29. إِنِّىٓ أُرِيدُ أَن تَبُوٓأَ بِإِثْمِى وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَٰبِ ٱلنَّارِ ۚ وَذَٰلِكَ جَزَٰٓؤُا۟ ٱلظَّٰلِمِينَ
innī urīdu an tabū`a bi`iṡmī wa iṡmika fa takụna min aṣ-ḥābin-nār, wa żālika jazā`uẓ-ẓālimīn
29. “Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim”.
Tafsir :
Terkait dengan hal ini, Abu Bakrah meriwayatkan bahwa Nabi ﷺ bersabda,
«إِذَا التَقَى الْمُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالقَاتِلُ وَالمَقْتُولُ فِي النَّارِ»، فَقُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذَا القَاتِلُ فَمَا بَالُ المَقْتُولِ قَالَ: «إِنَّهُ كَانَ حَرِيصًا عَلَى قَتْلِ صَاحِبِهِ»
“Jika dua orang muslim saling bertemu (untuk berkelahi) dengan menghunus pedang masing-masing, maka yang terbunuh dan membunuh masuk neraka.” Aku (Abu Bakrah pun bertanya: “Wahai Rasulullah, (masuk neraka) itu bagi yang membunuh, tapi bagaimana dengan yang terbunuh?” Maka Nabi ﷺ menjawab: “Karena sejatinya dia juga berhasrat untuk membunuh lawannya.“ ([1])
Habil berkata bahwa dia tidak ingin membawa dosa. Jika ia berkelahi dengan saudaranya, maka menang atau kalah dia tetap akan membawa dosa. Oleh karenanya dia tidak mau membalas.
Sebagian ulama menafsirkan perkataan Habil: “aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosaku,” artinya membawa dosa membunuhku dan dosa-dosamu sebelumnya.([2])
Para ulama ahli tafsir membawakan perkataan Ibnu ‘Abbas yang menjelaskan bahwa perkataan Habil kepada Qabil:
إِنِّي أُرِيدُ أَنْ تَبُوءَ بِإِثْمِي وَإِثْمِكَ فَتَكُونَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ وَذَلِكَ جَزَاءُ الظَّالِمِينَ
“Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan membawa dosaku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.”
Maksudnya adalah, itu konteksnya Habil sedang menasihati Qabil. Maknanya bukan Habil menginginkan Qabil masuk neraka, sebagaimana yang mungkin dipahami apabila dibaca secara harfiah. Namun yang benar adalah, Habil sedang menasihati Qabil agar jangan melakukan pembunuhan. Sebab jika ia melakukannya maka ia akan menanggung dosa dari membunuh Habil dan dosa dirinya sendiri sebelumnya, sehingga akhirnya ia masuk ke dalam neraka.([3])
Ketika ulama ahli tafsir membahas tentang ayat ini, mereka menyebutkan hadis-hadis Rasulullah ﷺ tentang sikap ketika terjadi fitnah,
سَتَكُونُ فِتَنٌ القَاعِدُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ القَائِمِ، وَالقَائِمُ فِيهَا خَيْرٌ مِنَ المَاشِي، وَالمَاشِي فِيهَا خَيْرٌ مِنَ السَّاعِي، وَمَنْ يُشْرِفْ لَهَا تَسْتَشْرِفْهُ، وَمَنْ وَجَدَ مَلْجَأً أَوْ مَعَاذًا فَلْيَعُذْ بِهِ
“Kelak akan ada banyak fitnah/kekacauan. Ketika itu orang yang duduk lebih baik daripada yang berdiri, yang berdiri lebih baik daripada yang berjalan, dan yang berjalan lebih baik daripada yang berusaha (dalam fitnah). Siapa yang menghadapi kekacauan tersebut maka hendaknya dia menghindarinya. Siapa yang mendapati tempat kembali atau tempat berlindung darinya maka hendaknya dia berlindung.” ([4])
Saat terjadi fitnah berupa peperangan antar sesama kaum muslim maka diam adalah yang terbaik. Kita dilarang untuk ikut-ikutan. Berbeda jika berperang dengan orang kafir maka kita harus ikut berperang.
