Sujud
Pertama
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى
“Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi”. ([1])
Kedua
سُبْحَانَ رَبِّىَ الأَعْلَى وَبِحَمْدِهِ
“Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi dan pujian untuk-Nya)”. Ini dibaca tiga kali. ([2])
Ketiga
سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلاَئِكَةِ وَالرُّوحِ
“Mahasuci, Maha Qudus, Rabbnya para malaikat dan ruh -yaitu Jibril-.” ([3])
Keempat
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي
“Maha Suci Engkau ya Allah, Tuhan kami, Segala puji bagi Engkau. Ya Allah, ampunilah aku”. ([4])
Kelima
اللهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ، وَصَوَّرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِينَ
“Ya Allah, kepada-Mu aku bersujud, kepada-Mu aku beriman, kepada-Mu aku berserah diri. Telah sujud wajahku kepada Dia yang telah menciptakannya, membentuknya, memisahkan pendengaran dan penglihatannya, Maha Suci Allah Pencipta yang paling baik. ([5])
Keenam
اَللَّهُمَّ لَكَ سَجَدْتُ، وَبِكَ آمَنْتُ، وَلَكَ أَسْلَمْتُ، وَأَنْتَ رَبِّي، سَجَدَ وَجْهِيْ لِلَّذِيْ خَلَقَهُ وَصَوَّرَهُ، فَأَحْسَنَ صُوَرَهُ، وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ، تَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ الْخَالِقِيْنَ
“Ya Allah, hanya kepada-Mu aku bersujud, hanya kepada-Mu aku beriman, hanya kepada-Mu aku berserah diri. (Engkau Rabb-ku). Bersujud wajahku kepada Dzat yang menciptakan dan membentuknya, lalu Dia baguskan rupanya, yang membelah pendengaran dan penglihatannya. Mahasuci Allah sebaik-baik Pencipta. ([6])
Ketujuh
سُبْحَانَكَ وَبِحَمْدِكَ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ
“Maha Suci Engkau, segala puji bagi Engkau. Tidak ada Tuhan selain Engkau”. ([7])
Kedelapan
سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ أَنْتَ
“Mahasuci Engkau ya Allah, dan dengan pujian untuk-Mu, tidak ada sesembahan yang berhak disembah kecuali Engkau”. ([8])
Kesembilan
سُبْحَانَ ذِي الْجَبَرُوتِ وَالْمَلَكُوتِ وَالْكِبْرِيَاءِ وَالْعَظَمَةِ
“Maha Suci Dia yang memiliki kekuasaan, kerajaan, kebesaran dan keagungan”. ([9])
Doa-doa sujud
Berikut doa-doa yang dianjurkan untuk dibaca ketika sujud, yaitu setelah membaca dzikir sujud di atas.
Pertama :
اللهُمَّ اغْفِرْ لِي ذَنْبِي كُلَّهُ دِقَّهُ، وَجِلَّهُ، وَأَوَّلَهُ وَآخِرَهُ وَعَلَانِيَتَهُ وَسِرَّهُ
‘Allahumma ighfirlii dzanbii kullahu, diqqahu, wa jillahu, wa awwalahu wa aakhirahu, wa ‘alaaniyyatahu wa sirrahu’.
