Doa-doa Sebelum Salam
Pertama
اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur, dari azab neraka, dari fitnah kehidupan dan sesudah mati, dan dari fitnah Al-Masih Dajjal”. ([1])
Kedua
اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلاَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku telah banyak berbuat zalim terhadap diriku sendiri. Tidak ada yang akan mengampuni dosa-dosa itu kecuali Engkau. Karena itu (Ya Allah), ampunilah diriku dengan ampunan-Mu dan kasih-sayangilah aku. Sesungguhnya Engkau adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ([2])
Ketiga
اللهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا
“Ya Allah, hisablah (lakukan perhitungan) pada diriku dengan perhitungan (hisab) yang mudah”. ([3])
Keempat
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ مَا عَمِلْتُ، وَمِنْ شَرِّ مَا لَمْ أَعْمَلْ بَعْدُ
“Ya Allah sesungguhnya aku mohon perlindungan kepada-Mu dari kejahatan yang pernah aku perbuat dan dari kejahatan yang belum aku perbuat”. ([4])
Kelima
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ يَا اللهُ بِأَنَّكَ الْوَاحِدُ الْأَحَدُ الصَّمَدُ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ أَنْ تَغْفِرَ لِي ذُنُوبِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Ya Allah, sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ya Allah, Yang Maha Esa lagi tempat bergantungnya seluruh makhluk, Yang tidak beranak, tidak pula diperanakkan, dan tidak ada yang setara dengan-Nya, agar engkau mengampuni dosa-dosaku. Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. ([5])
Keenam
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِأَنَّ لَكَ الْحَمْدُ، لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ الْمَنَّانُ، بَدِيعُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ، يَا ذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ، يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ
“Ya Allah, aku meminta pada-Mu karena segala puji hanya untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau, Yang Banyak Memberi Karunia, Yang Menciptakan langit dan bumi, Wahai Allah yang Maha Mulia dan Penuh Kemuliaan, Yang Maha Hidup dan Tidak Bergantung pada Makhluk-Nya”. ([6])
Ketujuh
اللَّهُمَّ بِعِلْمِكَ الْغَيْبَ , وَقُدْرَتِكَ عَلَى الْخَلْقِ , أَحْيِنِي مَا عَلِمْتَ الْحَيَاةَ خَيْرًا لِي , وَتَوَفَّنِي إِذَا عَلِمْتَ الْوَفَاةَ خَيْرًا لِي , اللَّهُمَّ وَأَسْأَلُكَ خَشْيَتَكَ فِي الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ , وَأَسْأَلُكَ كَلِمَةَ الْحَقِّ فِي الرِّضَا وَالْغَضَبِ , وَأَسْأَلُكَ الْقَصْدَ فِي الْفَقْرِ وَالْغِنَى , وَأَسْأَلُكَ نَعِيمًا لَا يَنْفَدُ , وَأَسْأَلُكَ قُرَّةَ عَيْنٍ لَا تَنْقَطِعُ , وَأَسْأَلُكَ الرِّضَاءَ بَعْدَ الْقَضَاءِ , وَبَرْدَ الْعَيْشِ بَعْدَ الْمَوْتِ , وَأَسْأَلُكَ لَذَّةَ النَّظَرِ إِلَى وَجْهِكَ , وَالشَّوْقَ إِلَى لِقَائِكَ , فِي غَيْرِ ضَرَّاءَ مُضِرَّةٍ , وَلَا فِتْنَةٍ مُضِلَّةٍ , اللَّهُمَّ زَيِّنَّا بِزِينَةِ الْإِيمَانِ , وَاجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ
“Ya Allah, dengan ilmu-Mu atas yang gaib dan dengan kemahakuasaan-Mu atas seluruh makhluk, perpanjanglah hidupku, bila Engkau mengetahui bahwa kehidupan selanjutnya lebih baik bagiku. Dan matikan aku dengan segera, bila Engkau mengetahui bahwa kematian lebih baik bagiku. Ya Allah, sesungguhnya aku mohon kepada-Mu agar aku takut kepada-Mu dalam keadaan tersembunyi maupun terang-terangan. Aku mohon kepada-Mu, agar dapat berpegang dengan kalimat yang haq di waktu ridha atau marah. Aku minta kepada-Mu, agar aku bisa sederhana dalam keadaan kaya atau fakir, aku mohon kepada-Mu agar diberi nikmat yang tidak akan habis dan aku minta kepada-Mu agar diberi penyejuk mata yang tak terputus. Aku mohon kepada-Mu, agar aku dapat ridha setelah qadha-Mu. Aku mohon kepada-Mu, kehidupan yang menyenangkan setelah aku meninggal dunia. Aku mohon kepada-Mu kenikmatan memandang wajah-Mu, rindu bertemu dengan-Mu tanpa penderitaan yang membahayakan dan fitnah yang menyesatkan. Ya Allah, hiasilah kami dengan keimanan dan jadikanlah kami sebagai penunjuk jalan yang memperoleh bimbingan dari-Mu”. ([7])
Kedelapan
