35. يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ وَٱبْتَغُوٓا۟ إِلَيْهِ ٱلْوَسِيلَةَ وَجَٰهِدُوا۟ فِى سَبِيلِهِۦ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
yā ayyuhallażīna āmanuttaqullāha wabtagū ilaihil-wasīlata wa jāhidụ fī sabīlihī la’allakum tufliḥụn
35. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.
Tafsir :
Banyak orang menyimpang yang menggunakan kata الْوَسِيلَةَ untuk menjustifikasi perbuatan mereka meminta kepada kuburan wali. Padahal makna الْوَسِيلَةَ pada ayat ini, sebagaimana dijelaskan pada buku-buku tafsir, adalah qurbah “kedekatan” dengan beramal saleh. Dalam tafsiran lain disebutkan makna الْوَسِيلَةَ adalah tempat tertinggi di surga yang Allah ﷻ persiapkan bagi Nabi Muhammad ﷺ. Al-Thabari berkata,
” وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ “، يقول: واطلبوا القربة إليه بالعمل بما يرضيه. و”الوسيلة”: هي”الفعيلة” من قول القائل:”توسلت إلى فلان بكذا”، بمعنى: تقرَّبت إليه … يعني بـ”الوسيلة”، القُرْبة … وبنحو الذي قلنا في ذلك قال أهل التأويل.
“{Carilah wasilah} yaitu carilah kedekatan dengan melakukan amalan yang Allah ﷻ ridai. Dan “الْوَسِيلَةَ” berwazan “الفعيلة” dari ucapan: “aku mendekatkan diri kepada Fulan dengan sesuatu” … yang dimaksud “wasilah” adalah kedekatan … dan apa yang kami sampaikan senada dengan perkataan para ahli tafsir.” ([1])
Beliau hanya menyebutkan tafsiran ini dari para ulama ahli tafsir dan tidak menyebutkan adanya tafsiran selainnya.
Ibnu Katsir menyebutkan الْوَسِيلَةَ dengan dua makna. Makna pertama sebagaimana yang disampaikan oleh Al-Thabari. Adapun untuk makna kedua, beliau berkata,
عَلَمٌ عَلَى أَعْلَى مَنْزِلَةٍ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ مَنْزِلَةُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَدَارُهُ فِي الْجَنَّةِ، وَهِيَ أَقْرَبُ أَمْكِنَةِ الْجَنَّةِ إِلَى الْعَرْشِ. وَقَدْ ثَبَتَ فِي صَحِيحِ الْبُخَارِيِّ، مِنْ طَرِيقِ مُحَمَّدِ بْنِ المُنكَدِر، عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: “مَنْ قَالَ حِينَ يَسْمَعُ النِّدَاءَ: اللَّهُمَّ رَبَّ هَذِهِ الدَّعْوَةِ التَّامَّةِ، وَالصَّلَاةِ الْقَائِمَةِ، آتِ مُحَمَّدًا الْوَسِيلَةَ وَالْفَضِيلَةَ، وَابْعَثْهُ مَقَامًا مَحْمُودًا الَّذِي وَعَدْتَهُ، إلا حَلَّتْ له الشفاعة يوم القيامة”.
“Suatu nama untuk tempat tertinggi di surga, yaitu kedudukan dan tempat tinggal Rasulullah ﷺ. Itu adalah tempat terdekat dengan ‘Arsy. Diriwayatkan secara valid dalam Shahih Al-Bukhari, dari jalur Muhammad bin Al-Munkadir, dari Jabir bin ‘Abdullah, ia mengatakan bahwa Rasulullah ﷺ bersabda, ‘Siapa yang berdoa setelah mendengar azan: ALLAHUMMA RABBA HADZIHID-DA’WATIT-TAMMAH WASH-SHALATIL-QAA’IMAH. ATI MUHAMMADANIL-WASIILATA WAL-FADLILAH WAB’ATSHU MAQAMAM-MAHMUDANIL-LADZI WA’ADTAH (Ya Allah. Rabb Pemilik seruan yang sempurna ini, Pemilik salat yang akan didirikan ini, berikanlah ‘wasilah’ (tempat tertinggi di Surga) dan keutamaan kepada Muhammad. Bangkitkanlah ia pada kedudukan yang terpuji sebagaimana Engkau telah janjikan kepadanya).’ Niscaya ia berhak mendapatkan syafaatku pada hari kiamat.” ([2])
Jadi, “wasilah” hanya memiliki dua makna saja, yaitu (1) kedekatan kepada Allah ﷻ dengan beramal saleh dan (2) nama tempat yang spesial untuk Rasulullah ﷺ di akhirat. Adapun yang ditafsirkan oleh sebagian orang Sufi yang ekstrem untuk meminta-minta kepada para wali atau berdoa melalui mereka, maka tidak ada dasarnya sama sekali. Mereka mengklaim bahwa itulah “wasilah” yang perintahkan dalam Quran. Kita tegaskan bahwa itu tafsiran yang tidak benar, diada-adakan, dan menyelisihi Salaf. Tidak ada Salaf yang menyebutkan demikian ketika menafsirkan ayat tersebut.
______________
Footnote :