“Ya Allah, ampunilah untukku dosaku semuanya, baik yang kecil maupun yang besar, yang awal maupun yang akhir, yang terang-terangan maupun yang sembunyi-sembunyi”.([10])
Kedua :
اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ
‘Allahumma ighfirlii maa asrartu wa maa a’lantu’
“Ya Allah, ampunilah dosaku yang tersembunyi dan terang-terangan”. ([11])
Ketiga
ربِّ اغْفِرْ لِي مَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ
“Wahai Rabb-ku, ampunilah aku, apa yang aku rahasiakan dan apa yang aku nyatakan”. ([12])
Keempat :
اللهُمَّ اجْعَلْ فِي قَلْبِي نُورًا، وَفِي سَمْعِي نُورًا، وَفِي بَصَرِي نُورًا، وَعَنْ يَمِينِي نُورًا، وَعَنْ شِمَالِي نُورًا، وَأَمَامِي نُورًا، وَخَلْفِي نُورًا، وَفَوْقِي نُورًا، وَتَحْتِي نُورًا، وَاجْعَلْ لِي نُورًا
‘Allahumma ij’al fii qalbii nuuraa, wa fii sam’i nuura, wa fii basharii nuuraa, wa ‘an yamiinii nuuraa, wa ‘an syimaalii nuuraa, wa amaamii nuuraa, wa khalfii nuuraa, wa fauqii nuuraa, wa tahtii nuuraa, waj’al lii nuuraa’
“Ya Allah, jadikanlah cahaya di dalam hatiku, cahaya di dalam pendengaranku, cahaya di dalam mataku, cahaya di sebelah kananku, cahaya di sebelah kiriku, cahaya di depanku, cahaya di belakangku, cahaya di atasku, cahaya di bawahku, dan jadikanlah cahaya untukku”. ([13])
Keempat :
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِرِضَاكَ مِنْ سَخَطِكَ، وَبِمُعَافَاتِكَ مِنْ عُقُوْبَتِكَ، وَأَعُوْذُ بِكَ مِنْكَ، لاَ أُحْصِيْ ثَنَاءً عَلَيْكَ، أَنْتَ كَمَا أَثْنَيْتَ عَلَى نَفْسِكَ
‘Allahumma innii a’udzu bi ridhaaka min sakhatika, wa bi mu’aafaatika min ‘uquubatika, wa a’udzubika minka, laa uhshi tsanaa’an ‘alaika kamaa atsnaita ‘ala nafsika’
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dengan keridhaan-Mu dari kemarahan-Mu, dan dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjungkan kepada diri-Mu sendiri”. ([14])
“Ya Allah, Aku berlindung diri kepada ridhaMu dari murkaMu, dengan keselamatanMu dari siksaMu. Dan aku berlindung diri kepadaMu dariMu, Aku tidak mampu menghitung semua pujian untukMu, sebagaimana Engkau memuji DzatMu”. ([15])
___________________________________
Footnote:
Dalam doa ini terkandung pensucian Allah dari segala kekurangan dan dari segala hal yang tidak layak disematkan pada-Nya. Di dalamnya juga terdapat penjelasan sifat ketinggian Allah. Dan sifat Maha Tinggi Allah meliputi:
- Maha Tinggi Dzat-Nya, karena Dia berada di atas semua makhluk-Nya.
- Maha Tinggi kedudukan-Nya, sebab segala sifat sempurna hanya milik Dia saja.
- Maha Tinggi kekuasaan-Nya, sebab Dia Maha berkuasa atas segala sesuatu, (QS. Al-Ankabut: 17)
(Lihat keterangan Syaikh Shalih al Fauzan ketika menerangkan nama al ‘Aliyy pada ayat Kursi dalam kitab Syarh al ‘Aqidah al Wasithiyah, hal. 26)
Lalu apa hubungannya dengan posisi kita ketika sujud?
Pada saat kita menyungkurkan badan kita ke tanah sujud bersimpuh merendah serendah-rendahnya dengan menghinakan diri sehina-hinanya, kita meletakkan beberapa anggota tubuh yang merupakan kemuliaan seseorang sebagaimana yang datang dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ عَلَى الْجَبْهَةِ – وَأَشَارَ بِيَدِهِ عَلَى أَنْفِهِ – وَالْيَدَيْنِ، وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
“Aku diperintahkan bersujud dengan tujuh bagian anggota badan: (1) Dahi (termasuk juga hidung, beliau mengisyaratkan dengan tangannya), (2,3) telapak tangan kanan dan kiri, (4,5) lutut kanan dan kiri, dan (6,7) ujung kaki kanan dan kiri.” (HR. Bukhari 1/162 no. 812)
Dan hidung adalah salah satu bagian yang mulia yang manusia miliki, itu mengapa dalam hadits ada istilah “رغم أنف” (hidungnya menempel di tanah) untuk mengungkapkan kehinaan terhadap seseorang, karena hidung termasuk bagian yang mulia, ketika hidung tersebut menempel ke tanah maka tidak ada kemuliaan lagi, begitu juga dalam posisi sujud maka seorang hamba harus hidungnya menempel ke bawah untuk menyatakan kehinaan dirinya, dia merendahkan dirinya serendah-rendahnya lalu meninggikan penciptanya setinggi-tingginya dengan melafazkan dengan lisannya “subhanaa robbiyal a’laa”, dan hatinya meyakini tingginya Sang Pencipta dan ini adalah bagian yang penting dalam shalat yang mana sujud tidak boleh dipalingkan ke selain Allah.