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ الْمُقَدِّمُ، وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
“Yaa Allâh, ampunilah dosaku yang telah aku lakukan dan yang telah aku tinggalkan, yang aku rahasiakan dan yang aku lakukan dengan terang-terangan, serta segala dosa yang Engkau lebih mengetahuinya daripada aku. Engkau adalah al Muqaddim (Dzat Yang memajukan orang yang Engkau kehendaki) dan Engkau adalah al Muakhkhir (Yang memundurkan orang yang Engkau kehendaki). Tidak ada yang berhak disembah kecuali Engkau”. ([8])
Kesembilan
اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِنَ الْخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمْ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ مَا عَلِمْتُ مِنْهُ وَمَا لَمْ أَعْلَمُ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ مِمَّا سَأَلَكَ مِنْهُ مَحَمَّدٌ وَأَعُوذُ بِكَ مِمَّا اسْتَعَاذَ مِنْهُ مُحَمَّدٌ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ مَا قَضَيْتَ لِي مِنْ قَضَاءٍ فَاجْعَلْ عَاقِبَتَهُ لِي رُشْدًا
“Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepada-Mu segala kebaikan, baik yang segera atau akan datang, yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui. Dan aku berlindung kepada-Mu dari segala kejelekan, baik yang segera atau akan datang, yang aku ketahui atau yang tidak aku ketahui. Aku meminta surga kepada-Mu serta segala perkara yang mendekatkan kepadanya, baik dari ucapan atau perbuatan. Dan aku berlidung kepada-Mu dari neraka serta segala perkara yang mendekatkan kepadanya, baik dari ucapan atau perbuatan. Aku meminta kepada-Mu sebagaimana apa yang diminta oleh Muhammad. Dan aku berlindung kepada-Mu dari apa yang berlindung darinya Muhammad sallallahu ‘alaihi wa sallam. Ya Allah apa yang Engkau putuskan kepadaku dari suatu perkara, maka jadikanlah akhirnya baik”. ([9])
__________________________
Footnote:
Dalam riwayat Bukhori:
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ القَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ النَّارِ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَحْيَا وَالمَمَاتِ، وَمِنْ فِتْنَةِ المَسِيحِ الدَّجَّالِ
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari siksa kubur. Dan dari adzab neraka, dan dari fitnah kehidupan dan sesudah mati, dan dari fitnah Al-Masih Dajjal”. (HR. Bukhori No. 1377)
Kandungannya:
Di sini terdapat penetapan adanya azab kubur dan azab kubur adalah benar sehingga kita diminta untuk berlindung darinya. Dalam al-Qur’an terdapat ayat yang menjelaskan tentang adanya azab kubur, Allah Ta’ala berfirman:
النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا ۖ وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ الْعَذَابِ
Kepada mereka ditampakkan neraka pada pagi dan petang, dan pada hari terjadinya kiamat (dikatakan kepada malaikat): “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam azab yang sangat keras”. QS. Ghofir: 46
Ibnu Daqiq Al-‘Ied menjelaskan maksud fitnah kehidupan: “Yaitu setiap yang datang di kehidupan manusia selama ia hidup; berupa fitnah dunia, syahwat, dan kebodohan. Yang paling dahsyat -wal ‘iyadzu billah- adalah fitnah di akhir kehidupan ketika sakarotul maut”. (Lihat: Fathul Baari 2/319)
Dan dalam salah satu doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkan:
وَأَعُوذُ بِكَ أَن يَتَخَبَّطَنِي الشَّيطَانُ عِندَ المَوتِ
“Aku berlindung kepada-Mu agar tidak disesatkan setan ketika kematian”. (HR. Ahmad No. 8667, Abu Dawud No. 1552 dan dishahihkan al-Albani)
Al-Khathabi menjelaskan hadis di atas: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung dari disesatkan setan ketika datang kematian, bentuknya adalah setan mengganggunya ketika beliau hendak meninggal dunia, lalu setan menyesatkannya. Sehingga menghalanginya dari bertaubat atau menutupi dirinya sehingga tidak mau memperbaiki urusannya atau memohon maaf dari kedzaliman yang pernah dia lakukan. Atau membuat dia merasa putus asa dari rahmat Allah, atau membuat dia benci dengan kematian dan merasa sedih meninggalkan hartanya, sehingga dia tidak ridha dengan keputusan Allah berupa kematian dan menuju akhirat. Sehingga dia akhiri hidupnya dengan keburukan, lalu dia bertemu Allah dalam kondisi Dia murka kepadanya.
