73. وَإِذَا تُتْلَىٰ عَلَيْهِمْ ءَايَٰتُنَا بَيِّنَٰتٍ قَالَ ٱلَّذِينَ كَفَرُوا۟ لِلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَىُّ ٱلْفَرِيقَيْنِ خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا
wa iżā tutlā ‘alaihim āyātunā bayyināting qālallażīna kafarụ lillażīna āmanū ayyul-farīqaini khairum maqāmaw wa aḥsanu nadiyyā
73. Dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat Kami yang terang (maksudnya), niscaya orang-orang yang kafir berkata kepada orang-orang yang beriman: “Manakah di antara kedua golongan (kafir dan mukmin) yang lebih baik tempat tinggalnya dan lebih indah tempat pertemuan(nya)?”
Tafsir:
Dua kelompok yang dimaksud di dalam ayat tersebut adalah orang-orang beriman dan orang-orang kafir.
Ketika orang-orang kafir ditegur dan diingatkan oleh Rasulullah ﷺ akan kesesatan dan kesyirikan mereka dengan ayat-ayat Allah ﷻ, mereka seringkali membantahnya dengan logika atau barometer duniawi.
Sebelumnya sudah disebutkan salah satu argumen mereka ketika mengingkari Hari Kebangkitan, “Bagaimana mungkin tulang-belulang yang sudah hancur lebur ini bisa dikembalikan seperti sedia kala?!”
Nah, pada ayat ini, Allah ﷻ kembali menyebutkan bantahan mereka yang lainnya, yaitu sikap mereka yang berargumen dengan membandingkan antara status duniawi mereka dengan orang-orang yang beriman, “Siapakah di antara kita yang lebih bagus tempat tinggal dan tempat pertemuannya, kami atau kah kalian, wahai kaum mukminin?!”
Para kafir Quraisy melihat fakta bahwa status duniawi kaum mukminin saat itu sangatlah rendah. Mereka miskin, berpakaian lusuh, jumlahnya sedikit, dan banyak di antara mereka yang berstatus budak atau bekas budak. Para kafir Quraisy berpikir bahwa apabila di dunia saja keadaan mereka jauh lebih baik, maka jika seandainya ada kehidupan Akhirat tentu kehidupan mereka di Akhirat pun akan lebih baik pula.