لَا تَسْجُدُوْا لِلشَّمْسِ وَلَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُوْا لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ اِنْ كُنْتُمْ اِيَّاهُ تَعْبُدُوْنَ
“Janganlah bersujud kepada matahari dan jangan (pula) kepada bulan, tetapi bersujudlah kepada Allah yang menciptakannya, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya”. (QS. Fusshilat: 37)
Dan ini adalah keadaan yang paling terdekat antara hamba dan Rabbnya sehingga dianjurkan untuk banyak memohon kepada Allah sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أقربُ ما يكونُ العبدُ من ربِّه وهو ساجدٌ فأكْثِروا الدُّعاءَ
“Kondisi paling dekat antara seorang hamba dengan Tuhannya adalah ketika dia sujud, maka perbanyaklah doa (ketika sujud)” (HR. Muslim No. 482)
Karena sujud ini adalah bukti penghambaan, ketundukan, kerendahan, dan kefakirannya. Dalam kondisi seperti ini sangat tepat bagi seorang hamba untuk memanjatkan doa karena dia sangat dekat dengan Allah dan akan dikabulkan doanya.
([2]) HR. Abu Dawud 1/230 No. 870
([3]) HR. Muslim 1/353 No. 487
Berkata Imam An-Nawawi: “Makna (subbuuh) adalah yang terlepas dari segala kekurangan, penyekutuan atau kesyirikan, dan dari setiap yang tidak layak untuk Allah, dan (qudduus) adalah yang disucikan dari segala hal yang tidak pantas untuk Sang Pencipta”. Kemudian melanjutkan perkataannya: “(ar-ruuh) dikatakan artinya malaikat yang besar dan dikatakan juga kemungkinan yang dimaksud adalah Jibril” (Al-Minhaj Syarhu Shohih Muslim Bin Al-Hajjaj 4/205)
([4]) HR. Bukhori No. 794, 817 dan Muslim No. 484
Imam Nawawi menjelaskan bahwasanya doa ini diucapkan oleh Rasulullah untuk melaksanakan kewajiban yang diwajibkan oleh Allah dalam surat An-Nashr:
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ ۚ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابًا
“Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun kepada-Nya. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penerima taubat.”
Dalam doa ini terkandung pensucian Dzat Allah dari segala kekurangan dan dari segala hal yang tidak layak untuk Allah, Pujian atas segala nikmat yang telah diberikan kepadanya berupa hidayah taufik sehingga ia bisa beribadah kepadanya yang semua itu bukan karena daya atau upayanya akan tetapi semata-mata karena nikmat hidayah taufiq yang Allah berikan, juga terkandung di dalamnya permohonan ampun atas segala dosa yang diperbuat.
([5]) HR. Muslim 1/534 No. 201
Dalam doa ini terdapat bentuk pentauhidan kepada Allah, sujudnya, imannya, serta islamnya. Kemudian kita perhatikan pada kata setelahnya disebutkan bahwa sujud diperuntukkan untuk yang menciptakan, membentuk, memisahkan pendengaran dan penglihatan, dan menciptakan manusia dengan bentuk yang sangat sempurna apakah ada selain Allah yang bisa melakukan semua hal tersebut?
Tentu jawabannya tidak ada, dan ini bantahan bagi orang yang melakukan sujud kepada sesuatu seperti bebatuan, berhala, matahari, pepohonan dan yang lainnya yang lemah yang tidak bisa melakukan hal-hal di atas. Jangankan melakukan hal yang besar, menciptakan seekor lalat yang kecil pun tentunya mereka tidak bisa. Apakah mereka layak untuk kita bersujud kepadanya? Maha Suci Allah dari bentuk penyekutuan yang dilakukan oleh orang-orang yang bodoh.