Kemudian beliau juga membawakan sebuah riwayat bahwa tidak ada kesempatan yang lebih diperhatikan setan untuk menyesatkan manusia, selain ketika kematiannya. Dia akan mengundang rekan-rekannya, “Kumpul di sini, jika kalian tidak bisa menyesatkannya pada hari ini, kalian tidak lagi bisa menggodanya selamanya.” (Lihat : Aunul Ma’bud 4/287)
Adapun fitnah kematian, sebagian ulama mengatakan bahwa yang dimaksud fitnah kematian adalah fitnah setelah kematian, dan ini sangat banyak; di antara contohnya adalah azab kubur, pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, ujian yang dialami manusia ketika di padang mahsyar, dan yang lainnya dari fitnah-fitnah yang terjadi setelah kematian.
Dan dari fitnah Al-Masih Dajjal, karena fitnah Dajjal sangat dahsyat, bisa mengguncang keimanan orang yang lemah, karena Allah memberikannya beberapa kemampuan yang luar biasa yang hal tersebut adalah fitnah bagi orang-orang yang beriman, di antaranya:
Pertama: Dia memiliki surga dan neraka, yang mana surganya adalah neraka dan nerakanya adalah surga.
الدَّجَّالُ أَعْوَرُ الْعَيْنِ الْيُسْرَى، جُفَالُ الشَّعَرِ، مَعَهُ جَنَّةٌ وَنَارٌ، فَنَارُهُ جَنَّةٌ وَجَنَّتُهُ نَارٌ
“Dajjal cacat matanya yang kiri, keriting rambutnya, bersamanya surga dan nerakanya, nerakanya adalah surga dan surganya adalah neraka.” HR. Muslim no. 2934
Kedua: Menghidupkan kembali orang yang ia bunuh dengan izin Allah.
Ketiga: Bisa memerintahkan langit untuk menurunkan hujan juga memerintahkan bumi untuk mengeluarkan tumbuhan.
Keempat: Dan kemampuan-kemampuan lainnya yang Allah berikan untuk menguji para hamba.
Kandungannya:
Dalam doa ini terdapat penjelasan bahwasanya manusia tidak lepas dari segala bentuk dosa dan kekurangan dalam melakukan ketaatan. Dalam doa ini juga terdapat pengakuan terhadap hal tersebut, lalu memohon di hadapan Allah agar diampuni semua dosa dan kesalahannya dengan meyakini sepenuh hati bahwa Allah adalah dzat maha pemberi ampun, meyakini bahwasanya Allah satu-satunya Dzat yang dapat mengampuni dosa-dosa.
([3]) HR. Ibnu Khuzaimah dalam shohihnya no 849, dan Ibnu Hibban dalam shohihnya no. 7372, berkata Al-A’zhomy sanadnya hasan.
