113. قَالُوا۟ نُرِيدُ أَن نَّأْكُلَ مِنْهَا وَتَطْمَئِنَّ قُلُوبُنَا وَنَعْلَمَ أَن قَدْ صَدَقْتَنَا وَنَكُونَ عَلَيْهَا مِنَ ٱلشَّٰهِدِينَ
qālụ nurīdu an na`kula min-hā wa taṭma`inna qulụbunā wa na’lama ang qad ṣadaqtanā wa nakụna ‘alaihā minasy-syāhidīn
113. Mereka berkata: “Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram hati kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu”.
Tafsir :
Tujuan mereka dari meminta untuk diturunkan makanan dari langit ada empat:
Pertama,
﴿ نُرِيدُ أَنْ نَأْكُلَ مِنْهَا﴾
“Kami ingin memakan hidangan itu.”
Yaitu, karena mereka kelaparan, sehingga mereka mengatakan, “Apakah memungkinkan bagi kami untuk memakan hidangan dari langit?”
Kedua:
﴿ وَتَطْمَئِنَّ قُلُوبُنَا ﴾
“Dan supaya tenteram hati kami.”
Yaitu, dengan melihat mukjizat berupa makanan yang turun dari langit.([1])
Ketiga:
﴿ وَنَعْلَمَ أَنْ قَدْ صَدَقْتَنَا ﴾
“Dan supaya kami yakin bahwa kamu benar (seorang rasul, janjimu adalah benar) kepada kami.”
Keempat:
﴿ وَنَكُونَ عَلَيْهَا مِنَ الشَّاهِدِينَ ﴾
“Dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.”
Seolah-olah mereka ingin melihat sesuatu yang menakjubkan agar mereka semakin beriman. Ini seperti perkataan Nabi Ibrahim ‘alaihissalam,
﴿ وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ رَبِّ أَرِنِي كَيْفَ تُحْيِ الْمَوْتَى قَالَ أَوَلَمْ تُؤْمِنْ قَالَ بَلَى وَلَكِنْ لِيَطْمَئِنَّ قَلْبِي ﴾
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata: ‘Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang-orang mati.’ Allah berfirman: ‘Belum yakinkah kamu?’ Ibrahim menjawab: ‘Aku telah yakin, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku).’” (QS Al-Baqarah: 260)
Maksudnya, agar Nabi Ibrahim ‘alaihissalam menjadi orang yang beriman dengan keimanan yang tinggi dengan menyaksikan bukti-bukti kebesaran Allah ﷻ.
Hal ini juga mirip dengan permintaan Nabi Musa ‘alaihissalam kepada Allah ﷻ untuk melihat-Nya,
﴿ قَالَ رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ﴾
“Musa berkata: ‘Ya Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau.’” (QS Al-A’raf: 143)
Permintaan ini bukan dikarenakan Nabi Musa ‘alaihissalam tidak beriman, melainkan karena kerinduannya untuk bertemu Allah ﷻ.
Begitu juga dengan ayat ini. Kita memaknai perkataan Hawariyyun yang meminta hidangan dari langit adalah agar keimanan mereka semakin tinggi. Mereka ingin menggabungkan antara keimanan hati dengan melihat langsung. Pepatah Arab menyebutkan,
لَيْسَ الْخَبَرُ كالْمُعَايَنَةِ
“Mendengar kabar tidak sama dengan melihat langsung.”
Oleh karena itu, ketika Nabi Musa ‘alaihissalam pergi ke bukti Thursina, lalu Allahﷻ mengabarkan kepadanya bahwa kaumnya telah disesatkan oleh Samiri, maka beliau pun marah. Namun amarahnya lebih besar ketika dia melihat langsung. Sampai-sampai beliau pun melemparkan alwah, yang berisi Taurat dalam lempengan batu. Allah ﷻ berfirman,
﴿ وَأَلْقَى الْأَلْوَاحَ وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ ﴾
“Dan Musapun melemparkan alwah (Taurat) itu dan memegang (rambut) kepala saudaranya (Harun) sambil menariknya ke arahnya.” (QS Al-A’raf: 150)
Penulis menyampaikan hal ini agar kita membaguskan persangkaan kepada Hawariyyun ketika mereka meminta diturunkan hidangan dari langit. Mereka memintanya bukan karena ragu terhadap kemampuan Allah ﷻ, melainkan untuk semakin menambah keimanan mereka.
Setelah Nabi ‘Isa ‘alaihissalam mendengar penjelasan mereka, maka Nabi ‘Isa ‘alaihissalam pun berdoa kepada Allah ﷻ agar permintaan mereka dikabulkan.
________________
Footnote :