([6]) Sunan At-Tirmidzi 5/363 no 3423 hadits sama dengan hadits no 5 dengan tambahan “anta robby”
([7]) HR. Muslim 1/351 No. 485
Dalam doa ini terkandung 3 hal: Penyucian Dzat Allah dari segala kekurangan dan dari segala hal yang tidak layak untuk Allah, Pujian atas segala nikmat yang telah diberikan kepadanya, kemudian mengesakan Allah dalam masalah beribadah. Karena Dzat yang tidak memiliki cacat sama sekali yang telah memberikan karunia yang sangat banyak kepadanya adalah yang paling berhak untuk disembah.
([8]) Sunan Nasa’i 2/223 No. 1131
Doa ini terkandung di dalamnya pensucian dan menafikan dari hal yang tercela, yang kurang, dan yang tidak layak untuk Allah karena Allah adalah Dzat Yang Maha Pemilik kerajaan-kerajaan, Maha Memiliki Kekuasaan hakiki, Maha Memiliki kebesaran dan keagungan. Ketika seorang hamba mengetahui hakikat keagungan sang penciptanya dan mengetahui bahwa tidak ada tandingan yang bisa menandingi penciptanya maka membuatnya hanya menggantungkan dirinya kepada Allah bukan selain-Nya yang lemah dan penuh kekurangan.
([10]) HR. Muslim No: 1/350 No. 483
Kalau kita perhatikan pada awal kalimat terkandung di dalamnya permintaan ampunan atas dosa-dosa seorang hamba secara keseluruhan, kemudian dalam doa tersebut disebutkan perincian satu persatu “yang kecil, yang besar dan seterusnya”, apakah ini ucapan yang sia-sia karena kalimat kedua sudah terkandung dalam kalimat pertama? Tidak, dikatakan oleh para ulama pengulangan seperti ini faedahnya untuk penguatan, yaitu menunjukkan akan kesungguhan seorang hamba meminta agar semua dosanya diampuni. (Lihat Syarah Sunan Abu Dawud 4/88)
([11]) H.R. An-Nasa’i no.1124, Ahmad no.25183 dan Ibnu Hajar menshahihkan sanadnya di dalam Nata’ij Al-Afkar Li Ibni Hajar Al-‘Asqalaniy 2/99.
([12]) HR. An-Nasa-I no 1125, dishohihkan oleh Al-Albani
Doa ini terkandung di dalamnya kesungguhan dalam permohonan ampunan kepada Allah, meminta ampun dari segala dosa yang dilakukan secara sembunyi agar tidak ditampakkan di hadapan manusia, juga meminta ampunan dari dosa yang dilakukan secara terang-terangan, Rasulullah mengajarkan doa ini padahal beliau adalah manusia yang telah diampuni dosa yang telah lalu dan yang akan datang supaya termasuk menjadi hamba yang senantiasa bersyukur dan juga supaya diikuti oleh umatnya, maka kita lebih utama lagi untuk senantiasa memohon ampun kepada Allah karena kita bukanlah manusia yang terjaga dari dosa.
([13]) HR. Muslim1/528 No: 187
Dijelaskan oleh para ulama maksud dari meminta cahaya di setiap anggota tubuh serta di di seluruh penjuru arah adalah meminta diberikan yang haq dan juga cahayanya, serta meminta petunjuknya di setiap langkahnya, perbuatannya, juga di setiap keadaannya agar tidak tergelincir. (Lihat: Al-Minhaj Syarhu Shohih Muslim Bin Alhajjaj 6/45)
([14]) HR. Muslim 1/532 no 486.
Doa yang indah ini ada tersirat makna yang sangat tersembunyi, kita perhatikan disini disebutkan sebuah kata dengan lawannya yaitu “keridhaan” dan “kemarahan”, “keselamatan” dan “hukuman” yang masing-masing kata ada lawannya kemudian berlindung kepada Dzat yang tidak ada lawannya yaitu Allah.
Kemudian pada kalimat berikutnya terkandung di dalamnya akan pengakuan terhadap lemahnya diri seorang hamba, karena dia tidak mampu untuk menghitung pujian dan sanjungan kepada Allah dan juga tidak mampu mendapati hakikat dan tidak mampu mendapatinya secara rinci tentang pujian kepada Allah. (Lihat Ad-Dibaj ‘Ala Shohih Muslim Bin Al-Hajjaj, As-Suyuthi 2/178)