Kandungannya:
Dalam hadits di atas, Aisyah bertanya kepada Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam: Wahai Rasulullah apa itu perhitungan yang mudah? Beliau menjawab:
هُوَ أَنْ يَنْظُرَ فِي كِتَابِهِ فَيَتَجَاوَزَ لَهُ عَنْهَا فَإِنَّهُ مَنْ نُوقِشَ الْحِسَابَ فَقَدْ هَلَكَ
“Yaitu buku amalannya dilihat kemudian dimaafkan, karena sesungguhnya orang yang dipertanyakan perhitungan (amalannya) maka dia akan binasa.” (HR. Ahmad dalam musnadnya 40/260 No. 24215, Ishaq dalam musnadnya 2/367 No. 909)
Doa ini menunjukkan beratnya hari perhitungan. Tidak ada satu pun perkara bahkan sekecil biji sawi, melainkan pasti akan diperhitungkan. Allah Ta’āla berfirman:
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya: 47)
Sehingga Rasulullah mengajarkan umatnya untuk berdoa, meminta kepada Allah agar dimudahkan kelak di hari perhitungan.
([4]) HR. Al-Nasa’i No. 1301, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.
Kandungannya:
Dalam doa ini ada dua permintaan: meminta perlindungan dari buruk amalannya dan meminta perlindungan dari keburukan amalan yang belum pernah ia lakukan.
At-Thiby menjelaskan maksud dari meminta perlindungan dari buruknya amalan yang telah dilakukan adalah buruknya amalan yang membutuhkan kemaafan dan ampunan dari Allah. Sedangkan meminta perlindungan dari buruknya perbuatan yang belum dikerjakan maksudnya adalah meminta perlindungan dari melakukan perbuatan buruk tersebut di kemudian hari yang perbuatan tersebut tidak Allah ridhoi dan tidak Allah sukai. Ia meminta agar Allah menjaganya dari perbuatan buruk tersebut, atau bisa juga maksudnya meminta perlindungan dari rasa kagum dengan dirinya sendiri ketika bisa meninggalkan perbuatan buruk tersebut. Maka wajib bagi seseorang ketika dia mampu meninggalkan perkara-perkara yang dilarang oleh Allah, ia sadar bahwasanya semua tersebut adalah karunia dari Allah. Bisa juga yang dimaksud adalah meminta perlindungan kepada Allah agar keburukan amalan orang lain tidak menimpa dirinya, sebagaimana yang Allah firmankan:
{وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً}
“Dan peliharalah diri kalian dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian.” (QS. Al-Anfal 25) (Lihat: Dzakhirotul Uqba Fii Syarhil Mujtaba 40/85)
([5]) Al-Jami’us Shohih Lis Sunani Wal Masaanid 32/319
Kandungannya:
Dalam doa ini terkandung permintaan perlindungan juga permintaan ampunan kepada Allah dengan menyebut nama-Nya yang begitu indah yaitu “As-Shomad” juga dengan menyucikan-Nya dari segala bentuk kekurangan yaitu “yang tidak beranak, tidak pula diperanakkan” sebagaimana prasangka orang-orang Nasrani bahwasanya tuhan ada 3 yaitu: tuhan bapak, tuhan anak, dan roh kudus. Dan juga Allah tersucikan dari adanya sesuatu yang bisa menandingi Allah, karena tidak ada satupun yang bisa menandingi Allah.
Dalam doa ini juga kita diajarkan adab dalam berdoa, yaitu dengan menyebut nama-Nya yang indah dan mensucikan-Nya dari segala aib dan kekurangan, kemudian kita meminta apa yang kita butuhkan.
([6]) Sunan Abu Dawud No. 1495, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dan Al-Arnauth.
Kandungannya:
Dalam doa ini terkandung makna yang begitu agung, berupa penetapan bahwa pujian hanya untuk Allah semata, bahwa sesembahan ini hanya untuk Allah semata, bahwa Allah satu-satunya yang memiliki sifat rububiyyah yang sangat sempurna, yaitu memberi karunia yang tiada batas kepada hambanya, menciptakan langit dan bumi yang penciptaan ini belum ada contoh sebelumnya, juga belum ada satupun yang mendahuluinya. (Lihat: Jaami’ul Bayan Fii Takwiilil Quran 2/540)
Salah satu bentuk keagungan doa ini adalah Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat ketika berdoa dengan ini: Apakah kalian tahu dengan apa dia berdoa?
