobaah juga demikian, yaitu permulaan siang, dan ash-shobaah juga adalah lawan dari al-masaa’. Ibnu al-Jawaaliqi berkata : As-Shobaah menurut kaum Arab adalah dimulai dari tengah malam hingga dzuhur, lalu al-masaa’ dari dzuhur hingga tengah malam” (al-Misbaah al-Muniir 1/331)
([2] ) Ada tiga pendapat di kalangan para ulama tentang waktu dzikir pagi :
Pertama : Subuh dimulai dari terbitnya fajar (adzan subuh) dan berakhir tatkala terbitnya matahari. Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Ibnu al-Qoyyim (al-Waabil As-Shoyyib hal 93)
Kedua : Subuh dimulai dari terbitnya fajar dan terus berlanjut hingga menjelang zawal (adzan sholat dzuhur). Ini adalah pendapat yang dipilih oleh Al-Lajnah Ad-Daimah dalam fatwa mereka 24/179)
Ketiga : Subuh dimulai dari terbitnya fajar dan berlanjut hingga terbenam matahari (lihat Tuhfat Adz-Dzakirin karya Asy-Syaukani hal 95)
([3] ) Ada tiga pendapat di kalangan para ulama tentang waktu dzikir petang :
Pertama : Petang yaitu antara ashar hingga maghrib, dan ini pendapat Ibnu Taimiyyah (Al-Kalim At-Thoyyib hal 67) dan Ibnul Qoyyim (al-Waabil as-Shoyyib hal 93)
Kedua : Petang dimulai dari waktu zawal (adzan dzuhur) hingga terbenam matahari ditambah awal malam. Dan ini adalah pendapat al-Lajnah ad-Daaimah (Lihat Fatawa al-Lajnah ad-Daaimah 24/178) dan juga pendapat Asy-Syaikh Ibnu Baaz (lihat Majmuu’ Fataawaa wa Maqoolaat Ibni Baaz 26/72)
Ketiga : Petang dimulai dari terbenam matahari hingga terbit fajar (lihat Tuhfat Adz-Dzakirin karya Asy-Syaukani hal 95)