92. وَمَا يَنۢبَغِى لِلرَّحْمَٰنِ أَن يَتَّخِذَ وَلَدًا
wa mā yambagī lir-raḥmāni ay yattakhiża waladā
92. Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak.
Tafsir:
Kemudian firman Allah,
﴿وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَٰنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا إِنْ كُلُّ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ إِلَّا آتِي الرَّحْمَٰنِ عَبْدًا لَقَدْ أَحْصَاهُمْ وَعَدَّهُمْ عَدًّا وَكُلُّهُمْ آتِيهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَرْدًا﴾
“Dan tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Tuhan Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba. Sesungguhnya Allah telah menentukan jumlah mereka dan menghitung mereka dengan hitungan yang teliti. Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat dengan sendiri-sendiri.” (QS. Maryam: 92-95)
Dalam ayat ini Allah ﷻ menjelaskan mengapa memiliki anak adalah hal yang tidak layak bagiNya, yaitu karena semua yang ada di langit dan bumi akan datang kepada Allah pada Hari Kiamat sebagai seorang hamba. Hamba ada 2 macam:
- Hamba yang beribadah dan taat kepada Allah ﷻ. Status perhambaan mereka disebut dengan istilah ‘ubudiyah ilahiyah. Mereka adalah hamba Allah ﷻ yang khusus nan istimewa. Mereka inilah yang dimaksud dalam firman Allah,
﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَٰنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا﴾
“Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan.” (QS. Al-Furqon: 63)
Dan juga,
﴿إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ﴾
“Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS. Al-Hijr: 42)
- Hamba sebagai makhluk yang diciptakan dan yang tunduk di bawah kekuasaan Allah ﷻ. Status perhambaan inilah yang dimaksud dalam ayat ini([1]), yaitu bahwa setiap orang yang tidak beriman dan kafir kepadaNya, baik ia berstatus musyrik atau ateis, mereka tetaplah ciptaan Allah, dan akan datang di Hari Kiamat kelak sebagai hamba yang tunduk di bawah kekuasaan-Nya. Sebagaimana yang Allah firmankan,
﴿وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ وَمَا يَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَقُولُ أَأَنْتُمْ أَضْلَلْتُمْ عِبَادِي هَٰؤُلَاءِ أَمْ هُمْ ضَلُّوا السَّبِيلَ﴾
“Dan (ingatlah) suatu hari (ketika) Allah menghimpunkan mereka beserta apa yang mereka sembah selain Allah, lalu Allah berkata (kepada yang disembah); “Apakah kalian yang menyesatkan hamba-hamba-Ku itu, atau mereka sendirikah yang sesat dari jalan (yang benar)?” (QS. Al-Furqon: 17)
Demikianlah dua makna status perhambaan yang Allah ﷻ sebutkan dalam Al-Qur’an, terkadang yang dimaksud adalah hamba-hamba yang benar-benar beriman dan taat kepadaNya, dan terkadang yang dimaksud adalah hamba-hamba yang mutlak, yakni segala ciptaan Allah ﷻ secara umum.
Penyebutan nama Ar-Rahman dalam ayat ini juga menyiratkan sebuah alasan lainnya. Allah ﷻ mengulangi nama Ar-Rahman sebanyak 16 kali dalam surah ini, seakan hendak menegaskan bahwa hanya Ia ﷻ lah Ar-Rahman itu. Jika Allah ﷻ memiliki anak, berarti ada sesuatu selainNya yang juga bersifat Ar-Rahman. Selain itu, jika Allah memiliki anak, maka sang anak tentunya akan berdiri sendiri dan tidak membutuhkan rahmat Allah ﷻ, dan ini bertentangan status Allah ﷻ sebagai Ar-Rahman.([2])
Penyebutan nama Ar-Rahman juga seakan membantah Nasrani yang mengklaim bahwasanya untuk mendapat ampunan dari Allah haruslah melalui perantara Nabi Isa AS. Seorang yang mengharapkan rahmat dan ampunan dari Yang Maha Penyayang, tidaklah perlu memohonnya melalui perantara apa pun, melainkan mintalah langsung kepadaNya.
Kemudian, pantaskan jika Yang Maha Penyayang tidaklah mengampuni dosa para hamba-Nya, kecuali dengan terlebih dahulu mengirim anaknya untuk disalib?!
Orang tua saja tidak tega menolak permintaan maaf yang disampaikan langsung oleh anaknya kepadanya. Bukankah Allah ﷻ lebih menyayangi kita melebihi ibu kita?! Pertanyaan-pertanyaan ini seharusnya menjadi renungan penting bagi kaum Nasrani terkait akidah yang selama ini mereka anut.
Kemudian Allah ﷻ menyebutkan bahwa Ia ﷻ telah menentukan dan menghitung jumlah seluruh makhluk-Nya dengan teliti nan akurat. Ini adalah bukti berikutnya dari keagungan dan ketuhanan Allah ﷻ. Berdasarkan ayat ini, Al-Qurthubi RH([3]) menyebutkan bahwa Al-Muhshi, yang artinya Maha Mengilmui dan Menguasai segala sesuatu, adalah salah satu dari nama Allah ﷻ.
Kemudian Allah ﷻ menegaskan bahwa setiap makhluk akan datang kepada Allah pada Hari Kiamat dengan sendiri-sendiri. Ini adalah peringatan bagi kaum musyrikin, jangan sampai mereka menyangka bahwa sesembahan mereka selain Allah ﷻ kelak akan membantu mereka, baik ia malaikat, para nabi, para wali, terlebih lagi benda-benda mati. Sungguh mereka tidak akan menolong dan memperdulikan kalian, karena setiap makhluk akan datang sendirian, dan masing-masing akan tersibukkan dengan keselamatan dirinya masing-masing.
________
Footnote:
([1]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 11/159
([2]) Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir 16/173
([3]) Lihat: Tafsir Al-Qurthubi 11/160