Mereka pun menjawab: Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu. Lalu Rasulullah menjelaskan:
((والذي نفسي بيده، لقد دعا باسمه العظيم، الذي إذا دعي به أجاب، وإذا سُئل به أعطى))
“Demi Dzat yang jiwaku yang berada ditangan-Nya, sungguh ia telah berdoa dengan nama-Nya yang Agung, yang apabila seorang hamba berdoa kepada-Nya pasti akan dikabulkan, dan apabila seorang hamba meminta kepada-Nya pasti akan diberi.” (Lihat: Fathul Bari Libni Rojab 7/49)
([7]) Al-Jami’us Shohih Lis Sunani Wal Masanid 32/396
Kandungannya:
Pertama: doa ini adalah salah satu dalil bolehnya meminta kematian dengan cara memasrahkan semua perkara kepada Allah. Yaitu apabila kematian itu baik baginya berdasarkan ilmu ghaib di sisi Allah, maka ia meminta untuk diwafatkan, namun sebaliknya apabila kehidupan lebih baik maka ia meminta untuk diberikan kehidupan. Sehingga ini tidaklah bertentangan dengan sabda Rasulullah tentang larangan meminta kematian yang diriwayatkan dari sahabat Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدٌ مِنْكُمُ المَوْتَ لِضُرٍّ نَزَلَ بِهِ، فَإِنْ كَانَ لاَ بُدَّ مُتَمَنِّيًا لِلْمَوْتِ فَلْيَقُلْ: اللَّهُمَّ أَحْيِنِي مَا كَانَتِ الحَيَاةُ خَيْرًا لِي، وَتَوَفَّنِي إِذَا كَانَتِ الوَفَاةُ خَيْرًا لِي
“Janganlah salah seorang di antara kalian berangan-angan untuk mati karena disebabkan musibah yang sedang menimpanya. Kalau memang harus berangan-angan, hendaknya dia mengatakan, “Ya Allah, hidupkanlah aku jika kehidupan itu baik untukku. Dan matikanlah aku jika kematian itu baik bagiku.” (HR. Bukhari no. 6351, 5671 dan Muslim no. 2680)
Karena ketika seorang meminta kematian, itu menunjukkan tidak sabar atas musibah yang menimpanya, dan bisa saja kehidupan adalah lebih baik baginya dengan bertambah baik amalannya atau menjadi orang yang senantiasa bertaubat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
وَلاَ يَتَمَنَّيَنَّ أَحَدُكُمُ المَوْتَ: إِمَّا مُحْسِنًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَزْدَادَ خَيْرًا، وَإِمَّا مُسِيئًا فَلَعَلَّهُ أَنْ يَسْتَعْتِبَ
“Janganlah salah seorang di antara kalian mengharapkan kematian. Jika dia orang baik, semoga saja bisa menambah amal kebaikannya. Dan jika dia orang yang buruk, semoga bisa menjadikannya bertaubat.” (HR. Bukhari no. 5673)
Kedua: Meminta rasa takut kepada Allah dalam keadaan terang-terangan maupun sembunyi. Di mana dia meninta agar senantiasa rasa takut tersebut melekat pada dirinya di setiap keadaan, rasa takut yang menyebabkannya selalu melakukan amalan baik dan meninggalkan amalan buruk. Bisa juga kita katakan, ketika seseorang meminta khosyah atau rasa takut maka sejatinya ia meminta ilmu, karena tidaklah seseorang bisa khosyah atau takut kepada Allah kecuali dengan ilmu, Allah berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah adalah orang-orang yang berilmu”. (QS. Fathir: 28)
Ketiga: Memohon kepada Allah agar dapat berpegang dengan kalimat yang haq di waktu ridha atau marah. Terdapat kandungan agar ia diberikan ketetapan yang kokoh dalam berpegang teguh dalam menggenggam kalimat haq, yang ini bisa ditafsirkan dengan kalimat tauhid “laa ilaaha illallah”.
Keempat: Meminta kesederhanaan dalam keadaan kaya atau fakir. Di sini terdapat dalil yang menguatkan bahwa kesederhanaan lebih utama daripada kekayaan atau kefakiran, karena dalam doa ini kita diajarkan meminta kesederhanaan daripada kekayaan.
Kelima: Memohon kepada Allah agar diberi nikmat yang tidak akan habis. Sebesar-besarnya kenikmatan yang tidak akan pernah habis adalah kenikmatan di surga, karena kenikmatan duniawi semuanya bersifat akan habis.