Penulis memiliki seorang teman dari Libia. Ketika Khadafi digulingkan dan dibunuh, terjadi dualisme kepemimpinan. Ketika ada dua suku yang sedang bertikai, maka teman penulis masuk ke tengah pertikaian untuk mendamaikan keduanya. Ketika dia pergi setelah mendamaikan kedua suku tersebut, tiba-tiba ada orang yang menembaknya dari belakang. Teman penulis lainnya dari Libia bahkan sampai berkata, “Kalau saya pulang sekarang ke Libya lalu dibunuh, maka saya pun tidak tahu apa sebabnya saya dibunuh.” Ini semua disebabkan saking hebatnya fitnah saat itu.
Intinya, ketika terjadi fitnah antara sesama kaum muslim maka kita sebaiknya menjauh, sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah ﷺ. Juga hendaknya kita diam, jangan sampai mengatakan sesuatu yang justru memperbesar api fitnah.
Rasulullah ﷺ juga pernah ditanya tentang sikap dalam menghadapi fitnah,
أَفَرَأَيْتَ إِنْ دَخَلَ عَلَيَّ بَيْتِي وَبَسَطَ يَدَهُ إِلَيَّ لِيَقْتُلَنِي؟ قَالَ: «كُنْ كَابْنِ آدَمَ»
“Bagaimana menurutmu jika seseorang masuk ke rumahku dan ia membentangkan tangannya kepadaku untuk membunuhku?” Rasulullah ﷺ menjawab: “Jadilah seperti putra Adam (yang terbunuh).” ([5])
Ketika kita mengalami zaman yang penuh fitnah maka hendaknya kita berdiam diri. Jangan sampai kita salah bertindak sehingga menyebabkan terbunuhnya seseorang yang tidak berhak dibunuh.
Ibnu Katsir mengingatkan bahwa hadis yang secara eksplisit menyebutkan jika ada orang yang membunuh orang lain maka semua dosa yang dibunuh akan dibawa oleh orang yang membunuh adalah hadis yang tidak ada asalnya. Hadis itu tersebar di masyarakat bersandar dengan pemahaman ayat ini. Meskipun Ibnu Katsir mengatakan hadis tersebut tidak ada sandarannya, namun beliau juga mengatakan potensi hal tersebut mungkin saja terjadi. Sebab di antara kezaliman yang paling besar pada hari kiamat adalah masalah darah.([6]) Nabi ﷺ bersabda,
أَوَّلُ مَا يُقْضَى بَيْنَ النَّاسِ فِي الدِّمَاءِ
“Perkara yang pertama kali diputuskan di antara manusia adalah yang berkaitan dengan darah.”([7])
Karena saking dahsyatnya dosa membunuh sehingga sangat mungkin dosa yang dibunuh dipikulkan kepada orang yang membunuh. Hal ini juga sebagaimana diperkuat dengan hadis yang populer, bahwa Nabi ﷺ bersabda:
«أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟» قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: «إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ»
“Tahukah kalian, siapakah orang yang bangkrut itu?” Para sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki uang dan harta kekayaan.” Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya yang bangkrut dari umatku adalah orang yang pada hari kiamat datang dengan shalat, puasa, dan zakat, tetapi ia dahulu mencaci, menuduh, makan harta, menumpahkan darah (membunuh) dan menyakiti orang lain. Maka, pahalanya pun diambil untuk diberikan kepada setiap orang (yang dizaliminya). Apabila pahalanya habis, sementara tuntutan mereka banyak yang belum terpenuhi, maka dosa mereka diambil untuk dibebankan kepada orang tersebut, hingga akhirnya ia dilemparkan ke neraka.”([8])
_______________
Footnote :
([1]) HR Al-Bukhari no. 31 dan Muslim no. 2888.
([2]) Lihat: Tafsir Al-Baghawi, vol. II, hlm. 39.
([3]) Lihat: Tafsir Ibn Katsir, vol. III, hlm. 88.
([4]) HR Al-Bukhari no. 3601 dan Muslim no. 2886.
([5]) HR Al-Tirmidzi no. 2194 dan dinyatakan sahih oleh Al-Albani.
([6]) Lihat: Tafsir Ibn Katsir, vol. III, hlm. 88.