Keenam: Meminta kepada Allah agar diberi penyejuk mata yang tak terputus. Yang dimaksud penyejuk hati bisa beberapa kemungkinan:
- Shalat, sebagaimana sabda Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam:
وَجُعِلَ قُرَّةُ عَيْنِي فِي الصَّلَاةِ
“Dan dijadikan penyejuk mataku di dalam shalat”. HR. Ahmad no. 12292 dan dihasankan oleh Syu’aib Al-Arnauth, An-Nasai dalam sunannya no 3939 dan dishohihkan oleh Al-Albani, dan Abu Ya’la dalam musnadnya no. 3482 dan dihasankan oleh Husain Salim Asad.
- Pasangan hidup dan keturunan, sebagaimana dalam ayat:
{رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ}
“Wahai rabb kami, karuniakanlah kami penyejuk mata dari istri-istri kami dan keturunan-keturunan kami”. (QS. Al-Furqon: 74)
Ketujuh: Memohon kepada Allah agar dapat ridha setelah menerima takdir, karena semua yang Allah takdirkan semuanya baik, di balik semuanya terdapat hikmah-hikmah untuk kebaikan hamba-hamba-Nya. Ini juga salah satu konsekuensi dari beriman terhadap qodho dan qodar Allah, yaitu menerima semua yang Allah tetapkan.
Kedelapan: Memohon kepada Allah kehidupan yang menyenangkan setelah meninggal dunia, yaitu berupa kenikmatan di alam kubur serta kenikmatan yang kekal di surga.
Kesembilan: Memohon kepada Allah kenikmatan memandang wajah-Nya, rindu bertemu dengan-Nya. Ini adalah kenikmatan terbesar yang diharapkan semua hamba, yaitu bisa memandang wajah Allah serta bisa berjumpa kepada Allah, dan keinginan ini tidak akan muncul kecuali dari orang-orang yang benar-benar beriman dengan keimanan yang hakiki. Yang tentunya harus diusahakan dengan melakukan amalan-amalan yang bisa mendatangkan rahmat Allah.
Kesepuluh: Memohon kepada Allah agar menghiasinya dengan keimanan dan menjadikannya sebagai penunjuk jalan, karena sebesar-besarnya kenikmatan adalah nikmat keimanan dan petunjuk agar diberikan istiqamah untuk selalu meniti di atas jalan keimanan.
([8]) HR. At Tirmidzi No. 3421, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani.
Kandungannya:
Terkandung di dalamnya perintah Allah untuk Nabi kita Muhammad agar senantiasa meminta ampunan dari Allah. Ini bukan menunjukkan bahwasanya Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam telah melakukan suatu dosa, karena kita semua tahu bahwa Rasulullah adalah orang yang telah diampuni dosanya yang telah lalu maupun yang akan datang, akan tetapi ini adalah salah satu bentuk rasa syukur yang beliau kepada Allah. Sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Mughiroh bin Syu’bah ketika para shahabat berkata: Wahai Rasulullah! Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosamu yang akan datang maupun yang telah berlalu, beliau pun menjawab:
«أَفَلَا أَكُونُ عَبْدًا شَكُورًا»
“Tidakkah aku ingin menjadi hamba yang bersyukur?” (Lihat: Az-Zuhdu War Roqo-Iq Libnil Mubarok No. 107)
Allah adalah Dzat Yang memajukan orang yang Dia kehendaki dengan sebab mentaati-Nya atau sebab lainnya. Allah adalah Dzat Yang memundurkan orang yang Dia kehendaki, hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Imam An-Nawawi. (Lihat: Al-Minhaj Syarhu Shohih Muslim bin Al-Hajjaj 6/60)
Dikatakan juga oleh Ibnu Baththol maksudnya adalah: Engkau adalah Dzat yang mengedepankan Nabi Muhammad pada hari kebangkitan yaitu ketika di padang mahsyar dari semua para Nabi. (Lihat: Shohih Bukhori oleh Ibnu Baththol 3/110)
([9]) HR. Ishaq 2/590 No. 1165, HR. Ahmad 41/474 No. 25019, dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Adab Mufrad No. 639/498
Kandungannya:
Ini adalah doa yang mencakup semua kebutuhan hamba, Rasulullah shallallāhu ‘alaihi wasallam mengajarkan kepada ‘Aisyah untuk berdoa dengan doa ini; yaitu meminta untuk dilimpahkan segala kebaikan, dijauhkan dari segala keburukan, meminta untuk dimasukkan ke dalam surga dan dijauhkan dari neraka.